Top
 

Membuka Lahan Tanpa Bakar, Pilihan Terbaik Mengelola Lahan Gambut

Membakar lahan sebagai persiapan dalam penanaman padi telah dipraktikkan oleh petani di Desa Baru dan Daya Kesuma sejak lama. Namun, saat ini pemerintah memberlakukan aturan penyiapan lahan tanpa bakar sebagai salah satu cara untuk mengurangi kejadian kebakaran lahan gambut yang berdampak negative bagi lingkungan.

Membekali pengetahuan dan meningkatkan kapasitas petani mengenai cara pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) melalui pelatihan adalah hal yang sangat penting dilakukan. Sebagai bagian dari implementasi Project Peat Impact, pelatihan PLTB telah diadakan di Desa Baru dan Daya Kesuma pada Bulan September 2022. Pelatihan ini terselenggara atas kerjasama antara Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Banyuasin dengan ICRAF Indonesia. Dalam pelatihan ini, DLHK mengirimkan dua orang nara sumber dan menyediakan peralatan pelatihan.

Dua narasumber dihadirkan dalam pelatihan ini untuk memberikan pemahaman mengenai pembukaan lahan tanpa bakar. Diawali oleh Abas Kurip, dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyuasin yang memberikan penjelasan dan gambaran kerusakan lingkungan khususnya di kawasan hidrologi gambut akibat kebakaran maupun pembakaran saat pembukaan lahan.

“Dampak asap dari pembakaran itu bisa sampai ke daerah lain, bahkan kalau kebakaran luar biasa bisa sampai keluar negeri. Tentunya akan menyebabkan kerugian secara materi dan harga diri bangsa kita, karena dianggap mencemari lingkungan. Pemerintah telah membuat aturan mengenai pembukaan lahan dengan tanpa membakar dan setiap orang berkewajiban menanggulangi kebakaran hutan dan lahan, seperti di kebun, sawah, ladang dan kebun sawit; dan kita harus mengikuti ketentuan yang berlaku”, ujar Abas.

“Pembukaan lahan dengan membakar akan menyebabkan kerusakan fisik tanah dan air, juga berdampak pada rusaknya ekosistem tumbuhan dan hewan yang berada di area terjadinya kebakaran”, tambah Abas.

Materi pelatihan selanjutnya adalah mengenai cara membuka lahan tanpa bakar yang disampaikan oleh Tukio, Koordinator Penyuluh Kabupaten Banyuasin sebagai. Nara sumber menyebutkan  terdapat dua cara membuka lahan tanpa bakar. Pertama, memanfaatkan sampah sisa pembukaan lahan dengan menjadikannya sebagai pupuk organik, yaitu dengan meletakkan sisa vegetasi dalam rumpukan yang dibuat dalam lorong-lorong. Setelah itu rumpukan sampah disemprot dengan cairan yang mengandung microorgamisme seperti MOL atau EM4 agar mempercepat penguraian sampah menjadi pupuk kompos. Cara kedua adalah mengolah sisa pembukaan lahan dengan teknologi sederhana berupa alat yang sering disebut mesin pirolisis. Alat ini berupa dua drum tempat pembakaran dan satu drum sebagai kondensor yang diambil hanya bagian bawah untuk menampung asap cair dan pipa stainless untuk mengalirkan asap agar mendingin dan menghasilkan cairan.

“Proses pembakaran yang terkendali seperti ini selain mempercepat proses pembersihan sisa pembukaan lahan, juga memiliki manfaat dari proses pembakaran yaitu berupa asap cair. Asap cair ini memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai bahan pengawet, pupuk, insektisida, bahkan bisa untuk bahan kosmetik. Pemanfaatan yang bisa diterapkan di Desa Baru dan Daya Kesuma serta desa yang masuk dalam program ini adalah sebagai pupuk, insektisida pengusir hama, dan bahan pengawet. Bahan pengawet ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan usaha ikan asap, juga dapat digunakan sebagai pembeku getah karet. Dengan menggunakan asap cair pembekuan getah karet akan lebih cepat dan tidak berbau”, ungkap Tukio disaat menunjukan proses pembekuan getah karet dengan menggunakan asap cair di depan peserta pelatihan.

Peserta pelatihan juga diajak untuk praktek langsung membuat asap cair. Tukio menjelaskan bahwa sisa pembukaan lahan berupa kayu dan lainnya dimasukan ke dalam drum yang bagian bawah, dan sampingnya dilubangi agar ada udara yang masuk guna proses pembakaran. Dua drum penampung dihubungkan dengan pipa stainless untuk mengalirkan asap panas menuju drum kondensor untuk proses pendinginan dari hasil pembakaran bahan baku dari drum pembakaran.

Melihat proses pembuatan asap cair yang mudah dan sederhana ini membuat warga desa yang ikut dalam pelatihan ini merasakan ilmu yang mereka terima sangat bermanfaat. Abdul Munir, salah satu peserta pelatihan yang juga merupakan anggota Tim Kerja Desa dengan seksama memperhatikan peralatan pembuat asap cair bahkan hingga membolak balik drum untuk memastikan bentuk dan fungsinya.

Tak tanggung-tanggung, Jumali, Kepala Desa Daya Kusuma mengungkapkan keinginannya untuk memiliki alat ini, “Alat ini ditinggal saja di Desa Daya Kusuma, jangan dibawah pulang”. Sementara Kepala Desa Baru, Alpino, mengajak warganya untuk dapat membuat alat ini untuk kebutuhan kegiatan di desanya.

Turut hadir Martini Yulia, mewakili Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyuasin yang mengatakan “Pelatihan edukasi ini merupakan kegiatan berbagi ilmu yang sesuai dengan keinginan kita bersama sama untuk membuka lahan tanpa bakar. Kebakaran yang sering terjadi menyebabkan dampak yang luas, membahayakan manusia juga pada eksosistem. Limbah dari pembukaan lahan yang dianggap sisa atau buangan sebenarnya mempunya nilai ekonomis. Dengan teknologi sederhana yang ramah lingkungan, limbah dapat diolah menjadi bahan yang memiliki banyak manfaat, seperti asap cair. Diharapkan pelatihan ini dapat dipahami dan diimplementasikan oleh para warga desa, sehingga dapat menjadikan manfaat bagi kita semua”.

Para petani yang ikut terlibat dalam program Peat-IMPACTS ICRAF Indonesia ini mendapatkan penyuluhan dan pelatihan di Desa Baru (5-6 Desember 2022) dan Desa Daya Kusuma (13-14 Desember 2022) juga merupakan bentuk dukungan dan kolaborasi pemerintah daerah Kabupaten Banyuasin.

Dukungan dari pemerintah dan pihak terkait lainnya melalui penerapan Program Pertanian Ramah Lingkungan yang sedang berjalan ini merupakan angin segar bagi para petani untuk kesinambungan kemajuan desa serta meningkatkan kapasitas petani yang hidup di kawasan hidrologis gambut (KHG) Kabupaten Banyuasin.

Oleh: Mushaful Imam dan Tikah Atikah

Warga Rengas Abang Inginkan Inovasi Pupuk Kompos Layaknya Pupuk Kimia

Pernyataan keinginan untuk berinovasi agar masyarakat dapat membudidayakan dan menjadikan pupuk kompos layaknya pupuk kimia meluncur dari Nursaid, Perwakilan dari BUMDes Desa Rengas Abang, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, saat berdiskusi tentang rencana pengembangan model usaha pembuatan pupuk organik dari tandan kosong (tangkos) dan pelepah sawit.

Tandan kosong (Tankos) yang merupakan limbah padat yang dihasilkan pabrik kelapa sawit pada proses pengelolaan tandah buah sawit menjadi minyak kelapa sawit, cukup banyak dijumpai di Desa Rengas Abang. Hal ini Nursaid sampaikan di Balai Desa saat mengikuti kegiatan ICRAF Indonesia yang berkolaborasi bersama perusahaan sawit, melalui Program Peat-IMPACTS Indonesia.

Diskusi yang dikomandoi oleh Dr Sonya Dewi, Direktur ICRAF Program Indonesia ini menjadi tahapan awal sebelum pelaksanaan dan pendampingan kegiatan agar apa yang dilakukan bersama warga desa benar-benar bermanfaat yang nantinya dapat meningkatkan penghidupan masyarakat desa.

“Bagi saya, Desa Rengas Abang ini merupakan desa yang dapat dikembangkan baik dari kapasitas masyarakat maupun produksi dari pupuk organiknya. Suatu langkah yang baik bagi kesejahteraan masyarakat, terutama untuk pengembangan kapasitas teknik, kapasitas kelembagaan serta kapasitas pembiayaan dalam memproduksi pupuk organik.  Seperti diketahui manfaat dari produksi pupuk organik ini dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat desa Rengas Abang, mempertahankan produktifitas kelapa sawit, sekaligus dapat melibatkan peran perempuan dalam memanfaatkan kebun pekarangan untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga melalui kebun dapur”, kata Sonya.

Sebelumnya Desa Rengas Abang berencana akan melakukan kegiatan usaha tandan buah sawit, namun setelah mengikuti tahapan pelatihan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan penguatan kapasitas, tim kerja desa memilih kegiatan model usaha pembuatan pupuk kompos dari tangkos dan pelepah sawit.

Perubahan ini terjadi setelah warga desa dan peneliti ICRAF berembuk kembali untuk memilih model usaha pembuatan pupuk kompos, dengan pertimbangan pupuk kompos akan memiliki prospek bisnis yang menjanjikan karena harga pupuk kimia cukup mahal dan sulit didapatkan.

“Jumlah plasma kebun sawit ada sekitar 1.700 hektar yang selalu membutuhkan pupuk. Kami sudah bertemu dengan pihak koperasi plasma, mereka setuju asalkan standar kualitas terjaga dengan baik. Selain itu dari sisi bahan baku, mudah diperoleh dari perusahaan sawit yang berada di desa kami,” begitu kata Nursaid mewakili suara dan pendapat dari warganya, pada diskusi tanggal 11 Oktober 2022 ini.

Kini yang dibutuhkan warga desa adalah teknis pembuatan pupuk kompos yang memiliki spesifikasi yang tepat, yaitu pupuk organik yang sesuai dengan kebutuhan tanaman kelapa sawit. Seperti halnya pupuk kimia, yaitu urea, KCL, dan TSP yang memiliki fungsi dan peruntukannya masing-masing, pupuk organik yang nanti akan diproduksi akan memiliki spesifikasi dan kegunaan seperti pupuk kimia.

Menanggapi keinginan warga desa, ICRAF dalam programnya akan memfasilitasi pembentukan kerjasama antara Bumdes dan Perusahaan kelapa sawit yang berada diareal Desa, melaksanakan pelatihan pupuk kompos secara manual dan penggunaan teknologi terkait prosesnya, uji laboratorium untuk melihat kandungan yang ada, apakah sudah lengkap dan sesuai untuk diaplikasikan pada tanaman sawit, peningkatan kapasitas pengelolaan lembaga seperti pencatatan keuangan, administrasi, marketing skill dan managerial untuk Bumdes nya sendiri.

“Ke depannya juga akan dilakukan pengembangan pemanfaatan pekarangan rumah warga desa dengan ditanami tanaman obat-obatan keluarga, sayur, dan buah buahan. Agar mansyarakat dapat memiliki kemandirian dan ketahanan pangan,” Kata Sonya Dewi yang lalu diaminkan oleh Bustanul Arif, Sekretaris Desa Rengas Abang.

Bustanul menambahkan bahwa yang dihadapi warga saat ini adalah struktur tanah yang tidak subur, kandungan humusnya yang sangat minim. Maka dengan adanya produksi pupuk kompos warga diharapkan akan dapat memupuk tanah pekarangan mereka, sehingga dapat ditanami sayur mayur dan tanaman kebutuhan rumah tangga lainya yang tentunya bermanfaat untuk pemenuhan pangan keluarga.

Oleh: Mushaful Imam dan Tikah Atikah