Top
 

Pakan Ikan Mandiri: Strategi Efisien untuk Pengurangan Biaya dan Peningkatan Produksi

Para pembudidaya ikan dihadapkan dengan tantangan penyediaan pakan. Meskipun pasokan tersedia, harga bahan baku impor cenderung membuat harga jual pakan menjadi tinggi. Untuk itu, para pembudidaya ikan membutuhkan kemampuan untuk dapat menghasilkan pakan ikan mandiri dengan memanfaatkan bahan baku alternatif yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar, demi keberlanjutan usaha mereka.

Kegiatan budidaya perikanan, terutama nila, telah mulai diinisiasi di Desa Sungai Radak Dua, Kecamatan Terentang. Kegiatan ini didukung oleh Dinas Perikanan Kabupaten Kubu Raya dengan memberikan bantuan untuk setiap Rukun Tetangga (RT) berupa satu tambak ikan, bibit ikan, dan pellet.

Dalam upaya pengembangan usahatani agrosilvofishery dan pertanian berkelanjutan di lahan gambut, ICRAF melalui proyek Peat-IMPACTS mengadakan pelatihan inovatif mengenai produksi pakan ikan berupa maggot. Pelatihan berfokus pada persiapan kebutuhan pakan ikan dalam budidaya nila di tambak-tambak petani dan budidaya ikan lokal di sistem surjan, yaitu sistem penanaman yang dicirikan dengan perbedaan tinggi permukaan bidang tanam pada suatu lahan. Dalam praktiknya, sebagian tanah lapisan atas diambil atau digali kemudian digunakan untuk meninggikan bidang tanah di sampingnya secara memanjang sehingga berbentuk surjan.

Iskak Nugky Ismawan, narasumber dari ICRAF, dalam pelatihan pakan ikan mandiri menjelaskan bahwa pakan adalah komponen paling penting dalam budidaya perikanan. Salah satu opsi alternatif pengembangan pakan ikan adalah pembuatan maggot. Budidaya maggot mempunyai nilai yang tinggi di ranah perikanan juga menjanjikan pasar yang luas. Pembuatan maggot menjadi langkah inovatif dalam menjaga kesehatan ikan dan memberikan asupan nutrisi yang berkualitas.

Dalam pelatihan, Iskak juga menjelaskan mengenai alat dan bahan yang mudah didapat yaitu ember, susu fermentasi, kantong plastik, kaldu ayam, gula pasir, dedak, dan air secukupnya. Campuran bahan-bahan tersebut akan mendatangkan lalat black soldier (Hermetia illucens) untuk bertelur dan menetas menjadi maggot. Pembuatan kandang dan media penetasan telur pun diperlukan untuk memproduksi telur dan maggot.

Dalam sesi pelatihan, praktik budidaya pembuatan maggot dilakukan secara langsung, memastikan partisipasi aktif seluruh peserta dan memberikan mereka pemahaman yang komprehensif.

“Kelebihan pakan ikan mandiri dari maggot, yaitu penuh nutrisi karena mengandung asam amino dan protein yang sangat dibutuhkan oleh ikan, murah, tidak berbau amis seperti pakan lainnya. Juga mudah dicerna oleh ikan, dan cara budidayanya pun mudah,” jelas Iskak.

Pelatihan ini dihadiri oleh 15 orang peserta yang terdiri dari enam perempuan dan sembilan laki-laki.

Oleh: Iman Sumantri

Potensi pemanfaatan Laban (Vitex pinnata) sebagai bahan baku arang dalam system agrosilvofishery di Desa Sungai Radak Dua

Laban, tumbuhan pionir di hutan sekunder yang biasa tumbuh di tanah lembap seperti pinggiran sungai, relatif memiliki ketahanan terhadap kebakaran. Dengan kayu yang keras dan kerapatan jenis antara 0,8-0,95 g/cm3, Laban berpotensi sebagai bahan baku arang yang dapat menggantikan kayu mangrove.

Desa Sungai Radak Dua, Kecamatan Terentang, yang merupakan salah satu desa pada kawasan ekosistem gambut Kabupaten Kubu Raya, memililih laban sebagai komponen tanaman kayu dalam pengembangan demoplot agrosilvofishery dengan sistem surjan. Sistem surjan adalah  sistem penanaman yang dicirikan dengan perbedaan tinggi permukaan bidang tanam pada suatu lahan. Dalam praktiknya, sebagian tanah lapisan atas diambil atau digali kemudian digunakan untuk meninggikan bidang tanah di sampingnya secara memanjang sehingga berbentuk surjan. Laban akan ditanam pada bagian guludan beserta dengan tanaman hotikultura.

Pentingnya pemahaman mengenai teknik budidaya pohon laban dengan sistem surjan dibutuhkan oleh Tim Kerja Desa Sungai Radak Dua. Berkolaborasi dengan PT. Wana Subur Lestari (WSL), ICRAF, melalui proyek Peat-IMPACTS, menyelenggarakan sosialisasi pelatihan secara komprehensif. Mulai dari pemilihan bibit, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan dan pengolahan pasca panen Laban untuk dijadikan arang.

Egi Nur Ridwan, sebagai narasumber dari PT. WSL menjelaskan bahwa pohon laban tidak hanya dikenal karena daya tahannya terhadap kebakaran, namun juga karena kemampuannya untuk hidup kembali setelah terbakar. Keistimewaan lainnya adalah ketahanan terhadap genangan air, dan kayunya yang keras, menjadikannya sebagai bahan baku arang yang unggul.

Arang kayu laban memiliki kualitas yang baik, api atau bara bagus, menghasilkan asap yang wangi dan pembakaran yang tahan lama. Panas yang dihasilkan dan ketahanan nyala api kayu laban setara dengan bara arang briket.

M. Dalil, salah satu peserta pelatihan mengatakan, “Bagi masyarakat Desa Sungai Radak Dua, Laban sudah tidak asing lagi. Namun karena masih belum mengetahui kegunaan maupun nilai ekonomis yang dihasilkan dari laban, sehingga masyarakat masih belum ada yang tertarik untuk melakukan budidaya”.

Pelatihan ini diikuti oleh 15 peserta dari anggota tim kerja desa dan perwakilan perangkat desa. Enam di antaranya perempuan dan sembilan laki-laki. Mereka sangat aktif dan antusias mengikuti pelatihan ini, khususnya pengetahuan tentang manfaat pengolahan paska panen laban hingga nilai ekonomisnya jika pengolahannya dilakukan dengan baik.

Menemukenali potensi dan hambatan komoditas lada di Desa Terentang Hulu

Foto 1. Perkebunan Komoditas Lada di Desa Terentang Hulu

Rasa bahagia dan bangga menyelimuti diri setelah mendapatkan kesempatan untuk bergabung menjadi Peneliti Muda Gambut (PMG) Kalimantan Barat dalam kegiatan Peat-IMPACTS Indonesia. Kesempatan ini menjadi langkah awal saya untuk mendapatkan pembelajaran, pengetahuan, dan pengalaman untuk menemukenali lebih jauh upaya pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lahan gambut. Perjalanan dari desa ke desa untuk bertemu dengan masyarakat yang beragam dan saling berinteraksi langsung memberikan nuansa yang berbeda di lapangan, dan membuat hari-hari menjadi lebih seru. Dilengkapi oleh teman-teman yang berasal dari berbagai macam latar belakang pendidikan, semakin menambah warna di setiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Bekerja sama dalam suatu tim, kami belajar untuk bekolaborasi dalam melakukan penelitian dan menggali segala pembelajaran mengenai pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan di desa.

Pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan mengingatkan saya akan salah satu desa di Kecamatan Terentang Kabupaten Kubu Raya, yaitu Desa Terentang Hulu. Desa Terentang Hulu memberikan kesan teramat baik karena keramahan masyarakat dan pemandangan alam yang indah. Wilayah desa dilalui oleh Sungai Terentang dengan permukiman masyarakat yang dapat ditemui di sepanjang sungai. Selain potensi alam yang dimiliki, Desa Terentang Hulu memiliki potensi yang tak kalah penting yaitu berupa komoditas yang dibudidayakan oleh masyarakat dan menjadi salah satu sumber penghidupan masyarakat di Desa Terentang Hulu. Menurut beberapa penuturan saat berinteraksi dengan masyarakat, tanah desa yang subur memiliki potensi untuk mengembangkan komoditas lada.

Tanaman lada (Piper nigrum Linn.) merupakan salah satu jenis komoditas potensial yang diusahakan oleh masyarakat petani di Desa Terentang Hulu yang telah diusahakan selama kurang lebih 10 tahun. Lahan yang sebelumnya diperuntukkan untuk bercocok tanaman palawija, sedikit demi sedikit diolah kembali dan beralih fungsi menjadi perkebunan lada yang mereka anggap sebagai bentuk investasi menguntungkan di masa depan. Adanya dukungan akses terhadap penggunaan lahan memungkinkan sistem usaha tani lada dapat dikembangkan kembali di Desa Terentang Hulu.

Masyarakat desa mengelola lahan dengan cara tradisional, mulai dari pembukaan lahan hingga pengelolaan pasca panen. Tetapi pada proses pembukaan lahan hingga penanganan paska panen, masih terdapat beberapa hambatan yang dihadapi oleh petani. Hal ini tentu saja menjadi faktor yang akan mempengaruhi produktivitas tanaman lada untuk mencapai hasil produksi yang optimal. Hambatan tersebut dapat berupa kualitas bibit lada yang rendah, serangan hama penyakit, pengolahan paska panen yang masih menggunakan teknologi sederhana, serta fluktuasi harga jual lada. Produktivitas lada dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan secara optimal beberapa faktor pendukung budidaya, mulai dari proses pembukaan dan pengelolaan lahan, pemilihan bibit yang berkualitas, teknik penanaman dan pemeliharaan, pemanenan, dan pengolahan paska panen.

Foto 2. Hasil Panen Komoditas Lada di Desa Terentang Hulu

Strategi pengembangan perlu dilakukan dalam pengelolaan sistem usaha tani lada sebagai komoditas potensial di Desa Terentang Hulu, agar segala pengharapan petani dapat tercapai. Usaha-usaha tersebut harus dilakukan secara terstruktur dan berkelanjutan. Beberapa strategi yang memiliki kemungkinan dapat dilakukan untuk pengembangan komoditas lada yaitu pemanfaatan tajar hidup untuk menunjang batang tanaman lada di atas permukaan tanah, pemanfaatan agen pengendali alami hayati untuk menangani hama dan penyakit tanaman lada, penerapan Sekolah Lapang Penanggulangan Hama Terpadu (SL-PHT), penerapan dan perbaikan sistem resi gudang, serta penggunaan bibit unggul lada.

Harapannya dengan adanya usulan strategi tersebut dapat menjadi pedoman arahan program pemerintah di Dinas Perkebunan Kabupaten Kubu Raya dan pemangku kepentingan terkait untuk mencapai pengembangan perkebunan lada yang berkelanjutan.