Top
 

Tim Kerja Desa Anugerah Bersama: menuju kebun pembibitan berkualitas dengan inovasi dan semangat

Permasalahan kualitas dan kuantitas getah karet yang rendah, serta harga yang kurang menguntungkan, menjadi keluhan petani karet di Desa Lebung Itam, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Berbagai faktor diduga menjadi penyebabnya, antara lain kualitas bibit yang rendah, perawatan tanaman yang belum sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan tanaman atau tanaman sudah terlalu tua. Akibatnya, mereka terpaksa mencari pekerjaan di tempat lain. Di lain pihak, lahan yang semestinya menjadi sumber penghasilan utama menjadi kurang diperhatikan.

ICRAF melalui project #Peat-IMPACTS, melakukan pendampingan dan pelatihan dalam pembangunan kebun pembibitan sebagai model usahatani yang diterapkan Tim Kerja Desa Anugerah Bersama, di Desa Lebung Itam. Pembangunan kebun pembibitan ini bertujuan untuk menyediakan bibit atau bahan tanaman dengan kualitas baik. Mereka bersemangat dalam mempersiapkan lahan percontohan yang akan menjadi ruang belajar bersama untuk meningkatkan kualitas getah karet dan penganekaragaman tanaman buah-buahan.

Lahan percontohan disiapkan dengan pendekatan ramah lingkungan, termasuk pembukaan lahan tanpa bakar, pengurangan penggunaan herbisida, dan pemanfaatan bahan organik seperti pupuk kendang, daun kering dan batang pohon pisang untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menyimpan unsur hara dalam tanah.

Keterlibatan seluruh petani dalam proses penanaman dan perawatan bibit karet serta buah-buahan di lahan percontohan seluas 0,5 ha menunjukkan antusiasme yang luar biasa. Dalam aspek bisnis, mereka didorong untuk mengelola dan menjual bibit karet dan buah-buahan yang telah bersertifikat dengan harga yang terjangkau di pasar lokal bagi sesame petani.

Ibu Triana dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Provinsi Sumatera Selatan, yang turut hadir saat persiapan lahan, menyampaikan bahwa penangkaran bibit bersertifikat masih langka di masyarakat.

Diharapkan kebun induk yang dikelola oleh Tim Kerja #DesaLebungItam dapat menjadi pelopor penyedia bibit berkualitas dan membantu memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar akan bibit karet dan buah-buahan.

Oleh: Oktarinsyah Ade Pratama

Inovasi dari Sumsel untuk Pelestarian Ekosistem Gambut

Provinsi Sumatera Selatan memiliki beragam potensi alam yang meliputi ekosistem unik, mulai dari pegunungan hingga rawa gambut dan hutan mangrove. Kesadaran akan pentingnya melestarikan sumber daya alam yang sangat berharga ini mendorong penerapan pendekatan inovatif sejak usia dini, terutama melalui pendidikan formal.

Upaya kolaboratif telah diluncurkan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Banyuasin untuk meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan dalam mengelola ekosistem gambut. Kurikulum lokal tentang gambut dan Daerah Aliran Sungai (DAS) telah dikembangkan untuk siswa sekolah dasar di kelas 4-6.

Beberapa proses pengembangan kurikulum pendidikan Gambut. Foto oleh ICRAF Indonesia

Informasi yang luas tentang ekosistem gambut di Sumatera Selatan telah disebarluaskan, terutama dalam bahasa ilmiah. Namun, menyadari kebutuhan akan pengetahuan yang dapat diakses di kalangan siswa sekolah dasar, upaya penyesuaian dilakukan dalam pengembangan kurikulum pendidikan gambut, untuk memastikan kurikulum tersebut dapat dipahami dan sesuai untuk siswa Sekolah Dasar serta membuat mereka paham mengenai karakteristik dan pentingnya lahan gambut.

Proses pengembangan kurikulum meliputi pembuatan bahan ajar, termasuk metode dan media pengajaran yang komprehensif, meliputi kompetensi inti, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Guru di kedua kabupaten menerima bimbingan teknis untuk menyampaikan kurikulum secara efektif dan mengintegrasikan pemahaman ekosistem gambut ke dalam mata pelajaran mereka.

Sekolah Dasar yang melakukan uji coba kurikulum untuk menilai alat dan bahan ajar yang digunakan. Foto oleh ICRAF Indonesia

Kegiatan uji coba kurikulum dilakukan oleh tenaga pendidik yang telah mengikuti Bimbingan Teknis, guna memantau kemajuan dan memastikan instrument penilaian kualitas digunakan serta untuk melihat tanggapan peserta didik terhadap materi yang disajikan. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan juga melakukan proses monitoring yang disupervisi oleh Pusdikbud dengan instrumen penilaian yang telah disepakati.

Pentingnya pendidikan lingkungan gambut tidak hanya meningkatkan kesadaran siswa, tetapi juga mempersiapkan mereka menjadi penggiat lingkungan yang bertanggung jawab. Dengan memulai sejak dini, provinsi ini menciptakan generasi yang memahami nilai sumber daya alam dan dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan untuk melindunginya serta mengelolanya secara berkelanjutan. Dua keberhasilan utama adalah penerbitan SK Bupati di Kabupaten Banyuasin dan OKI, dan secara resmi menerapkan kurikulum gambut di sekolah dasar.

Kolaborasi besar dan kontribusi upaya dari pemangku kepentingan terkait tercapai dalam membangun dua kurikulum edukasi Gambut di dua lokasi proyek Peat-IMPACTS yang didanai IKI dilaksanakan oleh ICRAF, bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di kabupaten sasaran, Ogan Komering Ilir (OKI) dan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Kubu Raya di Kalimantan Barat, dan mitra pemerintah pusat, Gambut dan Badan Restorasi Mangrove (BRGM), LSM (mis., Blue Forest), dan forum multipihak (mis., Forum Daerah Aliran Sungai Sumatera Selatan) dalam mengembangkan kurikulum lokal.

Pemerintah Sumatera Selatan meluncurkan Kurikulum Lingkungan Gambut dan DAS pada 25 Mei 2023. Foto oleh Romadhona Hartiyadi/ICRAF Indonesia

Oleh: Syifa Fitriah Nuraeni dan Tikah Atikah

Warga Rengas Abang Inginkan Inovasi Pupuk Kompos Layaknya Pupuk Kimia

Pernyataan keinginan untuk berinovasi agar masyarakat dapat membudidayakan dan menjadikan pupuk kompos layaknya pupuk kimia meluncur dari Nursaid, Perwakilan dari BUMDes Desa Rengas Abang, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, saat berdiskusi tentang rencana pengembangan model usaha pembuatan pupuk organik dari tandan kosong (tangkos) dan pelepah sawit.

Tandan kosong (Tankos) yang merupakan limbah padat yang dihasilkan pabrik kelapa sawit pada proses pengelolaan tandah buah sawit menjadi minyak kelapa sawit, cukup banyak dijumpai di Desa Rengas Abang. Hal ini Nursaid sampaikan di Balai Desa saat mengikuti kegiatan ICRAF Indonesia yang berkolaborasi bersama perusahaan sawit, melalui Program Peat-IMPACTS Indonesia.

Diskusi yang dikomandoi oleh Dr Sonya Dewi, Direktur ICRAF Program Indonesia ini menjadi tahapan awal sebelum pelaksanaan dan pendampingan kegiatan agar apa yang dilakukan bersama warga desa benar-benar bermanfaat yang nantinya dapat meningkatkan penghidupan masyarakat desa.

“Bagi saya, Desa Rengas Abang ini merupakan desa yang dapat dikembangkan baik dari kapasitas masyarakat maupun produksi dari pupuk organiknya. Suatu langkah yang baik bagi kesejahteraan masyarakat, terutama untuk pengembangan kapasitas teknik, kapasitas kelembagaan serta kapasitas pembiayaan dalam memproduksi pupuk organik.  Seperti diketahui manfaat dari produksi pupuk organik ini dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat desa Rengas Abang, mempertahankan produktifitas kelapa sawit, sekaligus dapat melibatkan peran perempuan dalam memanfaatkan kebun pekarangan untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga melalui kebun dapur”, kata Sonya.

Sebelumnya Desa Rengas Abang berencana akan melakukan kegiatan usaha tandan buah sawit, namun setelah mengikuti tahapan pelatihan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan penguatan kapasitas, tim kerja desa memilih kegiatan model usaha pembuatan pupuk kompos dari tangkos dan pelepah sawit.

Perubahan ini terjadi setelah warga desa dan peneliti ICRAF berembuk kembali untuk memilih model usaha pembuatan pupuk kompos, dengan pertimbangan pupuk kompos akan memiliki prospek bisnis yang menjanjikan karena harga pupuk kimia cukup mahal dan sulit didapatkan.

“Jumlah plasma kebun sawit ada sekitar 1.700 hektar yang selalu membutuhkan pupuk. Kami sudah bertemu dengan pihak koperasi plasma, mereka setuju asalkan standar kualitas terjaga dengan baik. Selain itu dari sisi bahan baku, mudah diperoleh dari perusahaan sawit yang berada di desa kami,” begitu kata Nursaid mewakili suara dan pendapat dari warganya, pada diskusi tanggal 11 Oktober 2022 ini.

Kini yang dibutuhkan warga desa adalah teknis pembuatan pupuk kompos yang memiliki spesifikasi yang tepat, yaitu pupuk organik yang sesuai dengan kebutuhan tanaman kelapa sawit. Seperti halnya pupuk kimia, yaitu urea, KCL, dan TSP yang memiliki fungsi dan peruntukannya masing-masing, pupuk organik yang nanti akan diproduksi akan memiliki spesifikasi dan kegunaan seperti pupuk kimia.

Menanggapi keinginan warga desa, ICRAF dalam programnya akan memfasilitasi pembentukan kerjasama antara Bumdes dan Perusahaan kelapa sawit yang berada diareal Desa, melaksanakan pelatihan pupuk kompos secara manual dan penggunaan teknologi terkait prosesnya, uji laboratorium untuk melihat kandungan yang ada, apakah sudah lengkap dan sesuai untuk diaplikasikan pada tanaman sawit, peningkatan kapasitas pengelolaan lembaga seperti pencatatan keuangan, administrasi, marketing skill dan managerial untuk Bumdes nya sendiri.

“Ke depannya juga akan dilakukan pengembangan pemanfaatan pekarangan rumah warga desa dengan ditanami tanaman obat-obatan keluarga, sayur, dan buah buahan. Agar mansyarakat dapat memiliki kemandirian dan ketahanan pangan,” Kata Sonya Dewi yang lalu diaminkan oleh Bustanul Arif, Sekretaris Desa Rengas Abang.

Bustanul menambahkan bahwa yang dihadapi warga saat ini adalah struktur tanah yang tidak subur, kandungan humusnya yang sangat minim. Maka dengan adanya produksi pupuk kompos warga diharapkan akan dapat memupuk tanah pekarangan mereka, sehingga dapat ditanami sayur mayur dan tanaman kebutuhan rumah tangga lainya yang tentunya bermanfaat untuk pemenuhan pangan keluarga.

Oleh: Mushaful Imam dan Tikah Atikah