Top
 

RPPEG dan Langkah Menuju Pelestarian Gambut di Kabupaten Kubu Raya

Apa itu RPPEG?

  • Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut atau RPPEG adalah sebuah dokumen perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah ekosistem gambut, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. RPPEG merupakan sebuah upaya corrective action dalam pengelolaan ekosistem gambut (http://pkgppkl.menlhk.go.id/v0).
  • Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan Fungsi Ekosistem Gambut dan mencegah terjadinya kerusakan ekosistem gambut yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum (PP. Nomor 71 Tahun 2014, pasal 1).
  • RPPEG merupakan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. PP tersebut memberikan mandat kepada Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota untuk menyusun dan menetapkan RPPEG sesuai kewenangannya. Meliputi RPPEG nasional oleh Menteri, RPPEG Provinsi oleh Gubernur, dan RPPEG kabupaten/kota oleh Bupati/ Walikota.
  • Penyusunan dokumen RPPEG memuat rencana jangka panjang pengelolaan dan perlindungan lahan gambut untuk 30 tahun ke depan yaitu 2020 – 2049, dengan mengacu pada Kepmen LHK No. 246 Tahun 2020 tentang Rencana Perlindungan Ekosistem Gambut (RPPEG) Nasional Tahun 2020- 2049.
  • Dokumen RPPEG berisi analisa dan rekomendasi terhadap berbagai bentuk pengelolaan ekosistem gambut ideal, yang kemudian dirangkum dalam dokumen rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut tingkat provinsi dan kabupaten.

Mengapa diperlukan?

  • RPPEG diharapkan mampu mencegah terjadinya kerusakan ekosistem gambut melalui tata kelola ekosistem gambut yang baik.
  • Dokumen RPPEG merupakan upaya perlindungan awal lahan gambut dari kerusakan, dan degradasi lahan. Ketika lahan gambut tropis dikeringkan akan terjadi penurunan lima sentimeter profil per tahun dan regenerasi akan terjadi luar biasa lambat, dengan laju satu atau dua milimeter per tahun.
  • Dokumen RPPEG memuat rencana jangka panjang pengelolaan dan perlindungan lahan gambut untuk 30 tahun ke depan. Oleh karena  itu, proses penyusunannya harus komprehensif dan teliti, serta melibatkan multi pihak dari level kabupaten, provinsi hingga level nasional.
  • Materi dan muatan RPPEG mencakup pemanfaatan Ekosistem Gambut, pengendalian Ekosistem Gambut, pemeliharaan Ekosistem Gambut, serta adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
Gambar 1. Peta Sebaran Gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat: Fungsi Ekosistem Gambut dan Sebaran Ketebalan Gambut

Apa pentingnya untuk Kalimantan Barat, khususnya Kabupaten Kubu Raya?

  • RPPEG diharapkan dapat menjamin kelestarian fungsi ekosistem gambut di Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Kubu Raya, untuk sekarang dan masa yang akan datang.
  • Ekosistem Gambut di Provinsi Kalimantan Barat tersebar pada 124 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dengan luas yang cukup besar yaitu 2,8 juta hektar (ha). Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan gambut terluas no.4 di Indonesia, setelah Papua, Riau, dan Kalimantan Tengah.
  • Berdasarkan fungsi peruntukannya lahan gambut di Kalimantan Barat dibedakan ke dalam lahan gambut dengan fungsi budidaya dan fungsi lindung. Dari 124 KHG yang ada di Kalimantan Barat luas lahan gambut dengan fungsi lindung adalah 210.997 ha (9%), sedangkan lahan gambut dengan fungsi budidaya seluas 2.033.323 (91%). Sementara itu, pada 16 KHG Prioritas di Provinsi Kalimantan Barat, terdiri dari ekosistem gambut dengan fungsi lindung seluas 107.794 ha (13%), kawasan budidaya 695.744 ha (87%). Kondisi ini mencerminkan bahwa dari segi tata kelola (kebijakan) ekosistem gambut di Provinsi Kalimantan Barat diarahkan untuk menunjang aktivitas ekonomi. Kebijakan ini mendorong peningkatan pemanfaatan lahan gambut secara intensif untuk usaha pertanian, kehutanan dan perkebunan, baik yang dilakukan oleh pemegang izin maupun oleh masyarakat.
  • Hutan rawa/gambut tersebar di 12 kabupaten/kota (dari 14 kabupaten/kota) yang ada di Provinsi Kalimantan. Tiga kabupaten yang mempunyai hutan rawa/gambut yang terluas adalah Kabupaten Kapuas Hulu seluas 379.909,69 ha (30.42 %), terluas kedua adalah Kabupaten Ketapang yaitu 304.865.39 ha (24.41%), dan terluas ketiga adalah Kabupaten Kubu Raya, dengan luasan 282.671,35 ha (22.64%). Karakteristik hutan rawa/ gambut yang terluas di Kabupaten Kubu Raya adalah hutan rawa/ gambut sekunder kerapatan tinggi, yaitu seluas 89.444,03 ha. Hal ini menunjukkan bahwa potensi gambut di Kabupaten Kubu Raya sangatlah besar.
  • Provinsi Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan luas lahan terbakar cukup signifikan di tahun 2015, yaitu mencapai 167.691 ha, dengan area gambut terbakar seluas 74.858 ha. Sejumlah 29.083 ha gambut diantaranya berada di kawasan Hutan dan APL, dan 2.833 ha berada di kawasan konsesi/perizinan. Peristiwa kebakaran hutan dan lahan gambut ini menyebabkan Provinsi Kalimantan Barat sebagai salah satu provinsi yang menjadi target restorasi gambut dari pemerintah Indonesia melalui Badan Restorasi Gambut (BRG).
  • Lokasi kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalimantan Barat terjadi di 31 KHG dengan luasan bervariasi. Dari 31 area KHG yang terbakar sebanyak tujuh KHG berada di Kabupaten Kubu Raya, menjadikan Kubu Raya sebagai Kabupaten dengan area terbakar paling luas. Ke-tujuh area KHG di Kubu Raya tersebut semuanya termasuk dalam 16 KHG yang menjadi area prioritas restorasi BRG, dengan area terluas berada pada KHG Sungai Penyangkat – Sungai Selat Maya, KHG Sungai Durian – Sungai Labai, KHG Sungai Ambawang-Sungai Kubu sebesar, Sungai Kapuas – Sungai Ambawang.
  • Luas total lahan gambut Kabupaten Kubu Raya adalah 342.984 ha atau sekitar 60 % dari luas wilayah, yang terdiri dari gambut dangkal seluas 171.376 ha, gambut sedang seluas 38.954 ha, gambut dalam seluas 49.621 ha, dan gambut sangat dalam seluas 83.013 ha.
  • Lahan gambut sudah lama digunakan untuk pertanian dan menjadi sumber penghidupan masyarakat. Masyarakat telah secara turun temurun hidup diatas lahan gambut dengan berbagai bentuk pertanian yang dikelola, khususnya tanaman sayuran, pangan, buah-buahan, dan perkebunan. Pengelolaan usaha tani yang dilakukan cukup beragam mulai dari pola berladang secara tradisional sampai pada pola usaha tani menetap dengan tujuan komersial.
  • Kebakaran lahan gambut berulang kali terjadi di wilayah Kabupaten Kubu Raya, dan telah menjalar ke area pemukiman yang dapat mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat. Sebagai contoh, peristiwa kebakaran pada bulan Februari 2021, api dari kebakaran lahan gambut di Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, bahkan menjalar ke bangunan SMKN 01 Sungai Raya, dan menyebabkan dua ruangan SMKN hangus terbakar. Di bulan yang sama kebakaran lahan gambut juga mendekati atau mengancam perumahan penduduk di Desa Limbung Kecamatan, Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
  • Degradasi ekosistem lahan gambut terjadi karena faktor pengelolaan lahan gambut yang kurang memperhatikan ekosistem karakteristik lahan dan keberlanjutan. Sehingga kerusakan ekosistem lahan gambut tidak terelakan dan berdampak pada terganggunya fungsi hidrologis gambut, fungsi ekologi (areal hutan gambut tropis memiliki sumber kekayaan flora dan fauna yang cukup tinggi), serta kerugian sosial ekonomi.
  • Terdapat beberapa faktor penyebab dan permasalahan kerusakan lahan gambut, yakni: tata kelola lahan (merupakan aspek mendasar penyebab kerusakan ekosistem gambut), perubahan penggunaan lahan, dan kurangnya pemahaman terhadap karakteristik lahan gambut.
  • Lebih jauh, kerusakan gambut dapat memberikan efek lanjutan terhadap sosial ekonomi berupa: (1) gangguan kesehatan, (2) kerugian ekonomi dalam jumlah besar dan (3) terganggunya berbagai aktivitas masyarakat, serta (4) kematian akibat gangguan pernapasan. Dampak dari asap yang ditimbulkan dari kebakaran gambut dapat menyebabkan penyakit gangguan pernafasan akut dalam waktu yang lama, sehingga dapat menyebabkan kematian.
  • Kerusakan ekosistem gambut merupakan isu strategis yang disebabkan oleh beberapa factor, antara lain: 1) lahan gambut yang cukup luas di Provinsi Kalimantan Barat, 2) ketergantungan perekonomian pada sektor pertanian, dan 3) dampak kerusakan ekosistem gambut yang berdimensi luas.
  • Kerusakan ekosistem gambut, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga turun sampai ketingkat terendah pemerintahan, yaitu kabupaten. Dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) di tingkat nasional telah memandatkan kepada daerah atau pemerintah provinsi untuk menyusun dokumen ini, yang kemudian akan diturunkan ke kabupaten/kota yang memiliki ekosistem Gambut.
  • Pelibatan para pemangku kepentingan dalam penyusunan dokumen RPPEG adalah wajib dan harus dilakukan bersama para pemangku Kepentingan. Diantaranya BRGM, TRGD, Bappeda, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, KPH, Perusahaan, Akademisi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR) yang kewenangannya di level provinsi maupun di level kabupaten.

Bagaimana Prosesnya?

  • RPPEG Provinsi Kalimantan Barat dibuat dengan mengacu pada RPPEG nasional dan Peraturan Menteri No. 60 Tahun 2019. Selanjutnya diikuti oleh RPPEG kabupaten Kubu Raya yang dibuat dengan mengacu pada RPPEG Provinsi Kalimantan barat dan Keputusan Gubernur yang memayungi RPPEG Provinsi apabila sudah diselesaikan.
  • Proses penyusunan dokumen RPPEG di Kabupaten Kubu Raya dimulai dengan melaksanakan diskusi terpumpun dan lokakarya yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan (multistakeholder), untuk mendapatkan berbagai saran dan masukan dalam rangka melakukan penyusunan dokumen RPPEG.
  • Penyusunan Tim RPPEG juga merupakan proses yang diharapkan dapat mengintegrasikan parapihak dalam penyusunan RPPEG Kabupaten Kubu Raya secara partisipatif dan transparan.
  • FGD / Lokakarya juga dimaksudkan untuk melakukan perumusan dokumen RPPEG sebagai upaya perbaikan tatakelola kawasan ekosistem gambut dan perlindungannya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Kubu Raya.
  • Dalam tahapan perencanaan, langkah pertama yang dilakukan dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut adalah inventarisasi ekosistem gambut yang diikuti dengan penetapan fungsi ekosistem gambut menjadi fungsi lindung ekosistem gambut dan fungsi budidaya ekosistem gambut. Peta fungsi ekosistem gambut dan kondisi eksisting pemanfaatan ekosistem gambut akan memberikan implikasi dan permasalahan yang dapat berpengaruh terhadap pemanfaatan ekosistem gambut yang dilakukan oleh berbagai sektor, daerah dan masyarakat.
  • Di dalam isinya, Dokumen Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut harus bisa mengakomodasi berbagai kepentingan (sosial, ekonomi dan lingkungan) dengan tetap memperhatikan keragaman karakter dan fungsi ekologis, sebaran penduduk, sebaran potensi sumber daya alam, kearifan lokal, aspirasi masyarakat, perubahan iklim, dan rencana tata ruang wilayah untuk menjamin kelestarian fungsi ekosistem gambut yang dapat menunjang kehidupan baik generasi sekarang maupun generasi yang datang.

Legal Formal RPPEG

  • RPPEG mengarahkan agar perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dilakukan secara sistematis, harmonis, dan sinergis dengan berbagai perencanaan pembangunan lainnya, seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN), dan rencana strategis atau sektoral lainnya, baik di level pusat maupun daerah.
  • Dokumen RPPEG provinsi akan ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur, dan Dokumen RPPEG kabupaten akan ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati/Walikota, yang selanjutnya menjadi rujukan bersama multipihak dalam upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
  • Gubernur menetapkan RPPEG provinsi paling lambat 2 (dua) tahun sejak RPPEG nasional ditetapkan. Bupati/Walikota menetapkan RPPEG kabupaten/kota paling lambat 2 (dua) tahun sejak RPPEG provinsi ditetapkan (Permen No. 60 / 2019, pasal 34).
  • Rencana Perlindungan Ekosistem Gambut (RPPEG) Nasional Tahun 2020-2049, telah ditetapkan berdasarkan Kepmen LHK No. 246 Tahun 2020.

Disarikan dari berbagai sumber: