Top
 

Menuju Sistem Agroforestri di Desa Sungai Asam, Kubu Raya: Pelatihan Budidaya Durian, Matoa dan Nanas

Nanas merupakan komoditi unggulan di Desa Sungai Asam, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Nanas umumnya ditanam dalam sistem monokultur di lahan gambut. Penanaman monokultur memiliki dampak jangka panjang yang kurang baik dalam hal kesuburan tanah dan potensi penyebaran hama penyakit yang berakibat pada penurunan produktivitas.

Sejauh ini, masyarakat Desa Sungai Asam masih memiliki keterbatasan pengetahuan mengenai budidaya pohon buah-buahan dan keterbatasan ketersediaan bibit berkualitas baik. Kalaupun tersedia, mahalnya harga bibit menjadi kendala para petani.

Guna meningkatkan kapasitas masyarakat, ICRAF melalui program Peat-IMPACTS mengadakan pelatihan dalam memperkenalkan sistem agroforestri. Agroforestri yang memadukan tanaman nanas dengan pepohohan penghasil buah-buahan dapat mengurangi resiko penurunan kesuburan tanah, penyebaran hama dan penyakit, serta memberikan tambahan pendapatan. ICRAF juga mengadakan pelatihan vegetatif dan budidaya durian, matoa dan nanas, termasuk pengendalian hama dengan bioinsektisida/insektisida alami, serta pembuatan pupuk organik.

Pelatihan di Sungai Asam ini sangat menarik, karena mendatangkan dua narasumber petani dari Desa Sungai Radak Dua, Pak Teguh Kurniawan dan Pak Muhammad Dalil. Bersama Pak Sesep Zainuddin dari ICRAF Pontianak, Pak Teguh Kurniawan berbagi pengalamannya dalam membuat pupuk organik, sementara dan Pak Muhammad Dalil berbagi pengalaman mengenai cara pembiakan tanaman secara vegetatif dengan menyambung, menempel, mencangkok untuk mendapatkan bibit tanaman buah-buahan dengan kualitas yang baik. Subekti Rahayu, peneliti ICRAF Indonesia turut berbagi pengalaman dan berdiskusi lebih mendalam mengenai cara budidaya buah-buahan dan pengenalan bioinsektisida dari bahan-bahan yang ada di sekitar rumah petani.

Petani sangat antusias mengikuti pelatihan. Bahkan sehari setelah pelatihan, salah satu anggota Tim Kerja Desa (TKD) langsung mempraktikkan pemanfaatan seresah untuk pupuk organik di kebunnya.

Pelatihan dilakukan pada Bulan September 2023 di Desa Sungai Asam yang diikuti oleh 15 orang anggota TKD Sungai Asam yang terdiri dari tujuh orang perempuan dan delapan orang laki-laki.

Oleh: Nurhayatun Nafsiyah

Kolaborasi multipihak sukseskan implementasi Usaha Tani di Desa

Keberhasilan model usaha tani yang diterapkan di suatu desa memerlukan dukungan dan peran serta multipihak, sesuai dengan semboyan yang populer digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Kubu Raya dengan “Kepung Bakol”, yaitu istilah lokal untuk memperkuat semangat bersinergi dan berkolaborasi untuk penyelenggaraan pembangunan dan pemerintahan di Kubu Raya.

Metode pendekatan dalam membangun kerangka pikir bagi pelaksana program yang berorientasi pada perubahan perilaku aktor, interaksi para aktor, serta pemetaan perubahannya, yang disebut sebagai “Outcome Mapping” dilaksanakan ICRAF Indonesia bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kubu Raya dengan melaksanakan Lokakarya Multipihak “Pengembangan Peta Jalan untuk Implementasi Model Bisnis dengan Menggunakan Kerangka Outcome Mapping”.

Melalui program Peat-IMPACTS yang berlokasi di enam desa percontohan di Kabupaten Kubu Raya, yaitu Desa Permata, Sungai Radak Dua, Sungai Asam, Kubu, Bengkarek, dan Pasak; kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan sebelumnya yang juga telah dilakukan penandatanganan Kesepakatan Pelaksanaan Pembangunan Berwawasan Lingkungan (KP2BL). Dan kali ini dilakukan untuk tiga desa contoh selanjutnya yang berada di kawasan hidrologis gambut (KHG) Sungai Terentang-Sungai Kapuas, yaitu Desa Permata, Desa Sungai Radak Dua dan Desa Kubu.

Lokakarya ini dilaksanakan untuk menyamakan persepsi, memetakan peran dan dukungan dari berbagai pihak dalam membangun model usaha tani yang berwawasan lingkungan. Model usaha tani yang telah disusun dan akan diimplementasikan antara lain, untuk Desa Permata adalah perbaikan Pengelolaan Hutan Desa: Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu, untuk Desa Kubu adalah Pengembangan HHBK di Kawasan Hutan dan Perhutanan Sosial Desa Kubu Melalui Perbaikan Tata Kelola, dan untuk Desa Sungai Radak Dua adalah Pengembangan sistem pertanian terpadu (pertanian-perikanan-perkebunan) untuk perbaikan pengelolaan lahan gambut dan peningkatan penghidupan masyarakat.

Diskusi dilakukan didalam kelompok masing-masing desa dengan model usaha tani yang telah disepakati bersama para pihak secara partisipatif. Karangwa Outcome mapping juga digunakan untuk memetakan peran para aktor, baik aktor yang akan dilihat perubahan perilakunya atau dikenal sebagai “mitra langsung” dan aktor pendukung yang dikenal sebagai “mitra strategis”.

Perubahan perilaku yang diinginkan pada mitra langsung akan mendapatkan berbagai dukungan dari berbagai pihak, terutama dalam peningkatan kapasitas. Dukungan keterlibatan dan pemikiran dari berbagai pihak juga telah dituangkan dan disepakati dalam penandatanganan Kesepakatan Pelaksanaan Pembangunan Berwawasan Lingkungan (KP2BL); dan para pihak yang terlibat tersusun didalam forum kerjasama multi pihak atau tim kerja bersama.

Kepala Bidang Kelembagaan, Pemberdayaan Masyarakat dan Kerjasama Desa, Sarinah, mewakili Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kubu Raya dalam sambutannya menyampaikan dukungan untuk mewujudkan pengelolaan gambut berkelanjutan dengan memperkuat kapasitas teknis, kelembagaan dan penyelarasan sektor publik dan swasta dengan kepung bakol, untuk bersama-sama membangun desa dengan tidak merusak ekosistem lingkungan dan meningkatkan penghidupan dan ekonomi desa. Salah satu cara meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) desa melalui pembentukan dan pembinaan BUMDes.

Hal ini selaras dengan penyampaian oleh Betha Lusiana, Peneliti ICRAF Indonesia bahwa kegiatan peningkatan penghidupan berwawasan lingkungan malalui pembentukan usaha tani ditingkat desa dengan tetap melindungi gambut dengan keterlibatan multipihak. Pelaksanakan kegiatan usaha tani yang berkelanjutan juga perlu adanya peningkatan kapasitas petani, lembaga keuangan dan pemerintah di desa.

Gambut merupakan ekosistem yang cukup penting, namun saat ini keadaannya cukup terancam karena banyak kerusakan yang terjadi. Salah satu penyebabnya adalah pengelolaan yang kurang tepat, serta pemahaman masyarakat mengenai opsi penghidupan dilahan gambut cukup terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penguatan kapasitas melalui model usaha tani yang dikembangkan berdasarkan karakteristik masing-masing desa dengan informasi dan data yang diperoleh. Sehingga kemampuan dalam mengelola gambut akan lebih memadai, penghidupan masyarakat meningkat, dan kelestarian ekosistem gambut tetap terjaga, ungkap Subekti Rahayu, WP3 Peat-IMPACTS Leader, ICRAF Indonesia.

Harapannya setelah pendampingan dilakukan di enam desa percontohan ini, kegiatan akan dilaksanakan secara mandiri dan berkelanjutan bersama pemerintah desa dengan melibatkan mitra pendukung lainnya, dan akan menjadi model baik untuk desa-desa lainnya di Kubu Raya.

Lokakarya ini diselenggarakan pada tanggal 21-23 Februari 2023, yang dihadiri oleh Dinas terkait, LSM, perwakilan desa, asosiasi, pihak swasta dan lainnya.

Oleh Nurhayatun Nafsiyah & Tikah Atikah

Memetakan Kemajuan Usaha Tani Melalui Outcome Mapping

Kabupaten Kubu Raya sungguh istimewa. Kekayaan ekologisnya memberi peluang beragam usaha tani dan sekaligus tantangannya. Keberadaan gambut di wilayah kabupaten memberi pilihan-pilihan yang terbatas bagi masyarakat yang tinggal di wilayah gambut. Mengingat pentingnya mempertahankan kondisi gambut atau lahan basah tersebut, pilihan usaha tani harus mempertimbangkan sisi ekonomi dan sisi konservasi gambut.

Peneliti ICRAF bersama dengan Yayasan Natural Kapital Indonesia (YNKI) telah mengolah data dan informasi awal tentang opsi-opsi usaha tani yang dapat diupayakan oleh para petani di enam desa pilot, yaitu Desa Permata, Sungai Radak Dua, Sungai Asam, Kubu, Bengkarek, dan Pasak. 

ICRAF dan YNKI menyelenggarakan lokakarya multipihak “Pengembangan Peta Jalan untuk Implementasi Model Bisnis dengan Menggunakan Kerangka Outcome Mapping” yang dihadiri oleh dinas pemerintah terkait, perwakilan desa, LSM, pihak swasta, dan lainnya pada 31 Januari- 2 Februari 2023 di Gardenia Resort and Spa, Kubu Raya. Kegiatan ini bertujuan untuk menyamakan persepsi tentang pentingnya peran multipihak dan kontribusi mereka dalam penerapan model-model usaha tani yang berwawasan lingkungan, yang ditandai dengan penandatanganan Kesepakatan Pelaksanaan Pembangunan Berwawasan Lingkungan (KP2BL).

Apa itu Outcome Mapping (OM)?

Outcome mapping (OM) merupakan metode pendekatan dalam membangun kerangka pikir bagi pelaksana program yang berorientasi pada perubahan perilaku aktor, interaksi para aktor, serta pemetaan perubahannya. Pendekatan OM mengakui kompleksitas sistem sosial dan keterbatasan intervensi program. Pendekatan ini umum digunakan pada proyek riset aksi untuk memperluas tingkat serapan hasil penelitian dan mempengaruhi kebijakan.

Pendekatan OM menjawab siapa berperan sebagai apa dan bagaimana hubungan antar komponen pengelola satu sama lain. Selain itu OM juga menjawab bagaimana cara mencapai target dan pelaksana mengetahui proses implementasi. Pendekatan OM mensyaratkan kombinasi penguatan kapasitas, refleksi, negosiasi, evaluasi dan penetapan tujuan perbaikan antar aktor dalam seluruh program. Aktivitas kunci pada pendekatan ini meliputi interaksi dialog dan pembelajaran bersama yang terus menerus.

Penerapan pendekatan OM pada pengembangan usaha tani terpadu dengan agroforestry telah didukung ICRAF melalui Peat-IMPACTS Indonesia. Pendekatan OM dinyatakan para pihak sebagai pendekatan yang baru, dan para pihak cukup tertarik mengungkap situasi permasalahan pada usaha tani yang terkait dengan usaha komoditas Karet, Kopi, Hortikultura, serta situasi pendukung usaha tani seperti banjir, kebakaran dan rendahnya dukungan infrastruktur pendukung usaha pertanian. Pemerintah Desa melalui Tim Kerja Desa (TKD) yang terbentuk dibawa untuk memetakan perubahan masa depan dari Usaha Tani yang akan terjadi melalui kontribusi dukungan para pihak; OPD, Pihak Swasta dan LSM.

Dalam lokakarya OM ini, desa Bengkarek, Sungai Asam, dan Pasak terlebih dahulu melakukan pemetaan OM pada pengembangan model sistem usaha tani agroforestry di lahan gambut. Proses selama 3 hari ini dimaksimalkan oleh TKD untuk menyusun langkah-langkah pemetaan OM bersama para pihak yang akan menjadi mitra strategis. Pemetaan peta jalan implementasi dengan Outcome Mapping disusun bersama-sama dalam kelompok kecil yang disesuaikan dengan model sistem usaha tani di desa Bengkarek, Sungai Asam, dan Pasak. Adapun model usaha tani yang akan dikembangkan di desa Bengkarek dan Pasak adalah perbaikan pengelolaan agfororestry kopi, karet, pinang, petai, dan cabai, sedangkan di desa Sungai Asam adalah perbaikan agroforestry nanas dan pengayaan pohon buah-buahan.

Dalam proses identifikasi rancangan OM, Subekti Rahayu (WP3 Peat-IMPACTS Leader, ICRAF Indonesia) menyampaikan bahwa penghidupan di ekosistem gambut dapat dibilang susah, karena ekosistemnya unik sehingga perlu penanganan spesifik. Di lahan gambut kondisinya selalu tergenang, tanahnya miskin, sehingga perlu dipilih jenis-jenis tanaman yang bisa ditanam. Opsi penghidupan terbatas, sehingga perlu peningkatan kapasitas di tingkat kelompok tani, masyarakat atau OPD sekitar. Dengan #PahlawanGambut kami merangkul berbagai pihak untuk memperhatikan kelestarian lingkungan bersama-sama melalui pengembangan usaha tani berbasis agroforestry. Cara mewujudkan penghidupan ini penting dikerjakan bersama-sama karena akan lebih mudah dalam mengimplementasikan konsep “kepong bakol”.

Drs. Jakariyansyah, M.Si (Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kubu Raya) memaparkan materi terkait strategi pembangunan desa, bahwa hakitat dalam proses pembangunan desa terdiri dari pemerintah desa yang efektif, professional, transparan dan akuntabel, pemberdayaan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Pihak-pihak terkait yang akan menjadi mitra strategis dalam implementasi pengembangan model sistem usaha tani di desa tersebut juga menyampaikan komitmen dukungannya, salah satunya 101-Coffee House yang dihadiri oleh Siti Masitha menyampaikan bahwa akan mendukung petani mengembangkan kopi untuk menaikkan grade/ kualitas kopi dan mendampingi desa Bengkarek dan Pasak punya brand produk kopi kemasan.

Bupati Kubu Raya, H. Muda Mahendrawan, S.H menyampaikan program Peat-IMPACTS perlu didukung oleh dinas-dinas lain di lingkungan Kabupaten Kubu Raya. Mengintegrasikan dengan program Pembangunan Desa dari DPMPD, Dinas UMKM untuk menjembatani legalitas produk UMKM, program TJSL dari perusahaan serta integrasi dengan pemberdayaan perempuan melalui akademi Paradigta. Harapannya melalui kegiatan pengembangan usaha tani ini desa-desa bisa berkelanjutan dan menjadi usaha sederhana dari rumah tangga bisa terus bergerak dan menjadi UMKM unggulan desa.

Aksi nyata pelestarian dan konservasi lingkungan Gambut Kubu Raya lewat TJSL

Dalam menghasilkan rekomendasi intervensi kebijakan dan pendanaan gambut lestari di Kabupaten Kubu Raya, diperlukan informasi mengenai status dan kemajuan kebijakan, kelembagaan dan program pendanaan konservasi bagi pengelolaan gambut lestari. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang terpadu dan terukur berpotensi sebagai inovasi dalam pengelolaan dan pendanaan gambut lestari. Untuk itu upaya analisis dan kajian terhadap efektivitas kebijakan menjadi penting untuk melihat performa kebijakan tanggungjawab sosial dan lingkungan yang sudah berjalan apakah sudah sesuai tujuan dan capaian kebijakan.

Berbagai diskusi bersama telah dilakukan antara Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan World Agroforestry (ICRAF), dan hari ini, 15 Desember 2022 digelar lokakarya bertajuk “Konsultasi publik revitalisasi kelembagaan forum tanggung jawab sosial dan lingkungan serta meningkatkan pemahaman untuk monitoring dan evaluasi di Kabupaten Kubu Raya”, dalam rangka mengkonsultasikan dan mendiskusikan beberapa poin penting penguatan regulasi TJSL, serta memfinalkan program strategis dan kerangka sistem database untuk monitoring dan evaluasi, serta tata kelola forum.

Menurut Wakil Ketua DPRD, Suharso, S.IP, MH, diskusi konsultasi public ini adalah upaya untuk memperkuat potensi besar yang perlu terus digali dalam forum TJSL terkait Perda yang dikawal dan evaluasi bersama. Monitoring dan evaluasi menuju perbaikan perlu dilakukan agar ada kesesuaian antara susunan peran dan tanggung jawab para anggota forum.

“Pemerintah daerah maupun pusat secara kelembagaan senantiasa memberikan dukungan moril dan kebijakan, namun tidak akan bisa bekerja sendiri tanpa adanya dukungan dan support dari seluruh pihak dari berbagai kelembagaan. Sehingga seluruh pihak, khususnya badan usaha yang menjalankan usahanya di Kubu Raya dapat turut berkontribusi dalam upaya-upaya positif yang efektif, terarah dan memberikan manfaat untuk seluruh masyarakat di Kubu Raya”, tambah Soeharso.

Berbagai aksi nyata untuk pelestarian lingkungan yang berkelanjutan perlu dilakukan guna mengatasi dampak perubahan iklim global yang juga berdampak pada perubahan krisis ekonomi masyarakat. Serta upaya Pemda Kubu Raya untuk mengumpulkan berbagai isu yang menjadi trend atau domain Kubu Raya. Potensi sumber daya alam yang ada di Kubu Raya adalah gambut yang menjadi dominasi dan atensi bersama untuk pembangunan ekonomi hijau dengan memperhatikan berbagai karakteristik yang ada, karena mempertahankan kondisi gambut lestari adalah tanggungjawab seluruh pihak. Hal ini diungkapkan oleh Asisten 2 bidang perekonomian dan pembangunan Kubu Raya, Tri Indriastuty, S.Hut., M.T. Beliaupun mengapresiasi kepada ICRAF Indonesia yang telah menjembatani, mengagendakan dan mengkoordinasikan antar badan usaha, NGO dan Pemerintah Daerah Kubu Raya dalam melaksanakan forum diskusi ini.

Evaluasi menuju perbaikan pada program TJSL ini akan menjadi action and agreement nyata di 2023. Kerja marathon ICRAF Indonesia bersama Pemda melalui Dinas Penanaman Modal Pelayanan dan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) yang melibatkan berbagai pihak terkait akan disosialisasikan pada saat musrembang awal tahun 2023 yang akan menjadi tahap pelaksanaan kegiatan nyata yang berkesinambungan dengan pembangunan ekonomi hijau berkelanjutan, tambah Tri.

Maria Agustina, SE, M.Si., Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan dan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kubu Raya menyampaikan beberapa proses revitalisasi kelembagaan dan tata kelola TJSL, dengan berbagai pemahaman dan langkah monitoring dan evaluasi yang akan berjalan secara berkala dan beriringan agar tepat sasaran dengan program strategis.

Program strategis TJSL yang didukung ICRAF ini akan dilaksanakan di enam desa terpilih dalam pengelolaan gambut lestari, yaitu Desa Bengkarek, Pasak dan Sungai Asam yang berada di KHG Sungai Kapuas-Ambawang, dan di Desa Kubu, Permata dan Sungai Radak Dua di KHG Sungai Kapuas-Terentang.

Forum yang dihadiri para pelaku usaha, Camat dan Kepala Desa dari enam desa terpilih ini juga mendiskusikan struktur organisasi Forum TJSL yang akan melibatkan akademisi dan NGO di Bidang sosial, ekonomi, infrastruktur dan lingkungan. Berbagai usulan terlahir terkait pelibatan unsur organisasi masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat.

Kegiatan program strategis TJSL di Kubu Raya ini juga memerlukan dukungan berbagai data yang harapannya nanti akan terjalin Kerjasama dengan Simpul Jaringan Informasi Geospasial Daerah (SJIGD) Kabupaten Kubu Raya sebagai platform pendataan dan pemantauan TJSL.

Koordinator Sekretariat Simpul Jaringan Informasi Geospasial Kubu Raya, Feri Setiyoko menyambut baik dan turut mendukung kegiatan TJSL. Sistem data berbasis geospasial dengan teknologi transformasi digital 4.0 menyediakan data yang akurat, mutakhir dan dapat dipertanggungjawabkan untuk mendukung berbagai kegiatan program yang terintegrasi antar sektor, seperti program kesehatan, bantuan sosial, kewirausahaan dan investasi.

Strategi dan contoh program pengembangan masyarakat

Dr. Sonny Sukada, Director of Partnerships and Development, menjelaskan mengenai proses M&E dalam program srategis TJSL yang berhubungan dengan kebutuhan akan pengembangan masyarakat terhadap berbagai isu-isu yang ada terkait pendidikan, budaya, kesehatan, lapangan kerja, akses terhadap teknologi dan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Strategi pengembangan masyarakat perlu memiliki kejelasan, diantaranya komunitas yang akan disasar, cara dan metode pelaksanaan, termasuk tujuan, hasil, keluaran, dan dampak, dengan prinsip perubahan dan perbaikan yang dikehendaki. Melalui monitoring, akan menangkap situasi dan kondisi dalam kurun waktu yang berbeda, dan evaluasi akan memberikan penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan dan keputusan manfaat atau perbaikan yang perlu dilakukan dlaam suatu kegiatan. Hal ini akan meningkatkan citra, kinerja dan keberlanjutan organisasi, serta meningkatkan kapasitas, kepercayaan diri dan kepuasan secara individu.

Berbagai bahan pembelajaran yang telah dilakukan ICRAF Indonesia dan contoh program kerja masyarakat dari program TJSL/CSR disampaikan oleh Dr. Beria Leimona, Senior Expert Landscape Governance and Investment. Diantaranya di DAS Besai, Lampung dalam program pemantauan kualitas air dan tingkat erosi yang dilaksanakan dengan bekerja sama beberapa pihak. Juga program peningkatan kualitas air tanah dan efisiensi pemakaian air, di DAS Rejoso Kita Pasuruan, di mana perusahaan secara langsung menginvestasikan dana dan kegiatan CSR untuk menyelamatkan sumber air.

Beliau juga mengatakan bahwa beberapa indikator restorasi melalui kegiatan konservasi berbasis performa dilakukan guna menunjang proses monitoring dan evaluasi. Juga kegiatan yang berkaitan dengan perubahan dan perbaikan perilaku masyarakat. Dibutuhkan adanya inovasi berbasis ilmiah dan forum bersama untuk mencapai keuntungan yang bukan hanya untuk perusahaan saja, namun secara koleksif untuk masyarakat Kubu Raya yang mengarah kepada kelestarian ekosistem gambut.

Sebagai bagian dari kegiatan TJSL, program konservasi dan restorasi pun perlu dilakukan monitoring. Jejakin, sebuah start up terkait sistem manajemen karbon, menyampaikan beberapa studi kasus yang sudah dilakukan sebagai contoh pembelajaran. Haris Iskandar, Forest Carbon and Sustainability Director Jejak.in, berbicara mengenai keterlibatan perusahaan serta secara tidak langsung masyarakat secara luas dalam menyumbang tingkat karbon.

Platform yang digunakan bernama CarbonAtlas. Platform ini mampu mengukur luas plot lahan berapa dan kemampuan tanam pepohonan berapa, serta survey lapangan yang dilakukan dalam Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV) pencapaian kondisi kegiatan konservasi di lapangan.

Kegiatan konsultasi pelaksanaan program strategis TJSL ini akan berada di desa-desa terpilih pengelolaan gambut lestari, juga kerangka tata kelola forum, dan potensi pengembangan Simpul Jaringan Informasi Geospasial Daerah (SJIGD) Kabupaten Kubu Raya sebagai platform pendataan dan pemantauan TJSL lewat pembelajaran Jejak.in.

UNTUK GENERASI MASA DEPAN: Launching Kurikulum Muatan Lokal Gambut dan Mangrove di Kabupaten Kubu Raya

Edukasi Gambut, Mengapa Penting? Ekosistem gambut di Kabupaten Kubu Raya adalah sumber daya alam yang berperan penting bagi penghidupan masyarakat. Sayangnya, ekosistem gambut seringkali tidak dikelola dengan baik karena minimnya pengetahuan tentang karakteristik dan praktik pengelolaan terbaik. Akibatnya, berbagai permasalahan seperti kebakaran, dan rusaknya habitat alami seringkali terjadi. Karenanya, pengetahuan tentang pengelolaan gambut perlu ditanamkan sejak dini melalui jalur edukasi formal sejak sekolah dasar. Akan tetapi, walaupun penelitian sudah banyak dilakukan, hasil-hasil yang ada masih perlu dikembangkan dan disesuaikan agar dapat menjadi konsumsi belajar anak-anak sekolah.

Diawali dengan persembahan tundang (pantun berdendang) Melayu dari siswa SMPN 3 Sungai Kakap, Kubu Raya, acara “Launching kurikulum muatan lokal gambut dan mangrove di Kabupaten Kubu Raya” yang diadakan pada tanggal 30 November 2022 di Gardenia Resort Kubu Raya ini, berisi pesan ajakan kepada generasi muda untuk mencintai dan mengelola lingkungan, khususnya gambut dan mangrove, serta sebagai #PahlawanGambut generasi muda siap untuk melanjutkan dan memahami ekosistem gambut dan mangrove.

Mengawali acara, Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Dr. Suwignya Utama, MBA menyampaikan apresiasi dan rasa bangga kepada Pemerintah Daerah yang telah menginisiasi dan menyambut baik seluruh proses penyusunan kurikulum Kubu Raya, serta menjadi yang yang pertama untuk menerapkan edukasi dan langkah nyata untuk bergerak dan belajar menerapkan kurikulum gambut dan mangrove yang terintegrasi ke dalam mata pelajaran”.

Dr Sonya Dewi, Direktur ICRAF Indonesia pun menyampaikan ucapan terimakasih dan apresiasi tak terhingga, kepada Pemerintah Kabupaten Kubu Raya, yang melalui kepemimpinan Bupati Muda Mahendrawan, telah menunjukkan komitmen dan konsistensi yang begitu kuat terhadap kelestarian dan keberlanjutan ekosistem gambut di Kabupaten Kubu Raya.

“Tahun lalu, Indonesia baru saja sebuah komitmen baru terhadap diri sendiri dan masyarakat global yang disebut sebagai Strategi Jangka Panjang-Pembangunan Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim. Salah satu hal penting disana adalah komitmen Indonesia untuk mencapai kondisi netral-karbon di tahun 2060. Artinya pada saat itu jumlah kumulatif emisi dan sequestrasi Indonesia adalah nol. Di dalam dokumen tersebut, kata “gambut” disebutkan sebanyak 27 kali, jauh lebih banyak dari kata “keanekaragaman Hayati” bahkan kata “konservasi”. Artinya, ekosistem gambut memang diakui memegang peranan penting dalam pencapaian target penanganan perubahan iklim Indonesia.”, tambah Sonya.

“Manfaat keberadaan gambut dan mangrove ini harus dinikmati oleh seluruh masyarakat Kubu Raya, berangkat dari sanalah kita berusaha menyambut baik inisiasi dan gagasan guna mendukung pemahaman mengenai lingkungan gambut dan mangrove ini harus diawali dari dari para generasi muda sebagai penerus bangsa, melalui pembelajaran dan pemahaman edukasi dijenjang SD dan SMP”, Kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kubu Raya, M. Ayub, S.Pd.

Ir. Huda Ahsani, MSi, Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut, mewakili Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Ir. Sri Parwati Murwani Budisusanti MSc,. mengatakan bahwa penguatan sumber daya manusia merupakan kegiatan utama, sehingga pengembangan kurikulum mulok gambut dan mangrove ini penting untuk menyokong ketahanan pangan, konservasi keanekaragaman hayati dan tata pengembangan pertanian dan kehutanan. Penerapan tata kelola ekosistem gambut melalui ilmu pengetahuan harus dilakukan sejak dini kepada anak-anak sehingga mereka dapat memahami perubahan iklim yang terjadi di dunia ini, sehingga mereka mampu melakukan tindakan perubahan (corrective action) yang berbasis keilmuan dan kajian yang ada.

“Arti kata ‘kurikulum’ adalah jalan untuk menuju satu tujuan, yaitu pengalaman-pengalaman yang berisi wawasan pembelajaran bagi anak-anak untuk mewujudkan karakeristik anak dan pendewasaan diri agar mereka memiliki dan mendapatkan jalan dan ruang bergerak seperti yang diinginkan mereka untuk dapat menjadi individu yang bermanfaat. Hal yg luar biasa kelak adalah harapan kami agar kurikulum gambut dan mangrove ini menjadi muatan materi ajar yang dapat terintegrasi ke seluruh mata pelajaran.” Dukungan ini disampaikan oleh Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Dr. Zulfikri, M.ED.

Semangat dan Langkah merdeka belajar adalah bagian yang tidak terpisahkan serta menjadi upaya menavigasi masyarakat, dari desa maupun dari pemerintah untuk turut mengawal restorasi ekosistem gambut. Sebuah pesan semangat yang disampaikan oleh Bupati Kubu Raya, H. Muda Mahendrawan, S.H.

Beliau juga menambahkan, ajakan keterlibatan para pendidik ini digerakan secara bersama-sama dari berbagai kecamatan yang tergabung menjadi satu. Gerakan inilah yang akan meneruskan penjalanan edukasi gambut dan mangrove di Kubu Raya dengan semangat Kepong Bakul untuk bergerak serentak berinovasi. Multi etnis keberagaman pada masyarakat di Kabupaten Kubu Raya, dapat membuka pola pikir masyarakat dalam bersemangat terbuka untuk bersama dan memberikan kekuatan berbudaya yang berkembang untuk memperkuat inisiatif, gagasan dan ide yang terlahir dalam kurikulum yang teritegrasi ini. Permasalahan akan dirumuskan, antar guru, antar anak, agar dapat saling memberikan penguatan edukasi yang menjadi dasar pemahaman.

Keberhasilan penyusunan kurikulum muatan lokal gambut tidak lepas dari partisipasi aktif tenaga pengajar, pengelola sekolah, pengawas dan mitra pembangunan dalam prosesnya. Kemitraan aktif ini penting untuk terus dibangun dan dijaga dalam pengembangan muatan lokal gambut ke depannya nanti.

Penguatan kapasitas tenaga pengajar dalam memahami ekosistem gambut dan mengembangkan bahan ajar adalah kunci utama penerapan kurikulum muatan lokal gambut di tingkat Kabupaten dan kesuksesan pembelajaran serta pemahaman tentang ekosistem gambut kepada seluruh peserta didik di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Penghargaan terbesar berupa sertifikat dan cenderamata menjadi penanda keberhasilan dan ucapan Terima kasih yang teramat sangat kepada seluruh Tim Pengmbang Muatan Lokal Gambut dan Mangrove yang telah mencurahkan pemikiran dan dicurahkan.

Langkah mulia ini bertujuan untuk menciptakan generasi muda Indonesia yang paham dan sekaligus mengimplementasikan pengetahuan yang mereka terima dalam menjaga ekosistem gambut demi kesejahteraan dan keberlangsungan lingkungan di Kubu Raya, Kalimantan Barat, Indonesia.