Top
 

Potensi pemanfaatan Laban (Vitex pinnata) sebagai bahan baku arang dalam system agrosilvofishery di Desa Sungai Radak Dua

Laban, tumbuhan pionir di hutan sekunder yang biasa tumbuh di tanah lembap seperti pinggiran sungai, relatif memiliki ketahanan terhadap kebakaran. Dengan kayu yang keras dan kerapatan jenis antara 0,8-0,95 g/cm3, Laban berpotensi sebagai bahan baku arang yang dapat menggantikan kayu mangrove.

Desa Sungai Radak Dua, Kecamatan Terentang, yang merupakan salah satu desa pada kawasan ekosistem gambut Kabupaten Kubu Raya, memililih laban sebagai komponen tanaman kayu dalam pengembangan demoplot agrosilvofishery dengan sistem surjan. Sistem surjan adalah  sistem penanaman yang dicirikan dengan perbedaan tinggi permukaan bidang tanam pada suatu lahan. Dalam praktiknya, sebagian tanah lapisan atas diambil atau digali kemudian digunakan untuk meninggikan bidang tanah di sampingnya secara memanjang sehingga berbentuk surjan. Laban akan ditanam pada bagian guludan beserta dengan tanaman hotikultura.

Pentingnya pemahaman mengenai teknik budidaya pohon laban dengan sistem surjan dibutuhkan oleh Tim Kerja Desa Sungai Radak Dua. Berkolaborasi dengan PT. Wana Subur Lestari (WSL), ICRAF, melalui proyek Peat-IMPACTS, menyelenggarakan sosialisasi pelatihan secara komprehensif. Mulai dari pemilihan bibit, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan dan pengolahan pasca panen Laban untuk dijadikan arang.

Egi Nur Ridwan, sebagai narasumber dari PT. WSL menjelaskan bahwa pohon laban tidak hanya dikenal karena daya tahannya terhadap kebakaran, namun juga karena kemampuannya untuk hidup kembali setelah terbakar. Keistimewaan lainnya adalah ketahanan terhadap genangan air, dan kayunya yang keras, menjadikannya sebagai bahan baku arang yang unggul.

Arang kayu laban memiliki kualitas yang baik, api atau bara bagus, menghasilkan asap yang wangi dan pembakaran yang tahan lama. Panas yang dihasilkan dan ketahanan nyala api kayu laban setara dengan bara arang briket.

M. Dalil, salah satu peserta pelatihan mengatakan, “Bagi masyarakat Desa Sungai Radak Dua, Laban sudah tidak asing lagi. Namun karena masih belum mengetahui kegunaan maupun nilai ekonomis yang dihasilkan dari laban, sehingga masyarakat masih belum ada yang tertarik untuk melakukan budidaya”.

Pelatihan ini diikuti oleh 15 peserta dari anggota tim kerja desa dan perwakilan perangkat desa. Enam di antaranya perempuan dan sembilan laki-laki. Mereka sangat aktif dan antusias mengikuti pelatihan ini, khususnya pengetahuan tentang manfaat pengolahan paska panen laban hingga nilai ekonomisnya jika pengolahannya dilakukan dengan baik.