Top
 

Berbagi Pembelajaran: Inovasi pengembangan lahan suboptimal untuk mengatasi tantangan perubahan iklim

Foto: Bubun Kurniadi/Jurnalis

Desa Baru, terletak di kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin, merupakan suatu kawasan yang geografisnya didominasi oleh lahan rawa lebak dan pasang surut. Kondisi ini menjadikan kekeringan dan banjir sebagai hal yang lazim untuk masyarakat desa. Genangan air yang berlangsung selama 3-4 bulan pada musim penghujan, serta kekeringan yang terjadi pada musim kemarau, membuat masyarakat Desa Baru kesulitan untuk menjalankan praktik pertanian secara optimal. Akibatnya, sebagian besar masyarakat desa mengandalkan sektor peternakan dan mata pencaharian alternatif di luar sektor pertanian untuk mencukupi kehidupan mereka.

Melalui program Peat-IMPACTS, ICRAF bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten Banyuasin dan pemerintah Desa Baru dalam upaya mengembangkan model usahatani Agrosilvofishery dan budidaya lebah terigona sebagai alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan pemanfaatan lahan suboptimal. Lahan demoplot dirancang agar kegiatan budidaya pertanian, perikanan, dan kehutanan dapat dilakukan secara terintegrasi dalam satu lahan, baik pada musim penghujan maupun musim kemarau, sehingga pemanfaatan lahan dapat dimaksimalkan.

Program Peat-IMPACTS di Desa Baru telah berjalan sejak tahun 2020 hingga saat ini, mencakup penggalian data, penentuan model usahatani, pembentukan tim kerja bersama tingkat kabupaten dan desa, serta implementasi dan pengembangan model usahatani. Peningkatan kapasitas pada sistem usahatani dan kelembagaan juga dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan. Hingga kini, perkembangan model usahatani Agrosilvofishery dan budidaya kelulut telah berkembang pesat dengan adanya produk pertanian seperti beras, madu, pupuk organik cair dan padat, serta molase. Produk-produk ini berhasil dipasarkan dan memberikan tambahan penghasilan bagi petani di Desa Baru.

Perkembangan positif yang terjadi di demoplot ICRAF di Desa Baru cukup menarik perhatian, salah satunya dari Tay Juhana Foundation. Hal ini ditandai dengan kunjungan yang dilakukan oleh Ika Zahara Qurani beserta tim. Kedatangan Tim Tay Juhana Foundation pada tanggal 8 November 2023 ini disambut dengan antusias oleh tim kerja Desa Baru. Dengan didampingi Tim ICRAF, Tim Kerja Desa Baru menjelaskan latar belakang model usahatani yang diprakarsai oleh ICRAF beserta Pemerintah Kabupaten Banyuasin, menyesuaikan kondisi lanskap wilayah desa, sekaligus mengajak seluruh Tim Tay Juhana berkunjung secara langsung ke lokasi demoplot.

Ika Zahara Qurani mengatakan “Hasil kunjungan ini akan menjadi bagian dari proses pembelajaran untuk merancang rencana kegiatan Tay Juhana Foundation dalam mengembangkan lahan suboptimal. Kami dari Tim Tay Juhana sangat mengapresiasi ICRAF dalam menerima kunjungan kami.”

Oleh: Junaidi Hutasuhut

Desa Rengas Abang berinovasi mengubah tandan kosong dan pelepah sawit menjadi pupuk organik

Sebagian besar masyarakat Desa Rengas Abang, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir menggantungkan hidup dari perkebunan kelapa sawit, baik menjadi buruh perkebunan, buruh pabrik pengolahan, maupun sebagai petani plasma.

Sebagai petani plasma, mereka terbiasa menggunakan pupuk kimia karena mudah didapat dan digunakan. Namun, mahalnya pupuk kimia membuat mereka mulai berfikir untuk mencari alternatif bahan lain yang dapat digunakan sebagai pupuk. Tumbuhnya kesadaran masyarakat akan dampak penggunaan pupuk kimia terhadap lingkungan dalam jangka panjang menjadi pertimbangan untuk beralih ke pupuk organik.

ICRAF melalui Program Peat-IMPACTS membangun model usahatani “Pembuatan pupuk kompos berbahan baku tandan kosong” di Desa Rengas Abang yang diimplementasikan melalui kolaborasi antara pemerintah desa, BUmDesa Karya Makmur, koperasi dan perusahaan.

Terjalinnya kerja sama dengan PT. SAML, sebagai langkah awal, limbah pabrik pengolahan kelapa sawit berupa tandan kosong yang menumpuk menjadi inspirasi bagi para petani sawit Desa Rengas Abang untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik.

Pelatihan dilakukan pada 21 September 2023 yang dihadiri oleh 13 peserta perempuan dan 12 laki-laki dengan saling berbagi peran. Laki-laki mencacah bahan baku dan perempuan membuat biang untuk pengomposan.

Dua macam perlakuan dipraktikkan, yaitu: (1) pengomposan tandan sawit kosong, pupuk kandang, garam, molase, gula merah, EM4, dan (2) pengomposan pelepah sawit, batang pisang, garam, molase, hijauan, gula merah, pupuk kandang, EM4. Sebagai tambahan, pembiakan molase dengan bahan EM4, terasi, gula merah juga dipraktikkan dalam pelatihan.

“Pembuatan pupuk organik cukup mudah, apalagi bahan baku yang melimpah dan tersedianya alat pencacah milik BUMDesa sangat memungkinkan untuk memproduksi pupuk dalam jumlah banyak,” kata Bustanul Arif, salah satu peserta pelatihan yang menyambut baik kegiatan ini.

Manfaat pupuk organik, unsur hara yang dibutuhkan tanaman, bahan-bahan organik di sekitar kita yang mengandung unsur hara, serta praktik pengomposan bahan organik disampaikan dalam pelatihan.

Pelatihan pembuatan pupuk organik dilakukan agar petani mampu memenuhi kebutuhan pupuk mandiri di kebun pribadi mereka.

“Setelah kami memahami mengenai pembuatan pupuk organik, kedepannya kami dapat mengembangkan dengan menemukan komposisi yang tepat agar pupuk organik yang dihasilkan mengandung unsur hara yang cukup sehingga dapat digunakan untuk memupuk tanaman sawit mereka,” ungkap Nursayid, Ketua tim kerja desa, dengan bersemangat.

Oleh: Junaidi Hutasuhut

Pelatihan Pupuk Organik: meningkatkan kesadaran dan kemampuan petani menuju pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan

Pupuk organik merupakan komponen penting dalam praktik pertanian ramah lingkungan terutama pada ekosistem lahan gambut yang memiliki tingkat kemasaman lebih tinggi . Umumnya petani menggunakan kotoran hewan (KOHE) seperti kotoran sapi, ayam atau kambing sebagai bahan baku pupuk organik. Namun besarnya kebutuhan dan terbatasnya ketersediaan KOHE membuat petani kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku pupuk organik.

Melalui program #PeatIMPACTS telah mendampingi pelatihan pembuatan pupuk organik di dua desa pilot, Desa Baru dan Daya Kesuma di Kabupaten Banyuasin, dalam upaya meningkatkan kapasitas petani dalam pengelolaan pupuk organik secara mandiri. Pelatihan ini diawali dengan sosialisasi mengenai teknik pengomposan, jenis bahan baku yang digunakan, dan peralatan yang diperlukan. Pelatihan ini diikuti oleh kelompok tani binaan, kelompok perempuan, dan beberapa perangkat desa.

Bahan baku pupuk organik adalah rumput sejenis kumpai yang ada di persawahan, kotoran sapi, EM4 dan gula. Peserta pelatihan bergotong royong mencacah bahan baku dan mencampurkan bahan-bahan sesuai dengan arahan, dilanjutkan dengan pengomposan. Selama proses pengomposan, bahan campuran dibolak-balik agar merata dan maksimal.

Pendamping pelatihan, Iskak Nugky dari ICRAF menjelaskan, bahwa dalam pembuatan pupuk organik, para petani juga dapat memanfaatkan bahan-bahan organik yang tersedia di sekitarnya, seperti rumput, jerami padi, batang jagung dan bahan organik lainnya.

Penerapan pupuk organik tidak hanya memberikan dampak positif bagi lingkungan, juga secara berkelanjutan dapat meningkatkan kesuburan lahan pertanian. Selain itu, pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan baku pupuk dapat mengurangi tingkat kebakaran lahan, karena seresahnya dapat dimanfaatkan dengan lebih baik.

Harapannya, petani dan masyarakat akan semakin menyadari betapa pentingnya penggunaan pupuk organik dalam praktik pertanian mereka. Dengan pengetahuan yang diberikan, diharapkan tercipta kemandirian dalam memenuhi kebutuhan akan pupuk organik, bahkan membuka peluang untuk menjualnya kepada petani lain yang membutuhkan, sebagai alternatif sumber pendapatan ekonomi keluarga petani.

Oleh: Junaidi Hutasuhut