Produk olahan menaikan nilai jual dan menambah sumber pendapatan masyarakat desa di Kubu Raya
Lahan gambut memungkinkan untuk diolah dengan tetap memperhatikan kelestarian alam. Ada beberapa komoditas tertentu yang dapat bertahan hidup dan dibudidayakan di lahan gambut, bahkan hasilnya pun bisa sangat melimpah. Namun sayangnya produksi melimpah ini tidak diiringi dengan permintaan pasar, sehingga menyebabkan harga jual produk hasil pertanian menjadi murah.
Saya, Zaki Ruhyaman, ikut dalam salah satu program ICRAF Indonesia melalui Peat-IMPACTS yang dinamakan Peneliti Muda Gambut (PMG) Kalimantan Barat. Kami Di saat turun ke lapang dan mengunjungi desa-desa di Kabupaten Kubu Raya, kami temukan beberapa contoh komoditas yang over production. Salah satunya timun yang merupakan hasil pertanian di Desa Pulau Limbung. Akses yang sulit untuk mencapai pasar membuat warga menjual produk pertaniannya menggunakan klotok, bahkan ada yang menjual hingga ke Kabupaten Sanggau.
Contoh lain, adalah buah nanas. Badan Pusat Statistik Kab. Kubu Raya melaporkan bahwa produksi nanas di Kab. Kubu Raya pada tahun 2018 merupakan komoditas yang produksinya paling besar, dan Kecamatan Sungai Raya adalah produsen terbesar untuk buah nanas. Namun lingkup penjualannya yang sempit dan permintaan pasar yang sedikit menyebabkan harga jual menjadi murah. Di Desa Sungai Asam, harga jual nanas bisa mencapai 2.000 rupiah per buah. Bahkan di Desa Muara Baru hasil nanas hanya dibagikan ke para tetangga.
Untuk komoditas jahe, di Desa Radak 1 dan Desa Permata, pada Bulan Maret 2020, harga jahe mencapai 80.000 rupiah per kilogram di Pasar Flamboyan. Hal ini memancing para petani untuk ikut menanam jahe hingga akhirnya panen jahe meningkat dan harganya menjadi murah.
Salah satu alternatif solusi untuk menjawab tantangan tersebut adalah mengolah produk hasil tani menjadi produk olahan yang memiliki nilai tambah. Nanas yang berlimpah di Desa Sungai Asam diolah oleh kelompok wanita tani menjadi berbagai produk olahan seperti dodol, kripik, selai. Nanas merupakan produk pertanian yang mudah rusak dan memiliki daya tahan produk kurang dari seminggu. Apabila saat distribusi terdapat memar pada buah nanas, maka daya tahan buahnya lebih pendek dan cepat busuk. Pengolahan produk ini memberi nilai tambah dan meningkatkan harga jual, serta memperpanjang daya tahan produk sehingga dapat dijual secara lebih luas.
Produksi jahe yang melimpah di desa Radak 1 dinilai oleh Ikatan Mahasiswa Terentang (IMATER) sebagai peluang apabila dapat diolah menjadi produk olahan seperti jahe instan. IMATER kemudian mengajak masyarakat Desa Radak 1 untuk membentuk kelompok usaha jahe. Bersama sebuah LSM mereka mulai membuat tempat produksi jahe instan yang dijual dengan nama Siliwangi. Produk jahe instan ini diproduksi hingga sekarang dan telah dijual ke beberapa mini market dan supermarket di Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak.
Di Desa Kubu, Kecamatan Kubu, kami menemukan adanya produksi gula merah dan gula semut. Lahan gambut tipis di Desa Kubu dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menjadi kebun kelapa hibrida. Kelapa hibrida ini dipanen dalam bentuk buah utuh dan nira yang disadap. Hasil sadapan nira diolah menjadi gula merah dan gula semut. Saat ini, Pemerintah Kubu sedang mendorong produk gula semut untuk menjadi produk unggulan karena memiliki nilai tambah yang tinggi, harga jualnya hampir 5 kali lipat dari gula merah dan juga memiliki khasiat untuk kesehatan.
Ketiga produksi produk olahan ini memiliki peluang yang dapat dikembangkan untuk menambah sumber penghidupan. Nilai tambah produk menjadi produk olahan diharapkan dapat membuka kesempatan untuk memperluas lingkup pemasaran serta menambah harga jual.