Top

KLHK Nobatkan Stand Terbaik 1 untuk Provinsi Sumatera Selatan dan ICRAF pada Indonesia Green Forestry Environment Expo 2023

Selaras dengan diadakan event pameran kehutanan terbesar di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kembali hadir menggelar 13th Indonesia Green Forestry and Environment Expo 2023 dengan tema “Sukseskan Indonesia’s Folu Net Sink 2030 melalui sinergitas Sektor Kehutanan dan Sektor Industri”. Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi (DLHP) Sumsel menggandeng ICRAF Indonesia untuk turut menyukseskan perhelatan pameran kehutanan terbesar di Indonesia.

Kesempatan istimewa ini merupakan langkah strategis untuk berbagi dan saling bertukar informasi dan pengetahuan mengenai berbagai kegiatan riset aksi yang dijalankan ICRAF melalui Program #PahlawanGambut (Peat-IMPACTS) dan #LahanUntukKehidupan (Land4Lives) di beberapa provinsi di Indonesia.

Lokus kegiatan riset aksi yang berada di Provinsi Sumatera Selatan merupakan upaya pemberdayaan dan peningkatan kapasitas petani, perbaikan pengelolaan agroforestri, pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) dan peningkatan penghidupan berwawasan lingkungan menuju pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan guna mendukung program Indonesia dalam Strategi Pembangunan Rendah Karbon Jangka Panjang dan Ketahanan Iklim, dengan salah satu komitmen penting adalah mencapai netralitas karbon pada tahun 2060 melalui nol emisi kumulatif dan penyerapan, di mana sektor kehutanan dan tata guna lahan memainkan peran penting.

Sertifikat penghargaan untuk Stand Terbaik I kategori pemerintah provinsi

Dengan menggelar berbagai macam produk pengetahuan dan informasi, stand Provinsi Sumatera Selatan dan ICRAF menerima lebih dari 250 pengunjung dari berbagai kalangan, mayoritas dari generasi muda (pelajar dan mahasiswa). Dengan sangat antusias selain untuk mengetahui berbagai informasi mengenai riset aksi ICRAF, mereka juga mengikuti berbagai games seputar sistem agroforestri dan budidaya pertanian ramah lingkungan, sumber penghidupan masyarakat yang tinggal di area gambut beserta ekosistemnya, juga isu gender dan peran perempuan dalam berketahanan iklim.

Tak kalah antusias, para pengunjung dari akademisi, pemerintah daerah, pelaku dunia usaha, berbagai komunitas dan masyarakat dari dalam maupun luar DIY berkunjung untuk mendapatkan beberapa publikasi versi cetak maupun digital.

Para pemenang games yang diadakan oleh ICRAF

Para peserta pameran lainnya juga menyuguhkan beragam produk lokal seperti kerajinan tangan, hasil hutan bukan kayu yang bersumber dari praktik pengelolaan hutan lestari, pangan lokal, dll. Hal ini memberikan gambaran atas keragaman kekayaan Nusantara yang patut diperkenalkan kepada generasi muda untuk menambah pengetahuan dan mengajak mereka berinovasi dan kreatif dalam menjaga ekosistem hutan, alam dan budaya.

Acara pendukung lainnya yaitu talkshow dengan berbagai topik terkait isu perubahan iklim, peran perempuan dan generasi muda dalam pelestarian lingkungan hidup, yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat dalam upaya perlindungan keanekaragaman hayari dan ekosistem, pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui kemitraan kehutanan, perhutanan sosial, kemitraan konservasi, serta informasi peran sektor kehutanan dan lingkungan hidup dalam upaya pengendalian perubahan iklim.

ICRAF beraksi disaat pengunjung berdatangan dari berbagai kalangan masyarakat

Para peserta pameran juga diajak untuk ikut dalam lomba mural dan poster, aneka gerai komunitas kopi, stand up komedi, dan pembagian bibit pohon.

Pameran yang diselenggarakan selama empat hari pada tanggal 2-5 Maret 2023 ini berlokasi di Jogja Expo Centera, Yogyakarta.

Oleh: Tikah Atikah dan Agrian Maulana

Membuka Lahan Tanpa Bakar, Pilihan Terbaik Mengelola Lahan Gambut

Membakar lahan sebagai persiapan dalam penanaman padi telah dipraktikkan oleh petani di Desa Baru dan Daya Kesuma sejak lama. Namun, saat ini pemerintah memberlakukan aturan penyiapan lahan tanpa bakar sebagai salah satu cara untuk mengurangi kejadian kebakaran lahan gambut yang berdampak negative bagi lingkungan.

Membekali pengetahuan dan meningkatkan kapasitas petani mengenai cara pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) melalui pelatihan adalah hal yang sangat penting dilakukan. Sebagai bagian dari implementasi Project Peat Impact, pelatihan PLTB telah diadakan di Desa Baru dan Daya Kesuma pada Bulan September 2022. Pelatihan ini terselenggara atas kerjasama antara Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Banyuasin dengan ICRAF Indonesia. Dalam pelatihan ini, DLHK mengirimkan dua orang nara sumber dan menyediakan peralatan pelatihan.

Dua narasumber dihadirkan dalam pelatihan ini untuk memberikan pemahaman mengenai pembukaan lahan tanpa bakar. Diawali oleh Abas Kurip, dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyuasin yang memberikan penjelasan dan gambaran kerusakan lingkungan khususnya di kawasan hidrologi gambut akibat kebakaran maupun pembakaran saat pembukaan lahan.

“Dampak asap dari pembakaran itu bisa sampai ke daerah lain, bahkan kalau kebakaran luar biasa bisa sampai keluar negeri. Tentunya akan menyebabkan kerugian secara materi dan harga diri bangsa kita, karena dianggap mencemari lingkungan. Pemerintah telah membuat aturan mengenai pembukaan lahan dengan tanpa membakar dan setiap orang berkewajiban menanggulangi kebakaran hutan dan lahan, seperti di kebun, sawah, ladang dan kebun sawit; dan kita harus mengikuti ketentuan yang berlaku”, ujar Abas.

“Pembukaan lahan dengan membakar akan menyebabkan kerusakan fisik tanah dan air, juga berdampak pada rusaknya ekosistem tumbuhan dan hewan yang berada di area terjadinya kebakaran”, tambah Abas.

Materi pelatihan selanjutnya adalah mengenai cara membuka lahan tanpa bakar yang disampaikan oleh Tukio, Koordinator Penyuluh Kabupaten Banyuasin sebagai. Nara sumber menyebutkan  terdapat dua cara membuka lahan tanpa bakar. Pertama, memanfaatkan sampah sisa pembukaan lahan dengan menjadikannya sebagai pupuk organik, yaitu dengan meletakkan sisa vegetasi dalam rumpukan yang dibuat dalam lorong-lorong. Setelah itu rumpukan sampah disemprot dengan cairan yang mengandung microorgamisme seperti MOL atau EM4 agar mempercepat penguraian sampah menjadi pupuk kompos. Cara kedua adalah mengolah sisa pembukaan lahan dengan teknologi sederhana berupa alat yang sering disebut mesin pirolisis. Alat ini berupa dua drum tempat pembakaran dan satu drum sebagai kondensor yang diambil hanya bagian bawah untuk menampung asap cair dan pipa stainless untuk mengalirkan asap agar mendingin dan menghasilkan cairan.

“Proses pembakaran yang terkendali seperti ini selain mempercepat proses pembersihan sisa pembukaan lahan, juga memiliki manfaat dari proses pembakaran yaitu berupa asap cair. Asap cair ini memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai bahan pengawet, pupuk, insektisida, bahkan bisa untuk bahan kosmetik. Pemanfaatan yang bisa diterapkan di Desa Baru dan Daya Kesuma serta desa yang masuk dalam program ini adalah sebagai pupuk, insektisida pengusir hama, dan bahan pengawet. Bahan pengawet ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan usaha ikan asap, juga dapat digunakan sebagai pembeku getah karet. Dengan menggunakan asap cair pembekuan getah karet akan lebih cepat dan tidak berbau”, ungkap Tukio disaat menunjukan proses pembekuan getah karet dengan menggunakan asap cair di depan peserta pelatihan.

Peserta pelatihan juga diajak untuk praktek langsung membuat asap cair. Tukio menjelaskan bahwa sisa pembukaan lahan berupa kayu dan lainnya dimasukan ke dalam drum yang bagian bawah, dan sampingnya dilubangi agar ada udara yang masuk guna proses pembakaran. Dua drum penampung dihubungkan dengan pipa stainless untuk mengalirkan asap panas menuju drum kondensor untuk proses pendinginan dari hasil pembakaran bahan baku dari drum pembakaran.

Melihat proses pembuatan asap cair yang mudah dan sederhana ini membuat warga desa yang ikut dalam pelatihan ini merasakan ilmu yang mereka terima sangat bermanfaat. Abdul Munir, salah satu peserta pelatihan yang juga merupakan anggota Tim Kerja Desa dengan seksama memperhatikan peralatan pembuat asap cair bahkan hingga membolak balik drum untuk memastikan bentuk dan fungsinya.

Tak tanggung-tanggung, Jumali, Kepala Desa Daya Kusuma mengungkapkan keinginannya untuk memiliki alat ini, “Alat ini ditinggal saja di Desa Daya Kusuma, jangan dibawah pulang”. Sementara Kepala Desa Baru, Alpino, mengajak warganya untuk dapat membuat alat ini untuk kebutuhan kegiatan di desanya.

Turut hadir Martini Yulia, mewakili Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyuasin yang mengatakan “Pelatihan edukasi ini merupakan kegiatan berbagi ilmu yang sesuai dengan keinginan kita bersama sama untuk membuka lahan tanpa bakar. Kebakaran yang sering terjadi menyebabkan dampak yang luas, membahayakan manusia juga pada eksosistem. Limbah dari pembukaan lahan yang dianggap sisa atau buangan sebenarnya mempunya nilai ekonomis. Dengan teknologi sederhana yang ramah lingkungan, limbah dapat diolah menjadi bahan yang memiliki banyak manfaat, seperti asap cair. Diharapkan pelatihan ini dapat dipahami dan diimplementasikan oleh para warga desa, sehingga dapat menjadikan manfaat bagi kita semua”.

Para petani yang ikut terlibat dalam program Peat-IMPACTS ICRAF Indonesia ini mendapatkan penyuluhan dan pelatihan di Desa Baru (5-6 Desember 2022) dan Desa Daya Kusuma (13-14 Desember 2022) juga merupakan bentuk dukungan dan kolaborasi pemerintah daerah Kabupaten Banyuasin.

Dukungan dari pemerintah dan pihak terkait lainnya melalui penerapan Program Pertanian Ramah Lingkungan yang sedang berjalan ini merupakan angin segar bagi para petani untuk kesinambungan kemajuan desa serta meningkatkan kapasitas petani yang hidup di kawasan hidrologis gambut (KHG) Kabupaten Banyuasin.

Oleh: Mushaful Imam dan Tikah Atikah

Menuju Desa Gambut Lestari di Kabupaten Kubu Raya

ICRAF Indonesia bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kubu Raya menyelenggarakan kegiatan Lokakarya Menuju Desa Gambut Lestari di Kabupaten Kubu Raya, pada Rabu, 14 September 2022.

Kegiatan ini merupakan muara dari berbagai hasil kajian lapang yang telah dilaksanakan oleh para Peneliti Muda Gambut (PMG) Kalimantan Barat sebagai bagian dari upaya #PahlawanGambut di Kalimantan Barat.

Temuan-temuan dari kajian lapang telah dirangkum menjadi sebuah dokumen berjudul “Peta Jalan Gambut Lestari” yang disampaikan kepada 27 desa yang sebelumnya telah dikunjungi oleh PMG sebagai lokasi penelitian. Melalui lokakarya ini, dokumen tersebut dibahas bersama para pemangku kepentingan dari tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten, untuk mendapatkan masukan bagi langkah pengelolaan lahan gambut lestari di 27 desa tersebut.

Kegiatan dibuka oleh Bupati Kabupaten Kubu Raya, H. Muda Mahendrawan, SH, MKn, yang dalam sambutannya menyampaikan keyakinan dan optimismenya akan masa depan pengelolaan lahan gambut di Kab. Kubu Raya.

“Kita yakin dan optimis dengan Kubu Raya, karena lahan gambut sudah menjadi bagian kehidupan kita, tinggal kita memperkuat perlakukan untuk memberikan kontribusi bagi diri kita sendiri, bumi kita dan bagi dunia ini,” ujarnya.

Lebih Lanjut Bupati mengatakan, “Jika sumberdaya di desa bisa dikelola dengan baik maka tidak akan pernah habis. Jika desa bisa mandiri pangan maka inflasi ekonomi juga bisa ditekan, karena yang paling besar dari biaya rumah tangga adalah biaya pangan.” Bupati juga berterima kasih kepada ICRAF dan mitra pembangunan lainnya, dan berharap agar penelitian ICRAF dapat memperkuat program-program yang akan dilakukan ditingkat desa dan dapat turut serta mendukung kemandirian pangan.

Turut hadir dalam kegiatan lokakarya, Kepala Dinas PMD Kubu Raya dan OPD Kabupaten Kubu Raya, OPD Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, perwakilan kecamatan, perwakilan 27 Desa area penelitian, dan mitra pembangunan yang ada di Kabupaten Kubu Raya dan Provinsi Kalimantan Barat.

Dalam sambutannya, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kubu Raya, Drs. Jakariansyah, MSi, mengatakan, “Para kepala desa hari ini diundang untuk bersama-sama berbicara tentang apa saja hasil penelitian yang telah dilakukan. Harapannya, hasil penelitian tersebut dapat menjadi bagian dari kebijakan yang diterapkan bagi pemberdayaan masyarakat di desa maupun kabupaten, baik secara ekonomi maupun pembangunan.”

Jakariansyah juga berharap agar kedepannya desa-desa yang terpilih dapat menjadi pelopor dan garda depan bagi desa-desa lainnya, serta dapat membuat kebijakan dan memasukkannya di dalam Rencana Kerja Desa (RKD) setiap tahunnya, nantinya DPMD dan para mitra pembangunan seperti ICRAF Indonesia akan bersama-sama mendampingi.

Sementara itu, Koordinator Program Peat-IMPACTS, ICRAF Indonesia, Feri Johana, dalam pernyataannya mengatakan, “Hari ini ICRAF bersama DPMD Kubu Raya, mitra pembangunan, perwakilan camat dan desa, bersama-sama melakukan diskusi terkait kegiatan penelitian yang telah diadakan di 27 desa oleh 55 Peneliti Muda Gambut yang hasilnya terangkum dalam Dokumen Peta Jalan Gambut Lestari. Tindak lanjut dari kegiatan ini akan disusun rekomendasi yang dapat digunakan untuk pengelolaan lahan gambut bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, yang hasil akhirnya akan difinalisasi oleh DPMD.”

Menurut Feri, nantinya akan ada follow-up dengan kegiatan-kegiatan nyata di tingkat desa, khususnya di enam desa terpilih yang akan menjadi tempat kegiatan percontohan. Kegiatan akan dikembangkan melalui pembuatan komitmen dari para pihak dalam melakukan program pembangunan di desa-desa sekitar kawasan gambut, dengan berbagai inisiatif pengembangan model bisnis yang merupakan aspirasi dari masyarakat melalui berbagai proses diskusi awal yang sudah dilakukan di tingkat desa. Pengembangan model bisnis ini akan disempurnakan pada saat kegiatan lapangan yang akan dilaksanakan di masing-masing desa terpilih.

Dokumen Peta Jalan Gambut Lestari (PEGARI) juga secara simbolis diserahkan oleh Bupati Kubu Raya kepada perwakilan desa terpilih yang akan menjadi lokasi percontohan kegiatan, yakni Desa Kubu, Bengkarek, Radak Dua, Permata, Pasak, dan Sungai Asam. Dokumen tersebut kemudian dibahas di dalam sesi Diskusi Terfokus (FGD) untuk mendapatkan masukan dan perbaikan.

Dokumen PEGARI merupakan hasil penelitian yang dapat digunakan untuk menyusun strategi pengelolaan dan restorasi gambut pada desa-desa pada Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Terentang-Sungai Kapuas dan Sungai Kapuas – Sungai Ambawang di wilayah Kab. Kubu Raya. Proses penyusunan dilaksanakan secara bertahap dan melibatkan berbagai pihak di desa, melalui wawancara, survei rumah tangga, maupun diskusi kelompok terpumpun. Analisis data kemudian dilakukan di tingkat desa.

Dokumen PEGARI tersebut disusun dengan alat bantu ALLIR (Assessment of Livelihoods and Landscapes to Increase Resilience) atau ‘Penilaian Modal Penghidupan dan Bentang Lahan untuk Meningkatkan Resiliensi’.

Susunan dokumen PEGARI terbagi menjadi empat bagian. Pertama, membahas mengenai karakteristik penghidupan desa di lahan gambut Sumatera Selatan. Kedua, menjabarkan strategi peningkatan penghidupan berkelanjutan masyarakat pada kawasan hidrologis gambut. Ketiga, peta jalan peningkatan penghidupan berkelanjutan yang terdiri dari opsi intervensi, kelembagaan, faktor pemungkin, dan perubahan perilaku dalam menuju desa gambut yang lestari. Keempat, merupakan bagian penutup berupa ringkasan dari masing-masing bab yang telah dijabarkan sebelumnya.

Diharapkan dokumen yang telah disusun dapat memperkaya informasi dan memperluas pandangan pemangku kepentingan dan masyarakat desa terhadap berbagai opsi penghidupan lestari di dalam ekosistem gambut. Dokumen ini juga dapat digunakan sebagai rujukan bagi rencana pembangunan desa maupun pemangku kepentingan terkait lainnya, baik pada tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional.

Pada sesi dialog, salah satu perwakilan desa yakni Kepala Desa Permata menyampaikan bahwa selama ini telah ada banyak penelitian ataupun program di Desa Permata oleh berbagai lembaga, dan mereka (masyarakat desa) seringkali hanya menjadi objek penelitian ataupun kegiatan, sehingga Ia berharap pada program ICRAF kali ini mereka dapat lebih dilibatkan sebagai subyek, dan program yang dilaksanakan dapat berkelanjutan. (DR)

RAD-KSB: Peluang Sumsel Wujudkan Tata Kelola Sawit Berkelanjutan

Sebagai bentuk komitmen bagi pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melalui Dinas Perkebunan, bersama para pihak terus melanjutkan kegiatan penyusunan Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD-KSB) Provinsi Sumatera Selatan.

Kegiatan RAD-KSB kali ini dikemas dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) selama dua hari, 1-2 September 2022, di Ballroom Hotel Aryaduta Palembang, dengan tema Focus Group Discussion: Penetapan Program Kegiatan Prioritas dan Pleno Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD-KSB) Provinsi Sumatera Selatan.” FGD ini merupakan kegiatan yang ketiga, setelah sebelumnya Sumsel melaksanakan Lokakarya pada 27 Juli 2022, untuk menghimpun masukan dan menginventarisasi program atau kegiatan prioritas daerah, serta menyusun draf matriks rencana aksi RAD KSB Provinsi Sumatera Selatan.

Penyelenggaraan FGD terbagi kedalam dua sesi. Pada sesi pertama, FGD difokuskan pada pembahasan tentang program/kegiatan prioritas daerah dengan keluaran program, kegiatan, dan indikator yang akan ditetapkan. Adapun sesi berikutnya ditujukan untuk menyepakati rencana penulisan RAD KSB Provinsi Sumatra Selatan.

FGD melibatkan para pihak dari unsur OPD Provinsi Sumatera Selatan, Balai Konservasi, Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD), Asosiasi Pengusaha Sawit maupun Asosiasi Petani Sawit, Akademisi, Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi, NGO / Mitra pembangunan Sumsel, dan lainnya.

Sekretaris Dinas Perkebunan Sumatera Selatan, Dian Eka Putra, MSi, dalam sambutannya menyampaikan, “Hari ini merupakan FGD yang ke-3 untuk menetapkan program prioritas daerah dan akan dibuat pembagian kelompok bahasan yang disesuaikan dengan 5 komponen sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang (RAN KSB), yakni penguatan data, penguatan koordinasi dan infrastruktur, peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, tata kelola perkebunan dan penanganan sengketa, serta percepatan pelaksanaan sertifikasi ISPO dan akses pasar”.

Lebih lanjut Dian mengatakan, “Kegiatan ini merupakah langkah lebih lanjut bagi RAD KSB Sumsel dan harapannya sebelum akhir 2022, RAD-KSB telah selesai disusun dan dapat dilaksanakan oleh Disbun serta seluruh stakeholder yang terkait dengan komoditas kelapa sawit di Sumsel.”

Mandat penyusunan RAD-KSB menjadi peluang bagi pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan para pihak untuk dapat mewujudkan komitmen dan rencana ke depan dalam perbaikan tata kelola sawit secara berkelanjutan. RAD KSB merupakan arah pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial budaya.

Feri Johana, Koordinator Proyek Peat-IMPACT, ICRAF Indonesia, dalam pernyataannya mengatakan, “Penyusunan RAD KSB di Provinsi Sumatera Selatan merupakan tindak lanjut dari pengelolaan bentang lahan berkelanjutan dan pengelolaan gambut melalui skema pengembangan komoditas yang diusahakan berdasar prinsip-prinsip kelestarian  untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pengurangan resiko lingkungan, sehingga prosesnya haruslah bersifat inklusif dan berbasiskan data dan informasi terbaik saat ini.”

Penyusunan RAD KSB di Provinsi Sumatera Selatan tentunya menjadi bagian integral dari pengelolaan lahan yang berkelanjutan dengan pelibatan para pihak, dimana pengelolaan lahan berkelanjutan untuk pengembangan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi menjadi salah satu bagian penting.

Pada perencanaannya, penyusunan rencana pengembangan komoditas berkelanjutan tersebut memerlukan program, kegiatan dan indikator yang jelas dan sesuai melalui suatu wadah koordinasi dan konsultasi yang melibatkan para pemangku kepentingan. Oleh karenanya, penyelenggaraan FGD ini sebagai salah satu tahapan penting dalam penyusunan RAD KSB Provinsi Sumatra Selatan merupakan sebuah keharusan.

Sebagaimana diketahui, pertanian dan perkebunan telah menjadi salah satu sumber penghidupan utama masyarakat Provinsi Sumatera Selatan, termasuk didalamnya komoditas kelapa sawit. Kelapa sawit telah menjadi salah satu komoditas utama bagi masyarakat dengan luasan mencapai lebih dari 1 juta hektar. Dengan luasan yang cukup signifikan tersebut, dibutuhkan perencanaan yang komprehensif untuk dapat mengelola lahan perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi yang selaras dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca menjadi 29 persen secara mandiri. Berdasarkan pernyataan Dian Eka Putra, Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan juga mendorong para petani kelapa sawit swadaya untuk membentuk kelompok tani, agar bisa memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dalam penentuan harga jual tandan buah segar atau TBS. Dian mengemukakan bahwa awal pembangunan kebun kelapa sawit memang lebih ditekankan pada kemitraan. Namun seiring tren harga komoditas yang tinggi, menarik masyarakat untuk turut membuka kebun kelapa sawit secara mandiri.

Jika terdapat peningkatan iklim usaha komoditas sawit, maka pekebun akan mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas, sehingga memungkinkan terjadi percepatan sertifikasi ISPO, dan pada akhirnya target SDGs juga tercapai. RAN KSB maupun RAD KSB adalah sebuah kerangka kerja sehingga tujuan utamanya adalah untuk menghadirkan enabling environment atau lingkungan pemungkin bagi pembangunan kelapa sawit berkelanjutan.

Kegiatan penyusunan RAD-KSB Sumsel didukung oleh ICRAF Indonesia sebagai bagian upaya #PahlawanGambut di Sumatera Selatan, dimana sebagian perkebunan sawit di Sumsel berada diatas lahan gambut. #PahlawanGambut adalah sebuah gerakan untuk menghimpun pengetahuan, pembelajaran, pemahaman serta berbagai ide terkait pengelolaan gambut berkelanjutan oleh para penggiat, peneliti, pelaku usaha, petani dan generasi muda di Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat. (DR)

Mengulas Performa Penerapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan di Kubu Raya 

Penerapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) berupaya membangun keberlanjutan yang serasi dan seimbang dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang dilakukan oleh perusahaan bekerjasa sama dengan multi-pihak. TJSL diharapkan mampu membawa dampak positif bagi reputasi bisnis perusahaan, penghidupan masyarakat, dan kelestarian lingkungan. TJSL merupakan bagian dari komitmen perusahaan-perusahaan di seluruh Indonesia terhadap pembangunan yang berkelanjutan.

Untuk itu Pemerintah Kabupaten Kubu Rayabersama World Agroforestry (ICRAF) Indonesia melalui kegiatan Peat-IMPACTS merangkul bebagai perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Kubu Raya untuk duduk bersama dalam lokakarya dengan mengangkat tema “Performa Penerapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan”, pada Rabu, 28 September 2022, di Qubu Resort, Kab. Kubu Raya. Kegiatan ini dihadiri oleh 11 perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Kubu Raya.

Peat-IMPACTS melalui Paket Kerja 4, berupaya untuk mengarusutamaan pendekatan bentang lahan untuk intervensi kebijakan pengelolaan gambut lestari. Untuk itu diperlukan informasi mengenai status dan kemajuan pendanaan konservasi bagi pengelolaan gambut lestari melalui PTJSL.

Dalam sambutan sekaligus membuka acara, Bapak Bupati Kubu Raya, H.Muda Mahendrawan, S.H, yang diwakilkan kepada Bapak Wakil Bupati, Sujiwo, SE, M. Sos. menyatakan bahwa pada dasarnya semua sektor usaha di seluruh dunia melakukan Penerapan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan (PTJSL) atau Corporate social responsibility (CSR) yang identik dengan memberikan perhatian sosial di lingkungan sekitar. Semua badan usaha di Kabupaten Kubu Raya ini mempunyai satu derap langkah yang sama dengan Pemerintah Daerah dalam memberikan kontribusi positif yang bermanfaat untuk daerahnya, pemerintah dan masyarakat di sekitar di mana usaha itu berjalan.

“Ajang diskusi kita hari ini adalah untuk memberikan ruang kepada para pihak yang hadir untuk saling terbuka, bertukar pikiran, dan saling melengkapi, melalui urun saran, maupun penyampaian kendala-kendala yang ada, sehingga pemerintah dapat memberikan perhatian terhadap kiprah para dunia usaha ini”, kata Sujiwo.

Beliau juga menambahkan, Pemerintah Daerah, para pelaku usaha, dan masyarakat ini harus dapat saling bersinergi, sehingga pelaku usaha dapat terus berinvestasi dengan baik dan berjalan lancar. Permasalah apapun akan terasa ringan jika kita berkolaborasi bersama, tentunya juga dengan menggandeng dengan para pakar peneliti dan para akademisi. Kajian-kajian kebijakan apabila diperlukan dapat dikaji ulang untuk dapat disempurnakan dalam upaya membawa manfaat untuk pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat.

Herbimo Utoyo, S.Hut., Kepala Bidang Perekonomian, Sumber Daya Alam, Infrastruktur, dan Wilayah BAPPEDALITBANG Kabupaten Kubu Raya, dalam paparannya mengatakan bahwa, Kabupaten Kubu Raya memiliki luasan lahan gambut dan mangrove terbesar di Kalimantan Barat. Sebagai konsekuensinya, tanggung jawab dalam pelestarian ekosistem gambut ini menjadi penting. Konversi gambut menjadi lahan pertanian dan perkebunan tidak terelakkan dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya alam dan lahan di sektor pertanian dan perkebunan, yang merupakan salah satu sumber APBD terbesar di Kubu Raya.

Di saat yang bersamaan, ledakan angkatan kerja terjadi sebagai bonus demografi, untuk itu diperlukan pemikiran yang strategis dalam menciptakan lapangan kerja. Skenario innovative blended financing berpotensi melibatkan sektor usaha untuk dapat berkontribusi terhadap potensi pembangunan sesuai karakteristik gambut dan mangrove juga lahan penghidupan bagi masyarakat Kubu Raya.

“Perlunya pelibatan Bappeda dalam Perda TJSL, sehingga dapat terjabarkan melalui Musrembang, sebagai suatu wadah diskusi penyampaian berbagai harapan dan usulan desa yang juga memperhatikan isu-isu lingkungan. Agar sejalan dengan upaya terlaksananya usaha-usaha lokal melalui model usaha tani yang sesuai kebutuhan dan keinginan masyarakat desa. Usulan pembangunan di desa juga perlu disampaikan, sehingga pembangunan di Kubu Raya mempunyai daya dukung dan daya tampung yang selaras di setiap lingkungannya,” Kata Bimo.

Mewakili Ketua Forum TJSL, M. Abdussalam, M.Si, menyampaikan bahwa proses implementasi Forum TJSL terkendala dan tidak berjalan dengan baik. Tidak adanya pembiayaan dan kekompakan anggota untuk diadakannya pertemuan. Harapannya dengan diadakannya forum pertemuan hari ini tercipta peluang bagi forum TJSL untuk bisa aktif kembali. Forum TJSL ini akan menjadi mediator antara badan usaha dengan masyarakat, apa yang diinginkan masyarakat dan apa yang dapat dikelola oleh perusahaan, tentunya dengan merangkul pemerintah dan pihak terkait setempat.

“Salah satu definisi TJSL adalah menciptakan hubungan serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat. Dengan dibentuknya Forum Pelaksana TJSL pada tahun 2016, yang terdiri dari beberapa perusahaan, masyarakat dan pemerintah daerah. Forum ini bertujuan sebagai wadah komunikasi, konsultasi dan evaluasi dari penyelenggaraan program TJSL yang mengarah dan bersinergi dengan program perusahaan, pembangunan daerah dan masyarakat setempat. Cakupan program TJSL meliputi kemitraan dan bina lingkungan, kemitraan usaha mikro, sektor pendidikan, kesehatan, sosial, keagamaan, serta infrastruktur, dikaitkan dengan program OPD-OPD yang relevan.” Jelas Adi Mulyono, mewakili Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kubu Raya.

Dinas Pekebunan dan Peternakan Kabupaten Kubu Raya, yang diwakili oleh Rudi Silalahi menjelaskan bahwa sesuai mandat kepung bakol Bapak Bupati Kubu Raya, Kepala Dinas menginisiasi Sistem Pengembangan Perkebunan Unggul berbasis CSR/Tembakul. Sistem Tembakul ini adalah upaya untuk memfasilitasi petani dan pekebun di Kubu Raya untuk mengembangkan perkebunan dengan sinergitas dukungan perusahaan perkebunan melalui dana CSR.

“Pengembangan kegiatan CSR terkait pengembangan perkebunan unggul ini dapat berupa alat-alat pertanian/perkebunan, bibit tanaman, pelatihan pengolahan hasil perkebunan, pemasaran dan pemanfaatan produk baku maupun olahan secara partisipatif antara petani ibersama kami, juga badan usaha terkait. Sehingga sesuai dengan target kebutuhan dan capaian yang sudah disepakati bersama,” tambah Rudi.

Sonny Sukada, Executive Director CCPHI, menyampaikan pemahaman perusahaan mengenai konsep CSR masih sangat terbatas. CSR sering diartikan sebagai “Cukup Serahkan Rupiah” dan dipahami sebagai filantrofi atau kedermawanan. Selain itu, CSR juga hanya menyangkut aspek sosial, dan tidak ada keterpaduan dengan isu lingkungan hidup.

“Apabila penerapan TJSL dan Forum TJSL tidak jalan, itu artinya trust tidak ada dan konsep TJSL yang diusung sudah usang. Perbaikan konsep, tata kelola dan ruang lingkup TJSL yang sekarang ada, menjadi sangat mendesak. Forum TJSL harus berdasarkan kemitraan multi pihak (Kolaborasi Penthahelix) yang kemudian diturunkan kepada pokja-pokja yang sesuai target capaian. Sedangkan dari sisi konsep, TJSL harus beyond compliance dan menciptakan nilai bersama – creating shared value – yang menargetkan konsep keberlanjutan secara lebih luas untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan” saran Sony. Ide mengenai Perda Kubu Raya Hijau sebagai pengganti Perda TJSL juga digagas oleh beliau.

Dr Beria Leimona, Senior Expert Landscape Governance and Investment, ICRAF Indonesia, menjelaskan pentingnya ekosistem gambut, yang merupakan ekosistem dominan Kubu Raya, dalam meredam ancaman perubahan iklim dan berkontribusi bagi ekonomi lokal. Olehkarena itu, TJSL terpadu dan terukur dalam rangka kelestarian gambut Kubu Raya perlu mengusung, tidak hanya sekedar benefit-sharing dari keberadaan ekosistem unik gambut, tetapi juga cost-sharing

“Upaya TJSL selain untuk meminimalkan dampak negatif dengan cara patuh hukum, juga harus memiliki dampak positif, yaitu tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan. Konsep ko-investasi atau investasi bersama dalam mengelola dan melestarikan ekosistem gambut, perlu dilakukan dengan berbasis data ilmiah, berbasis performa, memiliki persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (atau FPIC), serta terpadu denngan peningkatan penghidupan masyarakat.” tambah Leimona.

ICRAF Indonesia melalui program Peat-IMPACTS telah menetapkan enam desa pilot dari 27 desa di Kabupaten Kubu Raya, yang selanjutnya akan dilakukan intervensi melalui beberapa model bisnis/usaha tani yang nantinya dapat menjadi praktek baik perusahaan yang ingin melakukan program TJSL terukur dan terpadu.

Dr Subekti Rahayu, Carbon Biodiversity Specialist, ICRAF Indonesia, menjelaskan keenam desa tersebut akan melakukan pengembangan model usaha tani. Diantaranya adalah: Desa Bengkarek dan Desa Pasak yang akan terfokus pada perbaikan pengelolaan agroforestri di kawasan hidrologis gambut untuk menuju Pertanian yang Tangguh terhadap perubahan iklim. Desa Kubu akan dilakukan pengembangan HHBK melalui perbaikan tata Kelola dan kebijakan tingkat desa. Desa Permata terfokus pada pengelolaan hutan desanya melalui pengembangan hasil hutan bukan kayu serta pemanenan yang lestari. Desa Sungai Asam akan melanjutkan pengembangan agroforestri nanas dengan pengayaan pohon buah-buahan di lahan gambut. Desa Sungai Radak Dua melalui pengembangan model usaha tani Agro-silvo-fishery atau yang dikenal dengan mina padi. Selain itu, monitoring dan evaluasi yang menyasar perubahan perilaku masyarakat desa akan juga dilakukan. Kegiatan monitoring dan evaluasi tersebut untuk mengetahui apakah pelatihan dan pembinaan model usaha tani yang dilakukan sudah sesuai harapan dan capaian yang didambakan masyarakat di berbagai desa tersebut.

Selain penyampaian paparan menarik dan informatif, lokakarya ini juga menyajikan penjelasan singkat mengenai status penerapan TJSL dari beberapa perwakilan perusahaan, diantaranya Pertamina, PT. Angkasa Pura II, Bank Kalbar, PT. Bumi Raya Group, PT.GAN. Kegiatan ini diakhiri dengan diskusi terpumpun guna membangun kesepakatan dan tindak lanjut. Diskusi ini melibatkan pemangku kepentingan di Kabupaten Kubu Raya, khususnya yang terkait dengan pelaksanaan, monitoring dan evaluasi performa dari skema Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan di Kabupaten Kubu Raya.

Kubu Raya, 28/09/2022

Mengajak generasi muda #PahlawanGambut membedah film dokumenter “Paradise of Peatland”

“Paradise of Peatland” merupakan film dokumenter garapan Keep Earth Borneo (Tysa Prastyaningtias-penulis naskah, Ilham Pratama-Sutradara) yang menyoroti lahan gambut di Desa Permata, Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Film ini menyampaikan tentang kehidupan peradaban masyarakat Desa Permata dalam kesehariannya berkegiatan dalam pertanian gambut, serta sejauh mana dan dampak apa yang dihasilkan. Serta gambaran satu kesatuan variabel yang menceritakan sistem perairan gambut dan lahan gambut itu sendiri.

Desa Permata termasuk ke dalam Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) Sungai Terentang yang memiliki kawasan kubah gambut sebagai fungsi lindung karena dapat menyimpan kandungan karbon dan air yang sangat tinggi.

Sebagian besar masyarakat Desa Permata adalah petani yang memanfaatkan lahan gambut untuk pertanian dan agroforestri. Komoditas utama yang dibudidayakan adalah jahe dan cabai. Selain itu mereka juga menanam berbagai pepohonan diantaranya jengkol, petai, karet dan durian, yang dimanfaatkan sebagai tanaman agroforestri.

Petani di Desa Permata telah mengaplikasikan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) sejak tahun 2018, guna menjaga lahan dan sistem air gambut. Menurut Kepala Desa Permata, sejak diterapkannya sistem PLTB oleh petani Desa Permata, sudah jarang terjadi kebakaran lahan.

Informasi dan pengalaman ini dibagikan kepada seluruh peserta yang hadir dalam acara Diskusi Film ini. Dengan menghadirkan para pembicara, diantaranya Prof. Dr. Dwi Astiani M.Sc, Ahli Gambut, Universitas Tanjungpura yang membawakan topik mengenai “Pemahaman Gambut untuk Pemuda”, Muhammad Hatami, WIKI Gambut Kalimantan Barat dengan topik “Penjaga Pengetahuan Gambut”, Sriyono dan Sahrul, Petani Desa Permata, yang menceritakan pengalaman mereka dalam Pertanian di lahan gambut, dan Ilham Pratama, Sutradara, Keep Earth Borneo, yang berbagi cerita tentang proses pembuatan film dokumenter ini.

Saat menyampaikan pengalamannya, Sahrul yang sudah menjadi warga Desa Permata sejak tahun 2017 merasakan tantangan yang luar biasa dalam mengelola lahan gambut dibandingkan lahan mineral di wilayah Jawa. Selama bertani, Sahrul memanfaatkan kotoran ternak dan sampah dedaunan untuk pembuatan pupuk organik padat dan cair. Hal ini ia lakukan sejak 2019 untuk Pertanian tumpangsari berupa cabai dan jahe yang merupakan tanaman unggulan di Desa Permata. Praktik tumpang sari ini merupakan upaya bagi pak sahrul dalam memaksimalkan pengelolaan pertanian di lahan gambut.

Sama halnya dengan Sahrul, Sriyono yang merupakan Ketua Gabungan Kelompok Tani Mekar Sari yang juga seorang petani Desa Permata menggantungkan hidupnya di lahan gambut. Dia mengolah lahan gambut dengan sistem PLTB. Hal ini dirasa berguna agar tanah dapat menyimpan air, dan tidak akan menjadi kering bila musim kemarau tiba. Selain itu Sriyono pun memanfaatkan pupuk organik dalam mengelola lahan gambut miliknya.

Diskusi bersama para pemuda dan pemudi generasi muda Kota Pontianak ini sangat bermanfaat. Mereka sangat antusias mendengarkan dan juga bertanya langsung mengenai berbagai hal terkait lahan gambut dan pengelolaannya sebagai upaya penerapan Pertanian Ramah Lingkungan.

Melestarikan gambut bukan hanya tugas siapa yang berpijak diatasnya, namun juga tanggung jawab aku, kamu, dan kita semua. Melestarikan gambut, menjaga kehidupan.

Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan kondisi gambut di Desa Permata, Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya, sekaligus sebagai ruang diskusi dan penyadartahuan tentang gambut kepada komunitas pegiat lingkungan yang ada di Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya.

Didukung oleh World Agroforestry (ICRAF), melalui Program Peat-IMPACTS Indonesia, dengan bekerja bersama Keep Earth Borneo/@keepearth.brn dalam proses memproduksi serta menyelenggarakan acara Diskusi Film pada tanggal 07 September, di Rooftop Harris Hotel, Pontianak.

#PahlawanGambut
#ParadiseofPeatland

Oleh: Winda Eka Putri, KEB

Semangat siswa SMPN 12 Sungai Raya lakukan uji coba kurikulum muatan lokal gambut dan mangrove di Kabupaten Kubu Raya

Sungai Raya lokasi di mana SMP Negeri 12 ini terpilih menjadi salah satu sekolah menengah pertama unuk dilaksanakannya uji coba kurikulum mutan lokal gambut dan mangrove yang telah Penyusunan dan pengembangannya telah disusun beberapa waktu lalu bersama Tim Penyusun dan Pengembang yang berkomitmen tinggi, kreatif dan inovatif secara partisipatif.

H Saknawi Spd, Kepala Sekolah dalam sambutannya menyatakan rasa bangga telah menjadi salah satu sekolah percontohan untuk uji coba pelaksanaan kurikulum. Sebagai tindak lanjut, implementasi berupa praktik-praktik penanaman akan dilakukan sejalan dengan materi kurikulum pelestarian gambut dan mangrove. Diantaranya tanaman nanas dan apotik hidup. SMPN 12 juga memiliki lahan seluas 0,5 hektar, dan akan segera bergandengan tangan bersama Pak Kepala Desa dalam pengurusan kepemilikan tanah SMPN 12 ini.

“Harapan kami, kedepannya lahan ini akan menjadi lahan uji coba praktek kurikulum mulok yang akan dimanfaatkan untuk menanam berbagai tanaman yang dapat tumbuh di lahan gambut, seperi nanas, tanaman apotik hidup, pohon buah-buahan, dll. Sehingga pembelajaran ini tidak hanya berhenti sampai di siswa saja, namun mereka pun bisa menularkan informasi dna pengetahuan yang didapat kepada orang tua mereka. Agar lahan gambut bisa kita hindari dari kekeringan dan kebakaran,” Kata Saknawi.

Rasa bangga juga disampaikan oleh Andree Ekadinata, perwakilan ICRAF Indonesia. Pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan akan terus dilakukan melalui program Peat-IMPACTS di Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Kubu Raya. Salah satu program yang ada adalah mendukung edukasi serta pemahaman tata Kelola gambut secara berkelanjutan dimulai dari usia dini. Karya kurikulum muatan lokal gambut dan mangrove ini harapannya akan terus dikembangkan, untuk itu kritik dan saran akan terus kami harapkan melalui pengajaran kurikulum ini akan bisa mencetak pemimpin-pemimpin muda di masa depan yang mendukung pelestarian lingkungan, gambut dan mangrove.

M. Ayub, S.Pd., Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kubu Raya, serta rekan-rekan Tim Pengembang turut hadir mendukung pelaksanaan uji coba ini. Salah satu tujuan selain melestarikan gambut dan mangrove juga akan terciptanya sumber daya manusia Kubu Raya di masa depan yang mampu mencintai, menggali pembelajaran tata kelolanya. Evaluasi akan

Uji coba dilakukan di 3 kelompok wilayah, yaitu di lokasi gambut, di lokasi mangrove dan di lokasi bukan gambut dan mangrove. Sehingga proses monitoring dan evaluasi akan didapatkan di seluruh Kubu Raya. Agar kita bisa mendapatkan kurikulum yang berdaya guna dan sesuai dengan kebutuhan di seluruh lokasi capaian, sehingga Kabupaten Kubu Raya dapat menjadi pelopor bagi tempat-tempat lainnya di Kalimantan Barat.

“Kegiatan ini adalah inisiatif menembus jaman dan akan akan menjadi #BukanMulokBiasa yang telah ditancapkan dalam semangat siswa-siswi yang terus berfikir dan berkontribusi untuk dunia,” Tegas H Muda Mahendrawan S.H. Bupati Kab. Kubu Raya,yang terus menyemangati para siswa dan tim pendidik. Kegiatan Mulok ini bukan hanya penanaman saja namun berupa edukasi yang ditancapkan sebagai solusi cara berfikir sekaligus bertindak bagi para generasi muda dalam bagaimana gambut bisa untuk masa depan. Kubu Raya yang menjadi sumber pangan baik sayur mayur, budidaya ternak dan ikan, akan menjadi penyeimbang bagi sektor wirausaha. Ide dan gagasan, serta rasa memiliki dan tanggung jawab harus terus tertanam pada siswa-siswi. Selain itu siswa-siswi yang ikut berkegiatan mulok ini akan menjadi penerus penyampaian informasi dan pemahanan bagi orang tua mereka, tambah beliau.

Kurikulum muatan lokal ini di uji cobakan untuk dikembangkan dan menggali potensi daerah sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Sekolah Dasar sehingga anak didik memiliki keunggulan yang kompetitif. Muatan lokal disajikan dalam bentuk mata pelajaran yang terintegrasi dengan Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Bahasa Indonesia. Para pendidik diharapkan tidak hanya mengajarkan ilmu mengenai gambut dan mangrove ini dalam bentuk mata pelajaran, namun juga akan diimplementasikan dalam bentuk praktik di luar kelas guna memanfaatkan tanah/kebun yang terdapat di lingkungan sekolah maupun tempat tinggal para peserta didik. Sehingga siswa dapat memahami langsung tentang tanaman-tanaman apa saja yang dapat ditanam di lahan gambut.

“Kelanjutan dari pelaksanaan uji coba ini juga akan di evaluasi, dan akan menerima ide dan gagasan lain sejalan dengan kesesuaian di sekolah-sekolah uji coba. Selain itu untuk mengetahui tingkat kesiapan dan respon peserta didik dalam penerapan kurikulukm integrasi muatan lokal gambut dan mangrove untuk SMPN 12 Rasau Jaya ini,” Kata Andree.

Selain pelaksanaan uji coba di dalam kelas, ICRAF pun mengadakan permainan terkait pemahaman gambut melalui maket kondisi lahan gambut yang dipenuhi dengan tanaman dan pepohonan di gambut dan lahan yang telah terdegradadi dengan berkurangnya jumlah pepohonan. Kegiatan ini disajikan dalam kuis interaktif dengan mengajak para siswa anggota OSIS, sehingga tercipta pemahaman secara langsung.

15 sekolah yang terdiri dari sembilan Sekolah Dasar (SD) dan enam SMP (6 sekolah) di Kabupaten Kubu Raya akan menerapkan kurikulum Muatan Lokal Gambut dan Mangrove ini, dan selain di SMPN 12 Sungai Raya, Kab Kubu Raya, kegiatan ini juga di uji cobakan di tiga sekolah terpilih lainnya yaitu SMPN 5 Kubu, SDN 17 Rasau Jaya, dan SDN 4 Terentang.

Dalam Penyusunan dan pengembangan kurikulum muatan lokal Gambut dan mangrove ini, ICRAF Indonesia berkolaborasi bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kubu Raya dan didukung oleh BRGM, Blue Forest dan WWF Indonesia.

Kubu Raya, 05/09/2022

Saatnya desa-desa di Sumatera Selatan menambah pemahaman pentingnya BUMDes untuk kelola usaha desa

Apa itu Badan Usaha Milik Desa? Pemahaman mengenai kelambagaan BUMDes cukup penting untuk diketahui oleh masyarakat desa, khususnya di lima dari enam desa sasaran program Peat-IMPACTS di Sumatera Selatan. Besarnya peluang keberadaan dan pemanfaatan lembaga ini bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan desa pun perlu dipahami. Untuk itu ICRAF Indonesia melakukan pendampingan dan pelatihan sebagai upaya Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa & Unit Usaha Masyarakat di Area Gambut di Provinsi Sumatra Selatan, pada tanggal 30-31 Agustus 2022, di Hotel Aryaduta, Palembang.

Tujuan pendampingan dan pelatihan ini adalah untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan kapasitas pengelola BUMDes dan unit usaha lain di desa agar lebih memiliki kemampuan kewirausahaan, manajerial, pengelolaan usaha, pengelolaan keuangan, serta pemasaran; juga dapat mengidentifikasi peluang dan hambatan dalam melakukan usaha dan memanfaatkannya untuk kepentingan BUMDes atau unit usaha lain dan masyarakat di desa; serta mempraktikkan kegiatan usaha secara mandiri dan menguntungkan.

Kegiatan ini merupakan lanjutan dari sosialisasi BUMDes yang telah dilakukan di awal Agustus, di mana peserta pelatihan telah menyampaikan kendala-kendala (modal, SDM, pemilihan unit usaha, pemasaran, dan lain sebagainya) yang dihadapi dalam pengelolaan BUMDES serta pembahasan alternatif solusi, potensi yang dapat digali agar BUMDes dapat memberikan kontribusi kepada Pendapatan Asli Desa (PAD) guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa serta tercapainya harapan yang lebih konkrit dengan adanya BUMDes.

Aulia Perdana, peneliti ICRAF Indonesia untuk Pasar dan Rantai Nilai Hijau, mengatakan “Kegiatan ini berhubungan dengan lanskap di OKI dan Banyuasin, yang terhubung pada BUMDes, yang tentunya berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Pendampingan dan pelatihan ini juga mengajarkan pemasaran dan mengindentifikasi peluang serta hambaran untuk BUMDes maupun unit usaha lain di tingkat desa. Agar masyarakat desa bisa melakukan usahanya secara mandiri dan terarah.”

Dalam sambutannya Kepala Bappeda Kab Banyuasin, yang diwakili oleh Kabid Perencanaan Perekonomian dan Sumber Daya Alam, Pipi Oktarini SE, MSi., “Pembentukan tim kerja bersama telah dilakukan dalam rangka membangun dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Kami secara bersama melakukan intervensi khususnya di Desa Baru dan Daya Kesuma, yang merupakan desa sasaran untuk penguatan kelembagaan BUMDesnya. Peningkatan kapasitas pengetahuan bagi pengelola dan masyarakat juga diarahkan kepada aspek pemasarannya, agar saluran menuju pasar akan lebih terarah, sehingga kesejahteraan dan pendapatan masyarakat petani dapat tercapai.”

Kepala Bappeda Kabupaten Ogan Komering Ilir, Aidil Azwari, S.P, M. Si, dalam sambutannya sekaligus membuka kegiatan pelatihan ini menyatakan “Terima kasih kepada Tim ICRAF yang telah mengawali kegiatan ini dengan berkunjung ke Desa Rengas Abang, Nusakarta dan Lebung Itam, dan Jati Mulya sebagai desa sasaran program Peat-IMPACTS, dan telah terpilih tiga desa untuk ikut dalam pelatihan dan pendampingan BUMDes and unit usaha masyarakatnya.

Bumdes memang perlu terus dikembangkan dan diperkuat kelembagaannya, sehingga dapat meningkatkan tata kelola sumber daya alam yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.  Harapannya dengan praktek ini, bisa menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat desa, sehingga pelaksanaan BUMDes di desa-desa sasaran bisa memberikan output dan outcome khususnya kepada aspek ekonomi pertanian desa, yang terus berkembang dan dapat menjadi contoh bagi desa-desa lainnya di Kabupaten OKI, tambah Aidil.

Para peserta pelatihan yang terdiri dari Tim Dinas PMD dari Kabupaten Banyuasin dan Ogan Komering Ilir, serta perwakilan warga desa dari Desa Baru, Daya Kesuma, di Kab Banyuasin dan Rengas Abang, Nusakarta dan Lebung Itam, di Kabupaten OKI, diberikan penjelasan materi berupa pengenalan BUMDes, Legalitas BUMDes dan dukungan dinas, kewirausahaan, serta pengelolaan bisnis. Peserta juga dibagi dalam beberapa Kelompok agar dapat berdiskusi bersama dan saling berbagi informasi dan pengalaman.

Pemahaman lanjutan mengenai pengelolaan bisnis, keuangan serta pemasaran pun disampaikan. Arahan disampaikan oleh Tri Ismono dan Nino Rianditya Putra ini mencakup beberapa materi tentang pengelolaan usaha, yaitu pengenalan bisnis skala mikro dan kecil, manajemen tingkat dasar yang meliputi planning, organizing, staffing, leading and controlling. Juga untuk aspek pengelolaan keuangan, yaitu mengenai pencatatan keuangan seperti pemasukan dan pengeluaran, arus kas, laporan rugi laba dan neraca. Aspek manajerialnya, yaitu cakupan karakter manajemen, pengambilan keputusan, penyelesaian masalah, kepemimpinan, juga aspek kewirausahaan, khususnya tentang proses menciptakan sesuatu agar bisa bernilai tambah secara ekonomis Dan tak kalah pentingnya mengenai pemasaran dasar, yaitu terkait bauran pemasaran, strategi dasar targeting, segmenting dan positioning.

Dalam diskusi bersama tim pelatih, para peserta diminta mengidentifikasi akar dari masalah yang ada lewat simulasi pohon untuk mengidentifikasi beberapa informasiyang sudah ada, tidak ada ataupun terkendala. Diantaranya mengenai, SIUP/TDP/Surat Desa, Legalitas BUMDes, modal, mitra, unit usaha, dan sebagainya. Simulasi ini adalah untuk membantu peserta dalam memahami cara berkomunikasi yang tepat agar pelatihan ini tepat guna dan tepat sasaran.

BUMDes adalah kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola secara mandiri. Sedangkan Unit Usaha BUMDes adalah badan usaha milik desa yang melaksanakan kegiatan bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum berbadan hukum yang melaksanakan fungsi dan tujuan BUMDes. Keberadaan BUMDes dapat mengoptimalkan dan pemdorong penghidupan masyarakat desa yang sejahtera dan menuju pengelolaan gambut lestari. Tim ICRAF sebagai pelaksana bersama dengan pelatih melakukan bimbingan teknis, juga pelaksana fungsi pendukung seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa serta Dinas Pertanian dan Perkebunan. Juga keterlibatan pelaku usaha swasta pun dibutuhkan sebagai narasumber pelatihan sekaligus pemungkin berlangsungnya transaksi jual beli dan pemasaran.

Bergerak Menyiapkan Sumber Pakan Kelulut

Pengelolaan lahan gambut maupun wilayah di sekitar lahan gambut secara lestari perlu mempertimbangkan kegiatan-kegiatan pertanian yang produktif dengan tetap menjaga kondisi lingkungan dan mencegah perusakan alam. Upaya peningkatan penghidupan yang berwawasan lingkungan menjadi pilihan yang tepat, dengan melakukan kegiatan model bisnis usaha tani terpadu yang mampu memulihkan fungsi lingkungan dan menciptakan opsi penghidupan bernilai ekonomi di sekitar lahan gambut.

Untuk itu ICRAF Indonesia melalui program Peat-IMPACTS bermitra dengan Forum DAS Sumatera Selatan mendorong terwujudnya Peningkatan Penghidupan Berwawasan Lingkungan (P2BL) dengan menerapkan model bisnis usaha tani terpadu di Desa Baru, KHG Saleh-Sugihan, Sumatera Selatan. Salah satu model usaha tani yang dikembangkan adalah budidaya kelulut yang dilakukan Bersama kelompok tani.

Sebelum memulai pembudidayaan lebah kelulut, Kelompok Tani Desa Baru melakukan berbagai persiapan, diantaranya pengkayaan sumber pakan kelulut dengan membuat rumahan untuk tempat hidup lebah dan kerangka yang terbuat dari besi untuk tempat tumbuh tanaman air mata pengantin yang merupakan tanaman rambat dan akan menjadi salah satu sumber pakan kelulut.

Kegiatan budidaya kelulut ini juga merupakan kegiatan pemberdayaan petani termasuk kelompok tani perempuan, dengan melibatkan mereka dalam kegiatan penanaman pakan lebah. Mereka telah melakukan penanaman berbagai tanaman bunga di area yang akan menjadi lokasi pembudidayaan.

Lokasi pembudidayaan ini awalnya merupakan lahan yang dibiarkan atau lahan tidur oleh masyarakat desa, dan lahan ini akan dipenuhi beraneka ragam tanaman bunga dan buah-buahan. Harapannya akan meningkatkan penghidupan para petani dengan menghasilkan madu dan produk turunan lainnya dari kelulut yang berkualitas.

Ketua Kelompok Kelulut, Tardin mengatakan, “Anggota kelompok yang berjumlah 15 orang merasa sangat senang karena telah mendapatkan pembelajaran dan ilmu yang baru. Nanti kalau kegiatan budidaya kelulut ini sudah berjalan dan menghasilkan, akan dapat diadopsi oleh warga desa yang lain diluar Kelompok Tani, sehingga dapat menambah penghasilan keluarga dan desa semakin maju”.

Dukungan dari Kepala Desa Baru dirasa menambah semangat warganya untuk ikut aktif dalam program pemberdayaan petani ini lewat beberapa model bisnis yang telah disepakati bersama yang kegiatannya terus didampingi oleh para peneliti ICRAF Indonesia. Kepala Desa Baru dan warganya mempunyai mimpi, kelak ingin menjadikan lokasi desanya menjadi desa ekowisata melalui beberapa budidaya tani yang dilaksanakan bersama program Peat-IMPACTS Indonesia.

Oleh: Tikah Atikah dan Mushaful Imam

Langkah awal pembelajaran baru lewat demoplot mina padi

Warga Desa Baru Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin yang tergabung dalam kelompok tani Mina Padi, Sabtu (20/8/2022) melakukan penebaran kapur dolomit di tanggul, dan caren/parit yang mengelilingi lahan seluas tiga hektar Demplot Mina Padi.

Penebaran kapur dolomit di tanggul dan caren dilakukan untuk meningkatkan pH tanah serta menetralkan kadar keasamannya. Selain menebarkan kapur dolomit juga dilakukan pengambilan sample tanah, pemasangan tanda di rumpun padi untuk pemantau dan pengamatan pertumbuhan padi.

Menurut Musa, Ketua kelompok Mina Padi, Desa Baru, Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin, yang ditemui disela-sela saat menebarkan kapur dolomit mengatakan, “Padi yang telah berusia dua bulan diperkirakan akan panen sekitar akhir September atau awal Oktober, dan setiap hektarnya akan menghasilkan tujuh ton padi.

“Sejak awal lahan ini menjadi demo plot mina padi, kami sudah melakukan pembersihan lahan, pemupukan dengan mengunakan pupuk organik yang sudah dilatih oleh tim ICRAF, lalu penyiangan agar tidak banyak hama, penyemprotan hama, dan sekarang penebaran dolomit dan juga pemupukan kembali.” tambah Musa.

Masyarakat Desa Baru cenderung menghendaki pemanfaatan lahan sebagai lahan pengelolaan komoditi unggulan yang mereka inginkan. Sehingga penerapan pertanian mina padi cukup berpotensi bagi masyarakat Desa Baru sebagai upaya mengintegrasikan budidaya pertanian, perikanan bahkan kehutanan dalam satu hamparan lahan.

Budidaya mina padi ini juga nantinya akan dipadukan dengan perikanan (ikan-ikan rawa), serta di area pematang para petani dapat menanam tanaman hortikultura, seperti bayam dan cabai, dan pohon pinang sebagai tanaman kehutanan, juga beberapa tanaman obat-obatan, seperti jahe.

Anggota kelompok mina padi merasa puas dengan tanaman padi yang mereka tanam saat ini mulai menguning, dan merasa mendapatkan pembelajaran baru yang bermanfaat dari pelatihan dan pendampingan program Peat-IMPACTS. Sebelumnya mereka menanam padi dengan asal tanam saja, tanpa ada perawatan dan pemupukan yang benar.

Mereka merasa senang dan berharap dengan penerapan model usaha pertanian mina padi ini akan ada diversifikasi komoditas budidaya baik pertanian, perikanan maupun kehutanan, dan mereka akan mendapatkan sumber penghasilan ganda dari hasil panen yang akan mereka dapatkan di kemudian hari.

Oleh: Tikah Atikah dan Mushaful Iman