Top
 

Pembukaan Lahan Tanpa Bakar: dampak positif jangka panjang dan solusi untuk keberlanjutan usahatani di Kubu Raya, Kalimantan Barat

Dampak dari praktik pembukaan lahan dengan cara membakar yang dilakukan oleh masyarakat di Kubu Raya, Kalimantan Barat mulai dirasakan sejak Bulan Juli-September 2023. Masyarakat menganggap praktik ini adalah cara praktis dan ekonomis dalam persiapan lahan pertanian.

Pertanyaannya, selain menimbulkan asap dan abu yang berdampak buruk bagi kesehatan, adakah dampak jangka panjang lainnya yang lebih merugikan? Lantas apa solusinya dari dampak negatif jangka panjang dapat diminimalkan agar keberlanjutan usahatani tetap terjaga?

Untuk menjawab pertanyaan ini, dilakukan Pelatihan Penyiapan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) di empat desa pilot Project Peat-IMPACTS, yaitu Desa Sungai Asam, Sungai Radak Dua, Bengkarek dan Pasak, Kab. Kubu Raya, diantara tanggal 4-11 September 2023.

Joko Wiryanto, ahli pertanian organik, menjelaskan dampak negatif pembakaran lahan terhadap kesuburan tanah, yang menyebabkan matinya biota tanah yang berperan penting dalam menguraikan bahan organik dan menghasilkan humus serta unsur hara yang diperlukan oleh tanaman.

Memanfaatkan gulma yang tumbuh dengan tanpa membakar dapat menjadi sumber humus. Gulma ditebas, ditumpuk dalam parit kecil, dan ditutup kembali dengan tanah agar terjadi dekomposisi dan menghasilkan unsur hara. Enzim pengurai untuk mempercepat proses dekomposisi dapat dibuat sendiri oleh petani dengan bahan-bahan yang mudah didapat, seperti dedak, buah-buahan, gula, dan lain-lain yang disebut sebagai formula F0 dan F1 embio, untuk mempercepat proses penguraian bahan organik, juga untuk mempercepat pemulihan biota tanah yang hilang akibat pembakaran.

“Menyiapkan Lahan Tanpa Bakar memiliki banyak manfaat dalam meningkatkan kualitas lahan dan memanfaatkan sisa-sisa daun, sampah, dan gulma sebagai sumber humus dan pupuk organik. Penggunaan pupuk organik lebih baik dalam menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang, berbeda dengan penggunaan pupuk kimia yang dapat merusak kesuburan tanah,” ungkap Joko.

Oleh: Nurhayatun Nafsiyah

Agro-Silvo-Fishery dan Lebah Trigona: Demoplot inovatif untuk kesejahteraan masyarakat Desa Baru

Agroforestri merupakan strategi pemanfaatan dan penggunaan lahan berkelanjutan di wilayah tropis, menjaga ekosistem ramah lingkungan serta sebagai upaya mata pencaharian dan penghidupan untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat. Namun, di tengah tantangan global beberapa hambatan masih ada, seperti deforestasi, lahan pertanian terdegradasi, dan konsumsi energi tak terbarukan.

Untuk itu, mengatasi agroforestri tropis secara global menjadi sangat penting, tidak hanya untuk meningkatkan adaptasi perubahan iklim, tetapi juga untuk membangkitkan solusi-solusi baru yang sesuai dengan berbagai tujuan dan SDGs.

Departemen Tanah dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya menyelenggarakan konferensi internasional tentang “Agroforestri Tropika Indonesia” pada 29-31 Agustus 2023, di Malang, Jawa Timur. Untuk menelusuri multifungsionalitas lanskap, keamanan air, ketahanan terhadap aktivitas vulkanik, adaptasi perubahan iklim, dampak Covid-19, tuntutan pasar yang berkembang, ketahanan pangan, kesehatan manusia, dan transisi dari orientasi produk ke ekonomi berbasis layanan.

Dalam acara Konferensi Internasional ini, peneliti ICRAF Indonesia, Junaidi Hutasuhut, hadir dan memaparkan dua topik presentasi, yaitu “Ecotourism: Another Benefit of Agro-Silvo-Fishery and Trigona Apiculture in Peatland Ecosystem of Baru Vilage, Banyuasin, South Sumatra”, dan “Monitoring Behaviour Change of Farmers to Support Ecologically Friendly Agricultural Management Programme ini Peatland Ecosystems”.

Agro-silvo-fishery berupa penanaman padi yang dikelilingi kolam untuk memelihara ikan lokal dengan penanaman palawija, pinang dan pohon buah-buahan, merupakan demoplot yang dibangun pada luasan sekitar 2 ha di Desa Baru, Banyuasin, Sumatera Selatan sejak tahun 2022 melalui Peat-IMPACTS program. Sementara demoplot lebah Trigona dibangun dengan menempatkan 15 stup lengkap dengan berbagai jenis tanaman pakan lebah. Kelompok tani menjadi pelaku dalam demoplot tersebut dan hasilnya dikelola oleh BUMDes, antara lain madu kelulut dan beras. Pupuk organik hasil buatan kelompok tani dimanfaatkan untuk budidaya padi dan ikan serta dijual melalui BUMDes.

Dukungan dari pemerintah kabupaten dan desa menjadi penyemangat bagi masyarakat desa dalam melaksanakan kegiatan. Selain memberikan hasil berupa produk, keberadaan kolam dan ikan menjadi daya tarik bagi para pemancing, hingga menjadi suatu agenda ekowisata rutin yang memberikan manfaat secara ekonomi. Bahkan, budidaya lebah Trigona telah dikunjungi oleh desa-desa lain sebagai tempat belajar.

Pendampingan dan pelatihan telah diberikan untuk kelompok tani di Desa Baru, sehingga terjadi perubahan perilaku, yaitu menerapkan model bisnis yang saat ini dikembangkan. Pemantauan terhadap perubahan perilaku telah dilakukan dengan menilai berdasarkan tahapan Kesadaran, Keinginan, Pengetahuan, Kemampuan, dan Penguatan.

Selama 1,5 tahun kegiatan demoplot, telah ada tiga orang petani yang meniru berbudidaya lebah Trigona hingga mencapai 101 stup lebah, dan lima petani meningkat kompetensinya sebagai pembuat pupuk organik secara individu, bahkan telah menjadi nara sumber pembuatan pupuk organik di desa lain.

Wawasan yang dihadirkan dalam konferensi ini diharapkan akan berkontribusi secara signifikan dalam menyelesaikan masalah hutan dan lingkungan tropis. Dengan memanfaatkan pengetahuan dalam pengelolaan pertanian, untuk dapat memastikan pangan berkualitas tinggi, mengembalikan keberlanjutan ekosistem hutan, dan mengejar alternatif energi terbarukan.

Aspirasi dari acara ini adalah untuk memperkuat jaringan global dan kerjasama dalam pengelolaan agroforestri tropis, memicu solusi inovatif yang sejalan dengan tujuan abad ke-21.

Oleh: Tikah Atikah

—–

Keynote speaker slides dapat diunduh disini: https://s.ub.ac.id/ictaf23

Pelatihan Pupuk Organik: meningkatkan kesadaran dan kemampuan petani menuju pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan

Pupuk organik merupakan komponen penting dalam praktik pertanian ramah lingkungan terutama pada ekosistem lahan gambut yang memiliki tingkat kemasaman lebih tinggi . Umumnya petani menggunakan kotoran hewan (KOHE) seperti kotoran sapi, ayam atau kambing sebagai bahan baku pupuk organik. Namun besarnya kebutuhan dan terbatasnya ketersediaan KOHE membuat petani kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku pupuk organik.

Melalui program #PeatIMPACTS telah mendampingi pelatihan pembuatan pupuk organik di dua desa pilot, Desa Baru dan Daya Kesuma di Kabupaten Banyuasin, dalam upaya meningkatkan kapasitas petani dalam pengelolaan pupuk organik secara mandiri. Pelatihan ini diawali dengan sosialisasi mengenai teknik pengomposan, jenis bahan baku yang digunakan, dan peralatan yang diperlukan. Pelatihan ini diikuti oleh kelompok tani binaan, kelompok perempuan, dan beberapa perangkat desa.

Bahan baku pupuk organik adalah rumput sejenis kumpai yang ada di persawahan, kotoran sapi, EM4 dan gula. Peserta pelatihan bergotong royong mencacah bahan baku dan mencampurkan bahan-bahan sesuai dengan arahan, dilanjutkan dengan pengomposan. Selama proses pengomposan, bahan campuran dibolak-balik agar merata dan maksimal.

Pendamping pelatihan, Iskak Nugky dari ICRAF menjelaskan, bahwa dalam pembuatan pupuk organik, para petani juga dapat memanfaatkan bahan-bahan organik yang tersedia di sekitarnya, seperti rumput, jerami padi, batang jagung dan bahan organik lainnya.

Penerapan pupuk organik tidak hanya memberikan dampak positif bagi lingkungan, juga secara berkelanjutan dapat meningkatkan kesuburan lahan pertanian. Selain itu, pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan baku pupuk dapat mengurangi tingkat kebakaran lahan, karena seresahnya dapat dimanfaatkan dengan lebih baik.

Harapannya, petani dan masyarakat akan semakin menyadari betapa pentingnya penggunaan pupuk organik dalam praktik pertanian mereka. Dengan pengetahuan yang diberikan, diharapkan tercipta kemandirian dalam memenuhi kebutuhan akan pupuk organik, bahkan membuka peluang untuk menjualnya kepada petani lain yang membutuhkan, sebagai alternatif sumber pendapatan ekonomi keluarga petani.

Oleh: Junaidi Hutasuhut

Wakil Presiden RI Tegaskan PentingnyaKomitmen Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia

Dengan mengusung tema “Menuju Keluarga Bebas Stunting, untuk Indonesia Maju”, peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-30 tahun 2023 telah sukses diselenggarakan di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan pada tanggal 3-6 Juli 2023. Puncak peringatan acara ini dihadiri oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, K.H. Ma’ruf Amin, Menteri Kesehatan RI, BKKBN, Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Selatan, Bupati/Walikota dan Instansi lainnya se-Indonesia.

Peringatan Harganas ke-30 menjadi momentum istimewa dalam mewujudkan keluarga yang berkualitas dan mempercepat penurunan stunting. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala BKKBN, dr. Hasto Wardoyo, bahwa mengurangi jumlah kelahiran yang berdampak pada peledakan jumlah penduduk sudah bukan menjadi tantangan lagi, tetapi upaya untuk mengurangi kesenjangan fertility rate antar provinsi dan percepatan penanganan stunting menjadi fokus utama.

Percepatan penurunan angka stunting telah dicapai Sumatera Selatan. Hal ini disampaikan oleh Gubernur Sumsel, H. Herman Deru yang menyampaikan bahwa angka stunting Sumsel dari 24.8% telah menurun menjadi 18.6%. Beliau mengapresiasi keberhasilan ini berkat kerja sama antara BKKBN RI, Kementerian Kesehatan, Bupati, Walikota dan Tim Penggerak PKK.

Dalam sambutannya Wakil Presiden RI, Prof. Dr. K. H. Ma’ruf Amin menekankan bahwa pentingnya keluarga tidak hanya dalam membentuk generasi, namun juga terhadap dampak stunting pada kualitas individu. Beliau mengatakan, “Masyarakat dan Bangsa Tergantung Keluarganya. Keluarga secara internal berperan dalam melahirkan generasi yang sehat dan secara eksternal menumbuhkan masyarakat dan negara yang hebat. Kesadaran masyarakat dalam memprioritaskan pemenuhan asupan gizi keluarga dan pengasuhan anak secara layak harus lebih ditingkatkan”.

Pemenuhan asupan gizi ini dapat diperoleh melalui pemanfaatan pangan lokal dan perilaku hidup serta pergaulan yang sehat. Semua itu harus menjadi aspek yang diperhatikan dan menjadi catatan penting dalam pengasuhan anak secara layak, tambah beliau.

ICRAF Indonesia berkesempatan mengikuti acara dengan menampilkan produk-produk dari hasil pengembangan model usahatani. Pengembangan ini merupakan bagian dari project Peat-IMPACTS yang saat ini diimplementasikan di desa pilot di Kabupaten Banyuasin yang berkolaborasi bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuasin. Model usahatani agroforestri dan paludikultur yang diterapkan di desa pilot tersebut bertujuan untuk meningkatkan penghidupan masyarakat desa, namun tetap menjaga ekosistem gambut. Praktik-praktik usahatani yang ramah lingkungan diterapkan pada lahan-lahan tidur yang dianggap sulit untuk diusahakan oleh masyarakat dengan memodifikasi lahan, seperti mina padi dan budidaya lebah kelulut.

Dari model usahatani tersebut dihasilkan beberapa produk unggulan yang dipamerkan, antara lain beras, pupuk organik cair dan padat, serta madu kelulut. Beras dihasilkan dari pemanfaatan lahan tidur di kawasan hidrologi gambut melalui sistem mina padi. Selain beras, dalam sistem mina padi ini juga berpotensi menghasilkan produk berupa ikan, jagung, sayur-sayuran dan buah-buahan yang sangat penting untuk meningkatkan gizi keluarga petani yang tentunya akan turut berkontribusi dalam mengatasi masalah stunting pada anak-anak.

Pupuk organik cair dan padat yang diproduksi oleh kelompok tani dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas tanaman pangan dan mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia serta berkontribusi dalam menjaga kesuburan tanah secara berkelanjutan. Madu kelulut yang dapat membantu meningkatkan imunitas tubuh dan mencegah masalah kesehatan.

Bupati Banyuasin H. Askolani, SH., MH, yang hadir sebagai tuan rumah acara Harganas 2023, mengunjungi booth pameran kolaborasi antara Pemerintah Kabupaten Banyuasin dan ICRAF Indonesia sebagai bentuk apresiasi atas kiprah ICRAF di Provinsi Sumatera Selatan. Beliau menyampaikan bahwa melalui pendampingan, pengembangan, dan pemberdayaan petani Desa Baru, kapasitas petani dapat ditingkatkan dalam menggali potensi dan keunggulan hasil pertanian, dengan dampak positif pada keberlanjutan usahatani, ekonomi keluarga, dan pendapatan daerah masyarakat desa. Dengan dukungan praktik usahatani ini, diharapkan masyarakat dapat mencapai kemandirian ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

oleh: Agrian Maulana dan Tikah Atikah

Desa Penanggoan Duren Bersiap Mengembangkan Potensi Penghidupan Desa

Pemerintah Desa Penanggoan Duren di Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir siap mendukung program peningkatan penghidupan masyarakat berwawasan lingkungan.

Melalui program Peat-IMPACTS, ICRAF telah menggali potensi dan permasalahan dalam penghidupan masyarakat dan lingkungan di beberapa desa di Sumatera Selatan, termasuk Desa Penanggoan Duren. Seluruh hasil penggalian penelitian data dan informasi yang terkumpul didokumentasikan dalam Peta Jalan Gambut Lestari (PEGARI).

Mengawali kegiatan implementasi, tim ICRAF bertemu dengan perangkat Desa Penanggoan Duren dan para petani karet untuk menyampaikan rencana kegiatan peningkatan kapasitas petani berupa pelatihan-pelatihan kepada kelompok tani. Kunjungan ini juga untuk mendiskusikan mengenai pembentukan kelompok tani sebagai Tim Kerja Desa (TKD) yang selanjutnya akan dilibatkan dalam pelatihan.

Suhaimi, Sekretaris Camat Tulung Selapan yang turut hadir pada pertemuan ini menyampaikan harapan dengan hadirnya ICRAF dapat membantu perekonomian masyarakat desa yang pada saat ini bergantung pada kebun karet sebagai mata pencaharian utama, sekaligus membantu menjembatani antara desa dengan pihak-pihak terkait di Kabupaten OKI.

Harapan lainnya disampaikan Sudarmadi, Kepala Desa Penanggoan Duren, yang mengapresiasi kehadiran ICRAF dalam mendukung dan membantu meningkatkan produktivitas karet masyarakat dan memberikan solusi penerapan sistem Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB).

“Untuk pemanfaatan kebun karet bisa dengan menanam tanaman sela, seperti tanaman musiman dan komoditi lainnya. Sehingga petani tidak hanya berfokus pada satu komoditi saja. Hal ini bisa menambah pendapatan masyarakat dan pengelolaan kebun bisa berkelanjutan”, kata Subekti Rahayu, Pimpinan Paket Kerja 3 program Peat-IMPACTS/ICRAF, dilanjutkan dengan penyerahan buku Peta Jalan Gambut Lestari (PEGARI) yang berisi potensi penghidupan desa yang dapat dikembangkan oleh masyarakat desa.

Oleh: Romadhona Hartiyadi

Desa Nusakarta Menuju Keseimbangan Pangan dan Perkebunan

Siang menjelang sore di sebuah kafe ala kota, aroma kopi petik merah mengiringi semangat dan kehangatan diskusi sehangat kopi racikan barista Pesona Alam Desa Nusakarta, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan.

Bersama perwakilan Desa, tim kerja Desa, BUMDesa, dan Kelompok perempuan, ICRAF Indonesia melalui program Peat-IMPACTS membahas design dan implementasi model agroforestri untuk peremajaan kebun kelapa sawit yang sebelumnya adalah kelapa sawit monokultur.

Menurut Furqon, Sekretaris Desa Nusakarta, masyarakat di Desa Nusakarta saat ini mengandalkan pendapatan yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit monokultur dan pertanian. Meskipun padi adalah sebagai komoditas utama, namun menghadapi berbagai tantangan, seperti terbatasnya satu kali tanam per tahun, ketergantungan pada pupuk bersubsidi, dan ancaman serangan hama yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil. Umur tanaman kelapa sawit saat ini sudah sangat tua, yaitu sekitar 25 tahun dengan ketinggian diatas 10 meter, sehingga petani terkendala dalam proses pemanenan dan banyak yang sudah tidak produktif lagi.

Pendirian plot percontohan seluas 0,5 hektar menandai langkah signifikan dengan menerapkan model agroforestri peremajaan kelapa sawit yang diintegrasikan dengan pinang dan alpukat. Plot percontohan ini sekaligus menjadi kebun belajar praktik Pertanian baik, melalui tiga jenis kegiatan, yaitu Sistem Usaha Tani, Pemasaran & Kelembagaan serta Konservasi. Sehingga masyarakat di Desa Nusakarta akan mendapatkan manfaat positif dari pembelajaran sistem agroforestri dan mempromosikan dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman belajar yang berkelanjutan.

Penyerahan buku “Menuju Desa Gambut Lestari” sebagai model bisnis untuk Desa Nusakarta. Photos by Mushaful Iman/ICRAF Indonesia

Dr. Sonya Dewi, Direktur ICRAF Indonesia, mengungkapkan komitmen ICRAF dalam mendukung kegiatan program Peat-IMPACTS yang didanai oleh IKI. Melalui program ini, ICRAF akan terus memberikan dukungan dan pendampingan teknis kepada masyarakat, serta penguatan kapasitas masyarakan dan tata kelola lahan yang berkelanjutan.

ICRAF juga akan berperan sebagai jembatan kerja sama antara Desa dan pihak-pihak terkait. Kolaborasi dengan tim kerja Desa sangat penting agar apa yang telah dilakukan oleh ICRAF dan tim kerja desa dapat memberikan dampak positif, serat dijadikan contoh dan diterapkan oleh masyarakat Desa Nusakarta secara luas.

Diskusi partisipatif bersama perwakilan Desa, tim kerja Desa, BUMDesa, dan Kelompok perempuan di Desa Nusakarta.

Oleh: Tikah Atikah, Mushaful Iman dan Oktarinsyah Ade Pratama

KLHK Nobatkan Stand Terbaik 1 untuk Provinsi Sumatera Selatan dan ICRAF pada Indonesia Green Forestry Environment Expo 2023

Selaras dengan diadakan event pameran kehutanan terbesar di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kembali hadir menggelar 13th Indonesia Green Forestry and Environment Expo 2023 dengan tema “Sukseskan Indonesia’s Folu Net Sink 2030 melalui sinergitas Sektor Kehutanan dan Sektor Industri”. Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi (DLHP) Sumsel menggandeng ICRAF Indonesia untuk turut menyukseskan perhelatan pameran kehutanan terbesar di Indonesia.

Kesempatan istimewa ini merupakan langkah strategis untuk berbagi dan saling bertukar informasi dan pengetahuan mengenai berbagai kegiatan riset aksi yang dijalankan ICRAF melalui Program #PahlawanGambut (Peat-IMPACTS) dan #LahanUntukKehidupan (Land4Lives) di beberapa provinsi di Indonesia.

Lokus kegiatan riset aksi yang berada di Provinsi Sumatera Selatan merupakan upaya pemberdayaan dan peningkatan kapasitas petani, perbaikan pengelolaan agroforestri, pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) dan peningkatan penghidupan berwawasan lingkungan menuju pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan guna mendukung program Indonesia dalam Strategi Pembangunan Rendah Karbon Jangka Panjang dan Ketahanan Iklim, dengan salah satu komitmen penting adalah mencapai netralitas karbon pada tahun 2060 melalui nol emisi kumulatif dan penyerapan, di mana sektor kehutanan dan tata guna lahan memainkan peran penting.

Sertifikat penghargaan untuk Stand Terbaik I kategori pemerintah provinsi

Dengan menggelar berbagai macam produk pengetahuan dan informasi, stand Provinsi Sumatera Selatan dan ICRAF menerima lebih dari 250 pengunjung dari berbagai kalangan, mayoritas dari generasi muda (pelajar dan mahasiswa). Dengan sangat antusias selain untuk mengetahui berbagai informasi mengenai riset aksi ICRAF, mereka juga mengikuti berbagai games seputar sistem agroforestri dan budidaya pertanian ramah lingkungan, sumber penghidupan masyarakat yang tinggal di area gambut beserta ekosistemnya, juga isu gender dan peran perempuan dalam berketahanan iklim.

Tak kalah antusias, para pengunjung dari akademisi, pemerintah daerah, pelaku dunia usaha, berbagai komunitas dan masyarakat dari dalam maupun luar DIY berkunjung untuk mendapatkan beberapa publikasi versi cetak maupun digital.

Para pemenang games yang diadakan oleh ICRAF

Para peserta pameran lainnya juga menyuguhkan beragam produk lokal seperti kerajinan tangan, hasil hutan bukan kayu yang bersumber dari praktik pengelolaan hutan lestari, pangan lokal, dll. Hal ini memberikan gambaran atas keragaman kekayaan Nusantara yang patut diperkenalkan kepada generasi muda untuk menambah pengetahuan dan mengajak mereka berinovasi dan kreatif dalam menjaga ekosistem hutan, alam dan budaya.

Acara pendukung lainnya yaitu talkshow dengan berbagai topik terkait isu perubahan iklim, peran perempuan dan generasi muda dalam pelestarian lingkungan hidup, yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat dalam upaya perlindungan keanekaragaman hayari dan ekosistem, pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui kemitraan kehutanan, perhutanan sosial, kemitraan konservasi, serta informasi peran sektor kehutanan dan lingkungan hidup dalam upaya pengendalian perubahan iklim.

ICRAF beraksi disaat pengunjung berdatangan dari berbagai kalangan masyarakat

Para peserta pameran juga diajak untuk ikut dalam lomba mural dan poster, aneka gerai komunitas kopi, stand up komedi, dan pembagian bibit pohon.

Pameran yang diselenggarakan selama empat hari pada tanggal 2-5 Maret 2023 ini berlokasi di Jogja Expo Centera, Yogyakarta.

Oleh: Tikah Atikah dan Agrian Maulana

Membuka Lahan Tanpa Bakar, Pilihan Terbaik Mengelola Lahan Gambut

Membakar lahan sebagai persiapan dalam penanaman padi telah dipraktikkan oleh petani di Desa Baru dan Daya Kesuma sejak lama. Namun, saat ini pemerintah memberlakukan aturan penyiapan lahan tanpa bakar sebagai salah satu cara untuk mengurangi kejadian kebakaran lahan gambut yang berdampak negative bagi lingkungan.

Membekali pengetahuan dan meningkatkan kapasitas petani mengenai cara pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) melalui pelatihan adalah hal yang sangat penting dilakukan. Sebagai bagian dari implementasi Project Peat Impact, pelatihan PLTB telah diadakan di Desa Baru dan Daya Kesuma pada Bulan September 2022. Pelatihan ini terselenggara atas kerjasama antara Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Banyuasin dengan ICRAF Indonesia. Dalam pelatihan ini, DLHK mengirimkan dua orang nara sumber dan menyediakan peralatan pelatihan.

Dua narasumber dihadirkan dalam pelatihan ini untuk memberikan pemahaman mengenai pembukaan lahan tanpa bakar. Diawali oleh Abas Kurip, dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyuasin yang memberikan penjelasan dan gambaran kerusakan lingkungan khususnya di kawasan hidrologi gambut akibat kebakaran maupun pembakaran saat pembukaan lahan.

“Dampak asap dari pembakaran itu bisa sampai ke daerah lain, bahkan kalau kebakaran luar biasa bisa sampai keluar negeri. Tentunya akan menyebabkan kerugian secara materi dan harga diri bangsa kita, karena dianggap mencemari lingkungan. Pemerintah telah membuat aturan mengenai pembukaan lahan dengan tanpa membakar dan setiap orang berkewajiban menanggulangi kebakaran hutan dan lahan, seperti di kebun, sawah, ladang dan kebun sawit; dan kita harus mengikuti ketentuan yang berlaku”, ujar Abas.

“Pembukaan lahan dengan membakar akan menyebabkan kerusakan fisik tanah dan air, juga berdampak pada rusaknya ekosistem tumbuhan dan hewan yang berada di area terjadinya kebakaran”, tambah Abas.

Materi pelatihan selanjutnya adalah mengenai cara membuka lahan tanpa bakar yang disampaikan oleh Tukio, Koordinator Penyuluh Kabupaten Banyuasin sebagai. Nara sumber menyebutkan  terdapat dua cara membuka lahan tanpa bakar. Pertama, memanfaatkan sampah sisa pembukaan lahan dengan menjadikannya sebagai pupuk organik, yaitu dengan meletakkan sisa vegetasi dalam rumpukan yang dibuat dalam lorong-lorong. Setelah itu rumpukan sampah disemprot dengan cairan yang mengandung microorgamisme seperti MOL atau EM4 agar mempercepat penguraian sampah menjadi pupuk kompos. Cara kedua adalah mengolah sisa pembukaan lahan dengan teknologi sederhana berupa alat yang sering disebut mesin pirolisis. Alat ini berupa dua drum tempat pembakaran dan satu drum sebagai kondensor yang diambil hanya bagian bawah untuk menampung asap cair dan pipa stainless untuk mengalirkan asap agar mendingin dan menghasilkan cairan.

“Proses pembakaran yang terkendali seperti ini selain mempercepat proses pembersihan sisa pembukaan lahan, juga memiliki manfaat dari proses pembakaran yaitu berupa asap cair. Asap cair ini memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai bahan pengawet, pupuk, insektisida, bahkan bisa untuk bahan kosmetik. Pemanfaatan yang bisa diterapkan di Desa Baru dan Daya Kesuma serta desa yang masuk dalam program ini adalah sebagai pupuk, insektisida pengusir hama, dan bahan pengawet. Bahan pengawet ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan usaha ikan asap, juga dapat digunakan sebagai pembeku getah karet. Dengan menggunakan asap cair pembekuan getah karet akan lebih cepat dan tidak berbau”, ungkap Tukio disaat menunjukan proses pembekuan getah karet dengan menggunakan asap cair di depan peserta pelatihan.

Peserta pelatihan juga diajak untuk praktek langsung membuat asap cair. Tukio menjelaskan bahwa sisa pembukaan lahan berupa kayu dan lainnya dimasukan ke dalam drum yang bagian bawah, dan sampingnya dilubangi agar ada udara yang masuk guna proses pembakaran. Dua drum penampung dihubungkan dengan pipa stainless untuk mengalirkan asap panas menuju drum kondensor untuk proses pendinginan dari hasil pembakaran bahan baku dari drum pembakaran.

Melihat proses pembuatan asap cair yang mudah dan sederhana ini membuat warga desa yang ikut dalam pelatihan ini merasakan ilmu yang mereka terima sangat bermanfaat. Abdul Munir, salah satu peserta pelatihan yang juga merupakan anggota Tim Kerja Desa dengan seksama memperhatikan peralatan pembuat asap cair bahkan hingga membolak balik drum untuk memastikan bentuk dan fungsinya.

Tak tanggung-tanggung, Jumali, Kepala Desa Daya Kusuma mengungkapkan keinginannya untuk memiliki alat ini, “Alat ini ditinggal saja di Desa Daya Kusuma, jangan dibawah pulang”. Sementara Kepala Desa Baru, Alpino, mengajak warganya untuk dapat membuat alat ini untuk kebutuhan kegiatan di desanya.

Turut hadir Martini Yulia, mewakili Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyuasin yang mengatakan “Pelatihan edukasi ini merupakan kegiatan berbagi ilmu yang sesuai dengan keinginan kita bersama sama untuk membuka lahan tanpa bakar. Kebakaran yang sering terjadi menyebabkan dampak yang luas, membahayakan manusia juga pada eksosistem. Limbah dari pembukaan lahan yang dianggap sisa atau buangan sebenarnya mempunya nilai ekonomis. Dengan teknologi sederhana yang ramah lingkungan, limbah dapat diolah menjadi bahan yang memiliki banyak manfaat, seperti asap cair. Diharapkan pelatihan ini dapat dipahami dan diimplementasikan oleh para warga desa, sehingga dapat menjadikan manfaat bagi kita semua”.

Para petani yang ikut terlibat dalam program Peat-IMPACTS ICRAF Indonesia ini mendapatkan penyuluhan dan pelatihan di Desa Baru (5-6 Desember 2022) dan Desa Daya Kusuma (13-14 Desember 2022) juga merupakan bentuk dukungan dan kolaborasi pemerintah daerah Kabupaten Banyuasin.

Dukungan dari pemerintah dan pihak terkait lainnya melalui penerapan Program Pertanian Ramah Lingkungan yang sedang berjalan ini merupakan angin segar bagi para petani untuk kesinambungan kemajuan desa serta meningkatkan kapasitas petani yang hidup di kawasan hidrologis gambut (KHG) Kabupaten Banyuasin.

Oleh: Mushaful Imam dan Tikah Atikah

Menuju Desa Gambut Lestari di Kabupaten Kubu Raya

ICRAF Indonesia bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kubu Raya menyelenggarakan kegiatan Lokakarya Menuju Desa Gambut Lestari di Kabupaten Kubu Raya, pada Rabu, 14 September 2022.

Kegiatan ini merupakan muara dari berbagai hasil kajian lapang yang telah dilaksanakan oleh para Peneliti Muda Gambut (PMG) Kalimantan Barat sebagai bagian dari upaya #PahlawanGambut di Kalimantan Barat.

Temuan-temuan dari kajian lapang telah dirangkum menjadi sebuah dokumen berjudul “Peta Jalan Gambut Lestari” yang disampaikan kepada 27 desa yang sebelumnya telah dikunjungi oleh PMG sebagai lokasi penelitian. Melalui lokakarya ini, dokumen tersebut dibahas bersama para pemangku kepentingan dari tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten, untuk mendapatkan masukan bagi langkah pengelolaan lahan gambut lestari di 27 desa tersebut.

Kegiatan dibuka oleh Bupati Kabupaten Kubu Raya, H. Muda Mahendrawan, SH, MKn, yang dalam sambutannya menyampaikan keyakinan dan optimismenya akan masa depan pengelolaan lahan gambut di Kab. Kubu Raya.

“Kita yakin dan optimis dengan Kubu Raya, karena lahan gambut sudah menjadi bagian kehidupan kita, tinggal kita memperkuat perlakukan untuk memberikan kontribusi bagi diri kita sendiri, bumi kita dan bagi dunia ini,” ujarnya.

Lebih Lanjut Bupati mengatakan, “Jika sumberdaya di desa bisa dikelola dengan baik maka tidak akan pernah habis. Jika desa bisa mandiri pangan maka inflasi ekonomi juga bisa ditekan, karena yang paling besar dari biaya rumah tangga adalah biaya pangan.” Bupati juga berterima kasih kepada ICRAF dan mitra pembangunan lainnya, dan berharap agar penelitian ICRAF dapat memperkuat program-program yang akan dilakukan ditingkat desa dan dapat turut serta mendukung kemandirian pangan.

Turut hadir dalam kegiatan lokakarya, Kepala Dinas PMD Kubu Raya dan OPD Kabupaten Kubu Raya, OPD Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, perwakilan kecamatan, perwakilan 27 Desa area penelitian, dan mitra pembangunan yang ada di Kabupaten Kubu Raya dan Provinsi Kalimantan Barat.

Dalam sambutannya, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kubu Raya, Drs. Jakariansyah, MSi, mengatakan, “Para kepala desa hari ini diundang untuk bersama-sama berbicara tentang apa saja hasil penelitian yang telah dilakukan. Harapannya, hasil penelitian tersebut dapat menjadi bagian dari kebijakan yang diterapkan bagi pemberdayaan masyarakat di desa maupun kabupaten, baik secara ekonomi maupun pembangunan.”

Jakariansyah juga berharap agar kedepannya desa-desa yang terpilih dapat menjadi pelopor dan garda depan bagi desa-desa lainnya, serta dapat membuat kebijakan dan memasukkannya di dalam Rencana Kerja Desa (RKD) setiap tahunnya, nantinya DPMD dan para mitra pembangunan seperti ICRAF Indonesia akan bersama-sama mendampingi.

Sementara itu, Koordinator Program Peat-IMPACTS, ICRAF Indonesia, Feri Johana, dalam pernyataannya mengatakan, “Hari ini ICRAF bersama DPMD Kubu Raya, mitra pembangunan, perwakilan camat dan desa, bersama-sama melakukan diskusi terkait kegiatan penelitian yang telah diadakan di 27 desa oleh 55 Peneliti Muda Gambut yang hasilnya terangkum dalam Dokumen Peta Jalan Gambut Lestari. Tindak lanjut dari kegiatan ini akan disusun rekomendasi yang dapat digunakan untuk pengelolaan lahan gambut bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, yang hasil akhirnya akan difinalisasi oleh DPMD.”

Menurut Feri, nantinya akan ada follow-up dengan kegiatan-kegiatan nyata di tingkat desa, khususnya di enam desa terpilih yang akan menjadi tempat kegiatan percontohan. Kegiatan akan dikembangkan melalui pembuatan komitmen dari para pihak dalam melakukan program pembangunan di desa-desa sekitar kawasan gambut, dengan berbagai inisiatif pengembangan model bisnis yang merupakan aspirasi dari masyarakat melalui berbagai proses diskusi awal yang sudah dilakukan di tingkat desa. Pengembangan model bisnis ini akan disempurnakan pada saat kegiatan lapangan yang akan dilaksanakan di masing-masing desa terpilih.

Dokumen Peta Jalan Gambut Lestari (PEGARI) juga secara simbolis diserahkan oleh Bupati Kubu Raya kepada perwakilan desa terpilih yang akan menjadi lokasi percontohan kegiatan, yakni Desa Kubu, Bengkarek, Radak Dua, Permata, Pasak, dan Sungai Asam. Dokumen tersebut kemudian dibahas di dalam sesi Diskusi Terfokus (FGD) untuk mendapatkan masukan dan perbaikan.

Dokumen PEGARI merupakan hasil penelitian yang dapat digunakan untuk menyusun strategi pengelolaan dan restorasi gambut pada desa-desa pada Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Terentang-Sungai Kapuas dan Sungai Kapuas – Sungai Ambawang di wilayah Kab. Kubu Raya. Proses penyusunan dilaksanakan secara bertahap dan melibatkan berbagai pihak di desa, melalui wawancara, survei rumah tangga, maupun diskusi kelompok terpumpun. Analisis data kemudian dilakukan di tingkat desa.

Dokumen PEGARI tersebut disusun dengan alat bantu ALLIR (Assessment of Livelihoods and Landscapes to Increase Resilience) atau ‘Penilaian Modal Penghidupan dan Bentang Lahan untuk Meningkatkan Resiliensi’.

Susunan dokumen PEGARI terbagi menjadi empat bagian. Pertama, membahas mengenai karakteristik penghidupan desa di lahan gambut Sumatera Selatan. Kedua, menjabarkan strategi peningkatan penghidupan berkelanjutan masyarakat pada kawasan hidrologis gambut. Ketiga, peta jalan peningkatan penghidupan berkelanjutan yang terdiri dari opsi intervensi, kelembagaan, faktor pemungkin, dan perubahan perilaku dalam menuju desa gambut yang lestari. Keempat, merupakan bagian penutup berupa ringkasan dari masing-masing bab yang telah dijabarkan sebelumnya.

Diharapkan dokumen yang telah disusun dapat memperkaya informasi dan memperluas pandangan pemangku kepentingan dan masyarakat desa terhadap berbagai opsi penghidupan lestari di dalam ekosistem gambut. Dokumen ini juga dapat digunakan sebagai rujukan bagi rencana pembangunan desa maupun pemangku kepentingan terkait lainnya, baik pada tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional.

Pada sesi dialog, salah satu perwakilan desa yakni Kepala Desa Permata menyampaikan bahwa selama ini telah ada banyak penelitian ataupun program di Desa Permata oleh berbagai lembaga, dan mereka (masyarakat desa) seringkali hanya menjadi objek penelitian ataupun kegiatan, sehingga Ia berharap pada program ICRAF kali ini mereka dapat lebih dilibatkan sebagai subyek, dan program yang dilaksanakan dapat berkelanjutan. (DR)

RAD-KSB: Peluang Sumsel Wujudkan Tata Kelola Sawit Berkelanjutan

Sebagai bentuk komitmen bagi pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melalui Dinas Perkebunan, bersama para pihak terus melanjutkan kegiatan penyusunan Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD-KSB) Provinsi Sumatera Selatan.

Kegiatan RAD-KSB kali ini dikemas dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) selama dua hari, 1-2 September 2022, di Ballroom Hotel Aryaduta Palembang, dengan tema Focus Group Discussion: Penetapan Program Kegiatan Prioritas dan Pleno Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD-KSB) Provinsi Sumatera Selatan.” FGD ini merupakan kegiatan yang ketiga, setelah sebelumnya Sumsel melaksanakan Lokakarya pada 27 Juli 2022, untuk menghimpun masukan dan menginventarisasi program atau kegiatan prioritas daerah, serta menyusun draf matriks rencana aksi RAD KSB Provinsi Sumatera Selatan.

Penyelenggaraan FGD terbagi kedalam dua sesi. Pada sesi pertama, FGD difokuskan pada pembahasan tentang program/kegiatan prioritas daerah dengan keluaran program, kegiatan, dan indikator yang akan ditetapkan. Adapun sesi berikutnya ditujukan untuk menyepakati rencana penulisan RAD KSB Provinsi Sumatra Selatan.

FGD melibatkan para pihak dari unsur OPD Provinsi Sumatera Selatan, Balai Konservasi, Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD), Asosiasi Pengusaha Sawit maupun Asosiasi Petani Sawit, Akademisi, Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi, NGO / Mitra pembangunan Sumsel, dan lainnya.

Sekretaris Dinas Perkebunan Sumatera Selatan, Dian Eka Putra, MSi, dalam sambutannya menyampaikan, “Hari ini merupakan FGD yang ke-3 untuk menetapkan program prioritas daerah dan akan dibuat pembagian kelompok bahasan yang disesuaikan dengan 5 komponen sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang (RAN KSB), yakni penguatan data, penguatan koordinasi dan infrastruktur, peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, tata kelola perkebunan dan penanganan sengketa, serta percepatan pelaksanaan sertifikasi ISPO dan akses pasar”.

Lebih lanjut Dian mengatakan, “Kegiatan ini merupakah langkah lebih lanjut bagi RAD KSB Sumsel dan harapannya sebelum akhir 2022, RAD-KSB telah selesai disusun dan dapat dilaksanakan oleh Disbun serta seluruh stakeholder yang terkait dengan komoditas kelapa sawit di Sumsel.”

Mandat penyusunan RAD-KSB menjadi peluang bagi pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan para pihak untuk dapat mewujudkan komitmen dan rencana ke depan dalam perbaikan tata kelola sawit secara berkelanjutan. RAD KSB merupakan arah pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial budaya.

Feri Johana, Koordinator Proyek Peat-IMPACT, ICRAF Indonesia, dalam pernyataannya mengatakan, “Penyusunan RAD KSB di Provinsi Sumatera Selatan merupakan tindak lanjut dari pengelolaan bentang lahan berkelanjutan dan pengelolaan gambut melalui skema pengembangan komoditas yang diusahakan berdasar prinsip-prinsip kelestarian  untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pengurangan resiko lingkungan, sehingga prosesnya haruslah bersifat inklusif dan berbasiskan data dan informasi terbaik saat ini.”

Penyusunan RAD KSB di Provinsi Sumatera Selatan tentunya menjadi bagian integral dari pengelolaan lahan yang berkelanjutan dengan pelibatan para pihak, dimana pengelolaan lahan berkelanjutan untuk pengembangan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi menjadi salah satu bagian penting.

Pada perencanaannya, penyusunan rencana pengembangan komoditas berkelanjutan tersebut memerlukan program, kegiatan dan indikator yang jelas dan sesuai melalui suatu wadah koordinasi dan konsultasi yang melibatkan para pemangku kepentingan. Oleh karenanya, penyelenggaraan FGD ini sebagai salah satu tahapan penting dalam penyusunan RAD KSB Provinsi Sumatra Selatan merupakan sebuah keharusan.

Sebagaimana diketahui, pertanian dan perkebunan telah menjadi salah satu sumber penghidupan utama masyarakat Provinsi Sumatera Selatan, termasuk didalamnya komoditas kelapa sawit. Kelapa sawit telah menjadi salah satu komoditas utama bagi masyarakat dengan luasan mencapai lebih dari 1 juta hektar. Dengan luasan yang cukup signifikan tersebut, dibutuhkan perencanaan yang komprehensif untuk dapat mengelola lahan perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi yang selaras dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca menjadi 29 persen secara mandiri. Berdasarkan pernyataan Dian Eka Putra, Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan juga mendorong para petani kelapa sawit swadaya untuk membentuk kelompok tani, agar bisa memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dalam penentuan harga jual tandan buah segar atau TBS. Dian mengemukakan bahwa awal pembangunan kebun kelapa sawit memang lebih ditekankan pada kemitraan. Namun seiring tren harga komoditas yang tinggi, menarik masyarakat untuk turut membuka kebun kelapa sawit secara mandiri.

Jika terdapat peningkatan iklim usaha komoditas sawit, maka pekebun akan mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas, sehingga memungkinkan terjadi percepatan sertifikasi ISPO, dan pada akhirnya target SDGs juga tercapai. RAN KSB maupun RAD KSB adalah sebuah kerangka kerja sehingga tujuan utamanya adalah untuk menghadirkan enabling environment atau lingkungan pemungkin bagi pembangunan kelapa sawit berkelanjutan.

Kegiatan penyusunan RAD-KSB Sumsel didukung oleh ICRAF Indonesia sebagai bagian upaya #PahlawanGambut di Sumatera Selatan, dimana sebagian perkebunan sawit di Sumsel berada diatas lahan gambut. #PahlawanGambut adalah sebuah gerakan untuk menghimpun pengetahuan, pembelajaran, pemahaman serta berbagai ide terkait pengelolaan gambut berkelanjutan oleh para penggiat, peneliti, pelaku usaha, petani dan generasi muda di Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat. (DR)