Keberhasilan model usaha tani yang diterapkan di suatu desa memerlukan dukungan dan peran serta multipihak, sesuai dengan semboyan yang populer digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Kubu Raya dengan “Kepung Bakol”, yaitu istilah lokal untuk memperkuat semangat bersinergi dan berkolaborasi untuk penyelenggaraan pembangunan dan pemerintahan di Kubu Raya.
Metode pendekatan dalam membangun kerangka pikir bagi pelaksana program yang berorientasi pada perubahan perilaku aktor, interaksi para aktor, serta pemetaan perubahannya, yang disebut sebagai “Outcome Mapping” dilaksanakan ICRAF Indonesia bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kubu Raya dengan melaksanakan Lokakarya Multipihak “Pengembangan Peta Jalan untuk Implementasi Model Bisnis dengan Menggunakan Kerangka Outcome Mapping”.
Melalui program Peat-IMPACTS yang berlokasi di enam desa percontohan di Kabupaten Kubu Raya, yaitu Desa Permata, Sungai Radak Dua, Sungai Asam, Kubu, Bengkarek, dan Pasak; kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan sebelumnya yang juga telah dilakukan penandatanganan Kesepakatan Pelaksanaan Pembangunan Berwawasan Lingkungan (KP2BL). Dan kali ini dilakukan untuk tiga desa contoh selanjutnya yang berada di kawasan hidrologis gambut (KHG) Sungai Terentang-Sungai Kapuas, yaitu Desa Permata, Desa Sungai Radak Dua dan Desa Kubu.
Lokakarya ini dilaksanakan untuk menyamakan persepsi, memetakan peran dan dukungan dari berbagai pihak dalam membangun model usaha tani yang berwawasan lingkungan. Model usaha tani yang telah disusun dan akan diimplementasikan antara lain, untuk Desa Permata adalah perbaikan Pengelolaan Hutan Desa: Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu, untuk Desa Kubu adalah Pengembangan HHBK di Kawasan Hutan dan Perhutanan Sosial Desa Kubu Melalui Perbaikan Tata Kelola, dan untuk Desa Sungai Radak Dua adalah Pengembangan sistem pertanian terpadu (pertanian-perikanan-perkebunan) untuk perbaikan pengelolaan lahan gambut dan peningkatan penghidupan masyarakat.
Diskusi dilakukan didalam kelompok masing-masing desa dengan model usaha tani yang telah disepakati bersama para pihak secara partisipatif. Karangwa Outcome mapping juga digunakan untuk memetakan peran para aktor, baik aktor yang akan dilihat perubahan perilakunya atau dikenal sebagai “mitra langsung” dan aktor pendukung yang dikenal sebagai “mitra strategis”.
Perubahan perilaku yang diinginkan pada mitra langsung akan mendapatkan berbagai dukungan dari berbagai pihak, terutama dalam peningkatan kapasitas. Dukungan keterlibatan dan pemikiran dari berbagai pihak juga telah dituangkan dan disepakati dalam penandatanganan Kesepakatan Pelaksanaan Pembangunan Berwawasan Lingkungan (KP2BL); dan para pihak yang terlibat tersusun didalam forum kerjasama multi pihak atau tim kerja bersama.
Kepala Bidang Kelembagaan, Pemberdayaan Masyarakat dan Kerjasama Desa, Sarinah, mewakili Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kubu Raya dalam sambutannya menyampaikan dukungan untuk mewujudkan pengelolaan gambut berkelanjutan dengan memperkuat kapasitas teknis, kelembagaan dan penyelarasan sektor publik dan swasta dengan kepung bakol, untuk bersama-sama membangun desa dengan tidak merusak ekosistem lingkungan dan meningkatkan penghidupan dan ekonomi desa. Salah satu cara meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) desa melalui pembentukan dan pembinaan BUMDes.
Hal ini selaras dengan penyampaian oleh Betha Lusiana, Peneliti ICRAF Indonesia bahwa kegiatan peningkatan penghidupan berwawasan lingkungan malalui pembentukan usaha tani ditingkat desa dengan tetap melindungi gambut dengan keterlibatan multipihak. Pelaksanakan kegiatan usaha tani yang berkelanjutan juga perlu adanya peningkatan kapasitas petani, lembaga keuangan dan pemerintah di desa.
Gambut merupakan ekosistem yang cukup penting, namun saat ini keadaannya cukup terancam karena banyak kerusakan yang terjadi. Salah satu penyebabnya adalah pengelolaan yang kurang tepat, serta pemahaman masyarakat mengenai opsi penghidupan dilahan gambut cukup terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penguatan kapasitas melalui model usaha tani yang dikembangkan berdasarkan karakteristik masing-masing desa dengan informasi dan data yang diperoleh. Sehingga kemampuan dalam mengelola gambut akan lebih memadai, penghidupan masyarakat meningkat, dan kelestarian ekosistem gambut tetap terjaga, ungkap Subekti Rahayu, WP3 Peat-IMPACTS Leader, ICRAF Indonesia.
Harapannya setelah pendampingan dilakukan di enam desa percontohan ini, kegiatan akan dilaksanakan secara mandiri dan berkelanjutan bersama pemerintah desa dengan melibatkan mitra pendukung lainnya, dan akan menjadi model baik untuk desa-desa lainnya di Kubu Raya.
Lokakarya ini diselenggarakan pada tanggal 21-23 Februari 2023, yang dihadiri oleh Dinas terkait, LSM, perwakilan desa, asosiasi, pihak swasta dan lainnya.
Oleh Nurhayatun Nafsiyah & Tikah Atikah