Top
 

Pakan Ikan Mandiri: Strategi Efisien untuk Pengurangan Biaya dan Peningkatan Produksi

Para pembudidaya ikan dihadapkan dengan tantangan penyediaan pakan. Meskipun pasokan tersedia, harga bahan baku impor cenderung membuat harga jual pakan menjadi tinggi. Untuk itu, para pembudidaya ikan membutuhkan kemampuan untuk dapat menghasilkan pakan ikan mandiri dengan memanfaatkan bahan baku alternatif yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar, demi keberlanjutan usaha mereka.

Kegiatan budidaya perikanan, terutama nila, telah mulai diinisiasi di Desa Sungai Radak Dua, Kecamatan Terentang. Kegiatan ini didukung oleh Dinas Perikanan Kabupaten Kubu Raya dengan memberikan bantuan untuk setiap Rukun Tetangga (RT) berupa satu tambak ikan, bibit ikan, dan pellet.

Dalam upaya pengembangan usahatani agrosilvofishery dan pertanian berkelanjutan di lahan gambut, ICRAF melalui proyek Peat-IMPACTS mengadakan pelatihan inovatif mengenai produksi pakan ikan berupa maggot. Pelatihan berfokus pada persiapan kebutuhan pakan ikan dalam budidaya nila di tambak-tambak petani dan budidaya ikan lokal di sistem surjan, yaitu sistem penanaman yang dicirikan dengan perbedaan tinggi permukaan bidang tanam pada suatu lahan. Dalam praktiknya, sebagian tanah lapisan atas diambil atau digali kemudian digunakan untuk meninggikan bidang tanah di sampingnya secara memanjang sehingga berbentuk surjan.

Iskak Nugky Ismawan, narasumber dari ICRAF, dalam pelatihan pakan ikan mandiri menjelaskan bahwa pakan adalah komponen paling penting dalam budidaya perikanan. Salah satu opsi alternatif pengembangan pakan ikan adalah pembuatan maggot. Budidaya maggot mempunyai nilai yang tinggi di ranah perikanan juga menjanjikan pasar yang luas. Pembuatan maggot menjadi langkah inovatif dalam menjaga kesehatan ikan dan memberikan asupan nutrisi yang berkualitas.

Dalam pelatihan, Iskak juga menjelaskan mengenai alat dan bahan yang mudah didapat yaitu ember, susu fermentasi, kantong plastik, kaldu ayam, gula pasir, dedak, dan air secukupnya. Campuran bahan-bahan tersebut akan mendatangkan lalat black soldier (Hermetia illucens) untuk bertelur dan menetas menjadi maggot. Pembuatan kandang dan media penetasan telur pun diperlukan untuk memproduksi telur dan maggot.

Dalam sesi pelatihan, praktik budidaya pembuatan maggot dilakukan secara langsung, memastikan partisipasi aktif seluruh peserta dan memberikan mereka pemahaman yang komprehensif.

“Kelebihan pakan ikan mandiri dari maggot, yaitu penuh nutrisi karena mengandung asam amino dan protein yang sangat dibutuhkan oleh ikan, murah, tidak berbau amis seperti pakan lainnya. Juga mudah dicerna oleh ikan, dan cara budidayanya pun mudah,” jelas Iskak.

Pelatihan ini dihadiri oleh 15 orang peserta yang terdiri dari enam perempuan dan sembilan laki-laki.

Oleh: Iman Sumantri

Potensi pemanfaatan Laban (Vitex pinnata) sebagai bahan baku arang dalam system agrosilvofishery di Desa Sungai Radak Dua

Laban, tumbuhan pionir di hutan sekunder yang biasa tumbuh di tanah lembap seperti pinggiran sungai, relatif memiliki ketahanan terhadap kebakaran. Dengan kayu yang keras dan kerapatan jenis antara 0,8-0,95 g/cm3, Laban berpotensi sebagai bahan baku arang yang dapat menggantikan kayu mangrove.

Desa Sungai Radak Dua, Kecamatan Terentang, yang merupakan salah satu desa pada kawasan ekosistem gambut Kabupaten Kubu Raya, memililih laban sebagai komponen tanaman kayu dalam pengembangan demoplot agrosilvofishery dengan sistem surjan. Sistem surjan adalah  sistem penanaman yang dicirikan dengan perbedaan tinggi permukaan bidang tanam pada suatu lahan. Dalam praktiknya, sebagian tanah lapisan atas diambil atau digali kemudian digunakan untuk meninggikan bidang tanah di sampingnya secara memanjang sehingga berbentuk surjan. Laban akan ditanam pada bagian guludan beserta dengan tanaman hotikultura.

Pentingnya pemahaman mengenai teknik budidaya pohon laban dengan sistem surjan dibutuhkan oleh Tim Kerja Desa Sungai Radak Dua. Berkolaborasi dengan PT. Wana Subur Lestari (WSL), ICRAF, melalui proyek Peat-IMPACTS, menyelenggarakan sosialisasi pelatihan secara komprehensif. Mulai dari pemilihan bibit, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan dan pengolahan pasca panen Laban untuk dijadikan arang.

Egi Nur Ridwan, sebagai narasumber dari PT. WSL menjelaskan bahwa pohon laban tidak hanya dikenal karena daya tahannya terhadap kebakaran, namun juga karena kemampuannya untuk hidup kembali setelah terbakar. Keistimewaan lainnya adalah ketahanan terhadap genangan air, dan kayunya yang keras, menjadikannya sebagai bahan baku arang yang unggul.

Arang kayu laban memiliki kualitas yang baik, api atau bara bagus, menghasilkan asap yang wangi dan pembakaran yang tahan lama. Panas yang dihasilkan dan ketahanan nyala api kayu laban setara dengan bara arang briket.

M. Dalil, salah satu peserta pelatihan mengatakan, “Bagi masyarakat Desa Sungai Radak Dua, Laban sudah tidak asing lagi. Namun karena masih belum mengetahui kegunaan maupun nilai ekonomis yang dihasilkan dari laban, sehingga masyarakat masih belum ada yang tertarik untuk melakukan budidaya”.

Pelatihan ini diikuti oleh 15 peserta dari anggota tim kerja desa dan perwakilan perangkat desa. Enam di antaranya perempuan dan sembilan laki-laki. Mereka sangat aktif dan antusias mengikuti pelatihan ini, khususnya pengetahuan tentang manfaat pengolahan paska panen laban hingga nilai ekonomisnya jika pengolahannya dilakukan dengan baik.

Strategi peningkatan harga jual biji kopi di tingkat petani: melalui pemanenan dan penanganan pasca panen yang efektif

Peminat kopi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini berdampak pada meningkatnya kuantitas dan kualitas permintaan pasar kopi. Kualitas yang dihasilkan oleh petani kopi berpengaruh terhadap harga jual biji kopi, yang dipengaruhi oleh cara budidaya, pemanenan dan penanganan pasca panen khususnya tanaman kopi di lahan gambut.

Di desa-desa yang berada di ekosistem gambut seperti Desa Pasak dan Bengkarek, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, harga kopi beras (green beans) kering mencapai Rp 40.000, nilai yang cukup rendah karena dilakukan tanpa pemilahan kualitas. Pemanenan umumnya dilakukan dengan metode petik pelangi, memanen buah merah, kuning, dan hijau bersamaan.

ICRAF bekerja sama dengan 101 Coffee House melalui proyek Peat-IMPACTS, menyelenggarakan pelatihan pemanenan dan penanganan pasca panen kopi. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas biji kopi dan memastikan bahwa harga jualnya sesuai dengan kualitas yang diperoleh melalui praktik terbaik dalam pemanenan dan penanganan pasca panen.

Pemahaman mengenai anatomi, struktur kimia, kandungan nutrisi dan mutu kopi serta metode pengolahan buah kopi menjadi biji kopi disampaikan dalam pelatihan. Penekanan khusus diberikan pada teknik petik merah untuk memastikan kualitas kopi yang optimal. Peserta juga terlibat dalam praktik pemilahan biji berdasarkan indikator kualitas seperti biji berlubang, berwarna hitam, pecah, dan kerusakan lainnya. Selain itu juga membahas indikator penting lainnya, seperti densitas (berat/volume) dan kadar air, sebagai kunci untuk mengukur kualitas biji kopi secara menyeluruh.

Restu Darmawan, narasumber dari 101 Coffee House menyampaikan bahwa untuk memperoleh harga sesuai kualitas, petani harus menerapkan metode pemilahan, juga perbaikan cara budidaya dan pemanenan, karena jumlah biji cacat akan berkurang.

Lebih lanjut, Restu Darmawan menyampaikan bahwa proses penanganan pasca panen kopi bisa berbeda antar desa, tergantung ketersediaan air bersih. Apabila air bersih terbatas, dianjurkan tidak menggunakan metode full wash (cara basah). Di Desa Pasak dan Bengkarek umumnya petani menerapkan metode honey process, dan sebagian dengan natural process (cara kering).

Di Desa Pasak, pelatihan dihadiri oleh 42 peserta, terdiri dari 11 perempuan dan 31 laki-laki. Sementara itu, di Desa Bengkarek, 22 peserta turut serta, dengan 10 perempuan dan 12 laki-laki. Keaktifan terlihat dari seluruh peserta yang mengikuti pelatihan ini, dan mereka merasakan manfaat nyata dari pengalaman yang mereka terima.

Oleh: Nurhayatun Nafsiyah

Optimis: Pertanian Ramah Gambut dapat Memperbaiki Penghidupan Masyarakat Desa

Di Indonesia, gambut memerlukan perhatian yang cukup besar dari berbagai pihak, mengingat wilayah Indonesia memiliki ekosistem yang unik ini yang sangat luas. Lembaga Insiatif Kerjasama Iklim Internasional (IKI) BMUV Jerman telah meluncurkan sejumlah proyek di Indonesia, salah satunya adalah proyek Peat-IMPACTS. Proyek ini bertujuan untuk mendukung perwujudan pengelolaan gambut berkelanjutan dengan memperkuat kapasitas teknis dan kelembagaan serta penyelarasan peran antara sektor publik dan swasta.

Kunjungan ke Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
Diawali dengan kunjungan ke kantor Bappeda Provinsi Sumatera Selatan sekaligus berdialog dengan beberapa unsur pimpinan Bappeda,  OPD, dan lembaga terkait untuk memahami perspektif pemerintah tentang kolaborasi proyek, proses implementasi, dan dampak yang dirasakan, khususnya terkait kondisi musim kemarau panjang, dan menjelang musim berikutnya.

Dalam dialog tersebut, Regina Ariyanti, S.T, Kepala Bappeda Sumatera Selatan, bersama dengan perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan dan Koordinator Tim Restorasi Gambut Daerah Sumatera Selatan, menyambut baik kunjungan BMUV. Pertemuan ini menjadi kesempatan berharga untuk bertukar informasi serta mengidentifikasi isu-isu penting yang dihadapi, sekaligus menyampaikan dampak positif yang ingin dicapai bersama, khususnya dalam kegiatan proyek Peat-IMPACTS.

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mengapresiasi kegiatan yang dilakukan bersama ICRAF Indonesia melalui Peat-IMPACTS di tahun 2020-2023, khususnya untuk beberapa capaian di tingkat provinsi, kabupaten, lanskap maupun desa. Seluruhnya merupakan rangkaian yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Di tingkat provinsi, Peat IMPACTS telah mendorong Penyusunan Rencana Perlidungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) Provinsi Sumatera Selatan,  menginisiasi peningkatan pengetahuan mengenai gambut dan DAS yang menyasar para pendidik dan siswa didik di tingkat Sekolah Dasar hingga lulusan universitas, pembentukan media informasi komunitas penulis, serta pembuatan media pembelajaran digital untuk capaian masyarakat yang lebih luas.

Serangkaian praktik dan kebijakan pengelolaan pelestarian lahan gambut di tingkat kabupaten dilakukan melalui penyusunan skenario, program, dan peta jalan yang melibatkan berbagai pihak  dan secara langsung mendampingi penyusunan RPPEG Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Selain itu, pendampingan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang bertujuan mengintegrasikan perlindungan ekosistem gambut dan aspek lingkungan lainnya juga menjadi fokus. Selanjutnya, upaya lain yang dilakukan adalah mengintegrasikan aspek perlindungan gambut, pertumbuhan hijau, dan perubahan iklim dalam Rencana Pembangunan Daerah (RPD), dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten OKI. Proses pengarusutamaan aspek pengelolaan gambut berkelanjutan yang lain dilakukan melalui proses pendampingan KLHS RTRWK Kabupaten OKI.

Kegiatan ditingkat bentang lahan dan desa, telah dilakukan melalui pengambilan dan pengolahan data dalam penyusunan peta jalan gambut lestari sehingga dihasilkan dan terbangunnya kesepakatan untuk mendukung model usahatani di enam (6) desa pilot di Kabupaten Banyuasin dan Ogan Komering Ilir (OKI). Kegiatan di tingkat desa ini difokuskan pada peningkatan kapasitas Tim Kerja Desa (TKD) dalam mengimplementasikan model usahatani melalui berbagai pelatihan dan praktik-praktik pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan. Semua praktik baik ini diharapkan dapat terus disebarluaskan, diadopsi dan diimplementasikan di wilayah lainnya di Sumatera Selatan.

Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Selatan juga menggarisbawahi aspek penting lainnya, yaitu pendanaan inovatif; mengingat ketersediaan dana saat ini yang kurang mencukupi untuk mendukung jasa lingkungan. Selain itu, ia berharap agar ada lembaga koordinasi keuangan institusional untuk manajemen lahan gambut yang dapat mengelola berbagai aktivitas, termasuk kontribusi dari berbagai pihak. Tujuannya adalah untuk memastikan pengelolaan sumber pendanaan yang efisien dan mencegah tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatan di wilayah yang sama.

Maike Lorenz, dari Kedutaan Besar Jerman di Jakarta, yang juga ikut dalam kunjungan ini mengatakan “Perubahan iklim adalah isu global yang krusial, dan komitmen kami ada pada solusi berbasis alam dengan relevansi internasional. Program aksi iklim juga merupakan bagian penting dari inisiatif kami. Kami sangat antusias untuk berkolaborasi, berbagi pengetahuan dan juga belajar dari Indonesia dalam upaya bersama mengatasi tantangan perubahan iklim ini.”

“Kami akan mendokumentasikan berbagai bukti nyata yang menarik dan melihat kemungkinan alternatif sumber pendanaan lain. Meskipun proyek ini mendekati masa penyelesaiannya, komitmen kami terhadap pelestarian lahan gambut tetap berlanjut, dengan beberapa fokus di provinsi utama yang menjadi target kami. Tujuan jangka panjang kami tetap untuk mengatasi masalah kebakaran dan kabut asap, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan lahan gambut yang efektif dan berkelanjutan.” ucap Kilian Schubert dengan tersenyum lebar, saat menutup kunjungan perkenalan bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.

Dua anggota tim lainnya yang juga hadir dalam kunjungan yang berlangsung pada tanggal 10 Oktober 2023, yakni Gerd Fleischer, Commision Manager Climate and Biodiveristy Hub Indonesia, dan Lawin Bastian, Advisor Climate and Biodiversity project.

Oleh: Tikah Atikah

Optimasi Perbanyakan Vegetatif untuk Meningkatkan Keberagaman dan Kualitas Tanaman pada Lahan Pertanian

Kendala harga getah yang tidak menguntungkan, ditambah dengan kuantitas dan kualitas yang kurang memuaskan, menjadi keluhan utama para petani di Desa Lebung Itam dan Penanggoan Duren, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Mayoritas mereka adalah pekebun karet monokultur. Keterbatasan pengetahuan dan minimnya informasi menyebabkan petani sering menanam bibit karet tanpa mempertimbangkan varietas dan keunggulan bibit.

Untuk mengatasi tantangan ini, ICRAF melalui Proyek Peat-IMPACTS mengadakan pelatihan perbanyakan vegetatif tanaman karet dan buah-buahan. Langkah awal ini merupakan implementasi model usahatani “Penganekaragaman tanaman di kebun karet rakyat melalui pembangunan kebun bibit karet dan buah-buahan”.

Dalam pelatihan, kelima metode perbanyakan vegetatif, seperti okulasi, sambung pucuk, susuan, cangkok, dan stek, diterapkan dengan menggunakan bibit durian dan alpukat. Petani juga mempelajari cara memilih batang bawah dan atas (entres), serta strategi mengatasi kekeringan dengan meningkatkan kelembaban tanah menggunakan batang pisang atau menerapkan sistem siram suntik.

Selain diajarkan perbanyakan vegetatif, petani juga mendapatkan pengetahuan tentang pemilihan bibit yang sesuai dengan iklim dan tekstur tanah di lokasi penanaman, serta cara mengatasi agar bibit tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

Dengan menggunakan bibit karet unggul, petani dapat mencapai kuantitas dan kualitas getah karet yang lebih optimal. “Harapan saya, pelatihan ini akan mendorong petani pekebun tidak lagi membeli bibit yang tidak jelas varietas dan asal usulnya. Kita dapat menghasilkan bibit sendiri, membantu menyediakan bibit bagi petani lain, bahkan memiliki potensi untuk menjual ke luar desa,” Kata Saili, anggota Tim Kerja Desa.

Melalui pelatihan ini, diharapkan para petani mampu memproduksi bibit unggul dengan varietas yang jelas untuk memenuhi kebutuhan di kebun mereka, di dalam desa, bahkan dapat dijual sebagai sumber pendapatan bagi kelompok tani. Ketersediaan bibit buah-buahan seperti petai, pinang, durian, alpukat, dan duku dapat diintegrasikan di antara tanaman karet sebagai upaya penerapan sistem agroforestri. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan diversifikasi pendapatan petani, selain dari hasil getah karet.

Pelatihan yang berlangsung pada 16-21 Oktober 2023 di Desa Lebung Itam ini diikuti oleh 23 petani dari Desa Lebung Itam dan 20 petani dari Desa Penanggoan Duren; dengan melibatkan tim kerja desa, kelompok tani, kelompok perempuan, dan perangkat desa.

Oleh: Oktarinsyah Ade Pratama

Pupuk organik: solusi terhadap mahalnya harga pupuk kimia dan perbaikan kesuburan tanah

Saat ini pupuk kimia di Desa Nusakarta sangat sulit didapat. Kalaupun ada, harganya terus naik sehingga biaya perawatan kebun semakin mahal dan menyulitkan petani. Apalagi, pada kebun-kebun kelapa sawit tua yang produktivitasnya mulai menurun, sehingga memerlukan pupuk lebih banyak. Di sisi lain, pemberian pupuk kimia yang terus menerus membuat kesuburan tanah menurun, karena tanah menjadi asam dan tanaman mudah terserang penyakit.

Pupuk organik menjadi alternatif untuk mengatasi mahalnya harga pupuk kimia. Pupuk organik dapat tersedia secara alami dari pelapukan serasah tanaman yang ada di kebun, tetapi jumlahnya terbatas, apalagi pada kebun kelapa sawit monokultur.

Sebagai langkah awal implementasi model usaha tani, ICRAF melalui proyek Peat-IMPACTS mengadakan pelatihan pembuatan pupuk organik padat dan cair tentang pengayaan kelapa sawit dengan tanaman pinang, alpukat dan jahe untuk penganekaragaman produk dari kebun sawit.

Pembuatan pupuk organik menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat, antara lain dedak padi, batang pisang, dedaunan/rerumputan hingga limbah rumah tangga.

Ibu Kuntani, anggota Tim Kerja Desa mengatakan, “Saya sudah sekitar satu tahun ini membuat pupuk organik padat maupun cair untuk tanaman cabai dan merasakan manfaatnya. Cabai yang saya tanam lebih tahan penyakit dan kondisi tanah semakin subur. Sangat menghemat biaya.”

Ibu Kuntani belajar membuat pupuk organik lewat kanal sosial media secara mandiri. Namun dia meyakini masih butuh belajar banyak, terutama cara membuat pengurai bahan organik dengan menggunakan bahan yang ada di sekitar tempat tinggalnya.

Pupuk organik ini diharapkan dapat memperbaiki kesuburan tanah, menyediakan unsur hara lengkap bagi tanaman, menjaga kelembapan dan tidak berdampak negatif untuk lingkungan.

Selain pelatihan pembuatan pupuk organik, sosialisasi mengenai dampak kebakaran lahan bagi lingkungan pun disampaikan, terutama pada lahan pertanian di lahan gambut. Pembakaran di lahan pertanian di lahan gambut akan menghilangkan fungsi gambut untuk menampung air. Hal ini dapat dirasakan di saat musim kemarau.

Pelatihan dilakukan pada tanggal 22-23 September 2023 di Desa Nusakarta yang diikuti oleh 23 orang yang terdiri dari tim kerja desa, kelompok tani, kelompok perempuan dan perangkat desa.

Oleh: Oktarinsyah Ade Pratama

Desa Rengas Abang berinovasi mengubah tandan kosong dan pelepah sawit menjadi pupuk organik

Sebagian besar masyarakat Desa Rengas Abang, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir menggantungkan hidup dari perkebunan kelapa sawit, baik menjadi buruh perkebunan, buruh pabrik pengolahan, maupun sebagai petani plasma.

Sebagai petani plasma, mereka terbiasa menggunakan pupuk kimia karena mudah didapat dan digunakan. Namun, mahalnya pupuk kimia membuat mereka mulai berfikir untuk mencari alternatif bahan lain yang dapat digunakan sebagai pupuk. Tumbuhnya kesadaran masyarakat akan dampak penggunaan pupuk kimia terhadap lingkungan dalam jangka panjang menjadi pertimbangan untuk beralih ke pupuk organik.

ICRAF melalui Program Peat-IMPACTS membangun model usahatani “Pembuatan pupuk kompos berbahan baku tandan kosong” di Desa Rengas Abang yang diimplementasikan melalui kolaborasi antara pemerintah desa, BUmDesa Karya Makmur, koperasi dan perusahaan.

Terjalinnya kerja sama dengan PT. SAML, sebagai langkah awal, limbah pabrik pengolahan kelapa sawit berupa tandan kosong yang menumpuk menjadi inspirasi bagi para petani sawit Desa Rengas Abang untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik.

Pelatihan dilakukan pada 21 September 2023 yang dihadiri oleh 13 peserta perempuan dan 12 laki-laki dengan saling berbagi peran. Laki-laki mencacah bahan baku dan perempuan membuat biang untuk pengomposan.

Dua macam perlakuan dipraktikkan, yaitu: (1) pengomposan tandan sawit kosong, pupuk kandang, garam, molase, gula merah, EM4, dan (2) pengomposan pelepah sawit, batang pisang, garam, molase, hijauan, gula merah, pupuk kandang, EM4. Sebagai tambahan, pembiakan molase dengan bahan EM4, terasi, gula merah juga dipraktikkan dalam pelatihan.

“Pembuatan pupuk organik cukup mudah, apalagi bahan baku yang melimpah dan tersedianya alat pencacah milik BUMDesa sangat memungkinkan untuk memproduksi pupuk dalam jumlah banyak,” kata Bustanul Arif, salah satu peserta pelatihan yang menyambut baik kegiatan ini.

Manfaat pupuk organik, unsur hara yang dibutuhkan tanaman, bahan-bahan organik di sekitar kita yang mengandung unsur hara, serta praktik pengomposan bahan organik disampaikan dalam pelatihan.

Pelatihan pembuatan pupuk organik dilakukan agar petani mampu memenuhi kebutuhan pupuk mandiri di kebun pribadi mereka.

“Setelah kami memahami mengenai pembuatan pupuk organik, kedepannya kami dapat mengembangkan dengan menemukan komposisi yang tepat agar pupuk organik yang dihasilkan mengandung unsur hara yang cukup sehingga dapat digunakan untuk memupuk tanaman sawit mereka,” ungkap Nursayid, Ketua tim kerja desa, dengan bersemangat.

Oleh: Junaidi Hutasuhut

Rangkul para pihak wujudkan pengelolaan tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk gambut berkelanjutan

Kolaborasi dan harapan besar dalam menjaga serta mengelola ekosistem gambut di Kubu Raya telah menjadi salah satu pilar utama dalam mendukung kehidupan dan keberlanjutan lingkungan. Pemerintah Kabupaten Kubu Raya telah mengambil langkah nyata dalam hal ini melalui koordinasi pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).

Langkah ini terwujud dalam terbitnya Peraturan Daerah No. 4 tahun 2016 dan Peraturan Bupati No. 17 tahun 2017, yang mengatur tentang Organisasi dan Tata Kerja Forum TJSL Perusahaan. Selain itu, Keputusan Bupati Kabupaten Kubu Raya No. 528 tahun 2017 juga menjadi landasan untuk pembentukan Forum TJSL Perusahaan yang memiliki peran vital dalam menjaga ekosistem gambut. Semua ini mencerminkan komitmen serius untuk menjaga lingkungan dan memastikan keberlanjutan ekosistem gambut di Kubu Raya

Pada pelaksanaannya masih terdapat beberapa tantangan, untuk merespon itu ICRAF melalui Peat-IMPACTS bersama Pemda Kubu Raya dan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) telah melakukan berbagai rangkaian kegiatan diskusi terfokus dan lokakarya untuk merevitalisasi regulasi dan kelembagaan Forum TJSL Kubu Raya.

Proses ini telah menghasilkan dua peraturan bupati, yaitu Peraturan Bupati Nomor 19 tahun 2023 tentang Pelaksanaan TJSL Perusahaan dan Peraturan Bupati Nomor 20 tahun 2023 tentang Organisasi dan Tata Kerja Forum TJSL Perusahaan.

Rabu, 11 Oktober 2023 diadakan Sosialisasi mengenai Peraturan Daerah tentang Penanaman Modal dan Perizinan Berusaha berbasis risiko dan peraturan Bupati Kubu Raya tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan kepada seluruh pihak terkait, di Kubu Raya.

Kepala DPMPTSP Kab. Kubu Raya Maria Agustina menjelaskan, “Lokakarya ini juga untuk menyusun rencana aksi Forum TJSL Kabupaten Kubu Raya. Kemudian mengintegrasikan pelaksanaan TJSL dalam kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Kubu Raya.”

“Kehadiran ICRAF, sama seperti komitmen awal untuk mendukung pemerintah daerah dalam mengelola dan melindungi gambutanya dengan melibatkan berbagai pihak. Pengelolaan gambut secara berkelanjutan, tidak mungkin hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan keterlibatan semua pihak, salah satu diantara stakeholder yang diharapkan berkontribusi adalah pengusaha,” ujar Ni Putu Sekar Trisnaning Laksmi, Peneliti ICRAF.

The 5th IKI Networking Workshop: Membangun kesuksesan bersama dalam mitigasi, adaptasi, dan konservasi alam

Pada tanggal 9 Oktober 2023, ICRAF Indonesia turut hadir dalam acara the 5th IKI Networking Workshop yang bertema “Interlinkages between climate, biodiversity, and energy” di Pullman Hotel Thamrin, Jakarta. Acara ini dihadiri oleh beberapa Project Managers, perwakilan dari Pemerintah Indonesia dan Jerman, serta perwakilan dari berbagai organisasi yang melaksanakan proyek yang didanai oleh International Climate Initiative (IKI). Lebih dari 50 proyek yang mewakili berbagai topik terkait mitigasi, adaptasi, kehutanan, dan biodiversitas turut berpartisipasi dalam acara ini.

Tahun ini, International Climate Initiative (IKI), yang berdiri sejak tahun 2008, merayakan ulang tahunnya yang ke-15. Perayaan ini menjadi momentum untuk mengapresiasi kesuksesan yang telah dicapai, yang tak lepas dari kerja sama erat dan kolaborasi antara IKI, para mitra, dan para pelaksana proyek yang telah berkontribusi selama satu setengah dekade lebih.

Kilian Schubert, dari Federal Ministry for the environment, Nature Conservation, Nuclear Safety and Consumer Protection, menyampaikan apresiasi pencapaian yang luar biasa ini, yang mencakup hampir lebih dari 950 proyek yang telah berhasil diselesaikan dan juga untuk yang masih berjalan hingga saat ini.

Workshop kemudian dilanjutkan dengan diskusi bersama dalam format World Café yang mencakup berbagai topik, termasuk tantangan utama dalam implementasi proyek, keberlanjutan intervensi proyek dalam jangka panjang, serta berbagi pengetahuan dan jaringan.

ICRAF Indonesia juga turut serta dalam booth marketplace dengan menghadirkan beberapa publikasi dan produk-produk hasil kegiatan Proyek Peat-IMPACTS dalam budidaya usaha tani. Diantaranya madu lebah trigona dan beras ramah lingkungan yang ditanam dengan metode agrosilvo-fishery, serta pupuk organik padat dan cair.

Produk-produk ini menjadi contoh nyata dari upaya pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, peningkatan kapasitas pengetahuan Masyarakat desa, dan sekaligus berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat di Desa Baru, Kab Banyuasin, Sumatera Selatan. Booth marketplace ini juga diikuti oleh 14 proyek lainnya.

Oleh: Tikah Atikah

Mengenal tanaman yang tidak disukai oleh gajah: pentingnya penyadartahuan

Kehadiran gajah ke sawah di Desa Jadi Mulya, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan seringkali menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Padi yang mulai berbulir menjadi daya tarik untuk didatangi, dimakan dan dirusak.

Apa yang seharusnya dilakukan oleh petani untuk menghindari kerugian akibat serangan gajah terhadap tanaman padi?

Namun, ada tindakan yang bisa diambil oleh petani untuk mengurangi risiko kerugian akibat serangan gajah. Gajah tidak suka memakan semua jenis tanaman, dan beberapa di antaranya bisa dijadikan alternatif yang ditanam sebagai “barrier” untuk melindungi tanaman padi dari serangan gajah. Dengan memahami jenis-jenis tanaman yang tidak disukai oleh gajah, petani dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif.

ICRAF melalui Project Peat-IMPACTS membangun model bisnis “Penerapan agroforestri palatabilitas rendah bagi gajah untuk mengurangi resiko kerugian akibat serangan gajah”. Sebagai implementasi dari bisnis model ini adalah penyadartahuan tentang agroforestri dengan jenis tanaman palatabilitas rendah bagi gajah.

Serangkaian pelatihan dilakukan, yaitu perbanyakan vegetatif dan generatif jenis tanaman palatabilitas rendah, pembuatan pupuk organik padat dan cair, serta penyadartahuan tentang agroforestri, antara tanggal 18-20 September 2023.

Pelatihan ini dihadiri 25 orang yang terdiri dari tim kerja desa, kelompok tani, kelompok perempuan dan perangkat desa. Umumnya mereka cukup memahami mengenai agroforestri dan menyebutkan jenis tanaman yang cocok untuk ditanam di Desa Jadi Mulya, antara lain pete, jengkol, kemiri, jeruk, cabai dan serai wangi.

Para peserta pelatihan secara aktif terlibat dalam proses perencanaan kebun agroforestri dengan menggunakan alat bantu berupa papan simulasi agroforestri. Proses musyawarah berlangsung antara peserta laki-laki dan perempuan, mereka berdiskusi bersama untuk menentukan rancangan agroforestri yang sesuai. Keputusan diambil secara partisipatif, mencerminkan kerja sama yang kuat antara peserta pria dan wanita dalam mengambil langkah yang terbaik untuk kebun agroforestri mereka.

Ketua Tim Kerja Desa Jadi Mulya, Hariyanto mengatakan “Sistem agroforestri sangat cocok dikembangkan di desa ini agar petani tidak hanya mengandalkan satu sumber pendapatan yaitu padi. Agroforestri dengan jenis palatabilitas rendah bagi gajah diharapkan dapat ditanam di sepanjang lahan yang berbatasan dengan hutan perusahaan tanaman industri, sebagai penghalang masuknya gajah ke persawahan.”

Oleh: Romadhona Hartiyadi