Pupuk organik: solusi terhadap mahalnya harga pupuk kimia dan perbaikan kesuburan tanah
Saat ini pupuk kimia di Desa Nusakarta sangat sulit didapat. Kalaupun ada, harganya terus naik sehingga biaya perawatan kebun semakin mahal dan menyulitkan petani. Apalagi, pada kebun-kebun kelapa sawit tua yang produktivitasnya mulai menurun, sehingga memerlukan pupuk lebih banyak. Di sisi lain, pemberian pupuk kimia yang terus menerus membuat kesuburan tanah menurun, karena tanah menjadi asam dan tanaman mudah terserang penyakit.
Pupuk organik menjadi alternatif untuk mengatasi mahalnya harga pupuk kimia. Pupuk organik dapat tersedia secara alami dari pelapukan serasah tanaman yang ada di kebun, tetapi jumlahnya terbatas, apalagi pada kebun kelapa sawit monokultur.
Sebagai langkah awal implementasi model usaha tani, ICRAF melalui proyek Peat-IMPACTS mengadakan pelatihan pembuatan pupuk organik padat dan cair tentang pengayaan kelapa sawit dengan tanaman pinang, alpukat dan jahe untuk penganekaragaman produk dari kebun sawit.
Pembuatan pupuk organik menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat, antara lain dedak padi, batang pisang, dedaunan/rerumputan hingga limbah rumah tangga.
Ibu Kuntani, anggota Tim Kerja Desa mengatakan, “Saya sudah sekitar satu tahun ini membuat pupuk organik padat maupun cair untuk tanaman cabai dan merasakan manfaatnya. Cabai yang saya tanam lebih tahan penyakit dan kondisi tanah semakin subur. Sangat menghemat biaya.”
Ibu Kuntani belajar membuat pupuk organik lewat kanal sosial media secara mandiri. Namun dia meyakini masih butuh belajar banyak, terutama cara membuat pengurai bahan organik dengan menggunakan bahan yang ada di sekitar tempat tinggalnya.
Pupuk organik ini diharapkan dapat memperbaiki kesuburan tanah, menyediakan unsur hara lengkap bagi tanaman, menjaga kelembapan dan tidak berdampak negatif untuk lingkungan.
Selain pelatihan pembuatan pupuk organik, sosialisasi mengenai dampak kebakaran lahan bagi lingkungan pun disampaikan, terutama pada lahan pertanian di lahan gambut. Pembakaran di lahan pertanian di lahan gambut akan menghilangkan fungsi gambut untuk menampung air. Hal ini dapat dirasakan di saat musim kemarau.
Pelatihan dilakukan pada tanggal 22-23 September 2023 di Desa Nusakarta yang diikuti oleh 23 orang yang terdiri dari tim kerja desa, kelompok tani, kelompok perempuan dan perangkat desa.