Top
 

Menelisik Pahit Manisnya Pengalaman Petani di Lahan Gambut

Lahan Tumpang sari Mas Sahrul (Foto: Intan Wulandari, PMG KalBar 2021)

Tepat tanggal 30 Maret 2021 saya, Siti Ardiyanti, lulusan muda S-1 Pendidikan Biologi di Universitas Muhammadiyah Pontianak, resmi tergabung dalam Program Inkubasi Peneliti Muda Gambut (IPMG) Kalimantan Barat. Rasa bangga, bahagia, dan penuh tantangan ketika dinyatakan lolos menjadi salah satu PMG Kalimantan Barat. Sebab sebelum memilih bergabung menjadi PMG Kalbar, banyak keraguan dan keputusan yang harus saya ambil. Namun semua itu dapat terlewati dengan baik.

Selama bergabung di PMG dan mengikuti proses inkubasi kurang lebih satu bulan, banyak ilmu baru yang saya dapatkan. Latar belakang pendidikan yang saya miliki cukup berlawanan dengan kegiatan di lapangan. Saat dibangku perkuliahan lebih sering berkutat di laboratorium dan belajar microteaching, sehingga dalam mendalami proses inkubasi membuat saya harus bekerja keras untuk bisa mengimbangi rekan-rekan PMG lainnya. Banyak catatan kecil dan istilah baru terkait lahan gambut yang saya dapatkan seperti: muka air tanah, definisi lahan gambut, prinsip kerja lahan gambut, cara mengolah tanah dilahan gambut dan masih banyak lagi. Tetapi, momen yang paling menyenangkan dan menurut saya banyak sekali pembelajarannya, yaitu ketika kita berkegiatan secara langsung di lapangan. Kita dapat berkeliling desa menghampiri satu demi satu lahan pertanian, berdiskusi bersama petani, berswafoto, berkesempatan melihat petani kelapa nderes atau memanen nira, serta melihat proses pembuatan gula semut yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Pengalaman tersebut menjadi ilmu baru bagi saya.

Dari delapan desa yang sudah saya kunjungi banyak sekali pengalaman menarik yang tentunya memberikan kesan tersendiri bagi saya. Salah satunya Desa Permata yang berada di Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya. Dengan waktu tempuh 2 jam 45 menit perjalanan dari ibu kota menuju desa ini, diakses melalui jalur air dan jalur darat. Di Desa Permata ini masyarakat mayoritas menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Dengan mengendarai sepeda motor, saya bersama tim menyusuri jalan tanah yang terjal dan becek saat hujan. Kami melewati pemukiman Desa Radak 1, Desa Radak 2, dan hamparan panjang kebun-kebun masyarakat yang gelap dan minim pemukiman untuk bisa sampai di daerah tersebut. Setengah jam perjalanan dari kantor Desa Permata, permukiman masyarakat pun mulai terlihat. Disanalah para petani lahan gambut Desa Permata bercocok tanam. Mereka hidup dengan kondisi yang serba terbatas dengan akses listrik yang belum tersedia. Selama berkegiatan disana, jalan tersebut telah menjadi rute tetap kami. Pulang pada waktu adzan maghrib berkumandang dengan suasana desa yang sudah gelap menjadi pengalaman tersendiri, dan memberikan gambaran bahwa hidup di lahan gambut masih jauh dari kata ‘sejahtera’.

Komoditas pertanian yang sangat populer dan menjadi tumpuan hidup masyarakat adalah jahe dan cabai. Mayoritas masyarakat menanam jahe dan cabai secara monokultur dan ada pula yang menanamnya dengan cara tumpangsari. Selama berkeliling desa dan mengamati lahan pertanian monokultur. Kami, tim PMG sering menerima keluhan dari petani jahe yang mengalami gagal panen karena daun yang menguning dan jahe membusuk akibat jamur. Sebenarnya berbagai upaya penyemprotan sudah mereka lakukan namun persoalan kerusakan tanaman belum dapat diatasi.

Berbeda ketika saya diantarkan ke lahan seluas 1,007 hektar dengan pola tumpang sari antara jahe dan cabe milik Mas Sahrul, salah satu petani disana. Tanamannya terlihat subur dan hijau. Sebenarnya saya sedikit terkejut karena sudah ada petani yang bisa dan paham akan pola tanam tumpang sari. Karena dari sebagian besar desa yang sudah kami kunjungi, masih banyak petani yang menanam dengan sistem monokultur. Menarik sekali bagi saya untuk bisa mengetahui bagaimana petani tersebut berpikir untuk menumpangsarikan antara jahe dan cabai. Ternyata cara ini beliau ketahui dari hasil penyuluhan pertanian lapangan dan menurutnya cara ini jauh lebih menguntungkan baik dari segi pendapatan maupun dalam mencegah gagal panen. Temuan ini jelas sangat berbeda dan bisa menjadi inspirasi bagi petani lain di Desa Permata. Dengan demikian penting memperkenalkan dan menyebarluaskan pilihan teknik pertanian kepada petani. Tanpa pengenalan kepada petani, mustahil untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam mengolah lahan gambut. Serta kepada pihak-pihak yang terkait baik pemerintah daerah setempat serta Dinas Pertanian untuk dapat memberikan dukungan baik berupa modal, kegiatan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan penyediaan sarana bertani untuk meningkatkan produksi usaha tani masyarakat Desa Permata.

Lahan tumpeng sari Sahrul, salah satu petani di Desa Permata
(Foto: Sahrul, Petani Desa Permata)
Proses pemanenan cabai monokultur
(Foto: Sahrul, Petani Desa Permata)
(a) Jahe monokultur
(Foto: Zaki Ruhyaman, PMG KalBar 2021)
(b) Cabe monokultur
(Foto: Zaki Ruhyaman, PMG KalBar 2021)